Selasa, Juli 21, 2015

Jawabanku untuk Ibn Taimiyah Bekasi bukan Ibnu Taimiyah ad dimasyqi




  Ibnu Taimiyyah menulis :  lama2 aa perhatikan ust. Mahrus Ali jadi ZHOHIRIYYAH nih..
Komentarku ( Mahrus ali ):
Aneh di beri tahu dengan dalil yg pas tentang  zakat kurma atau gandum, malah di bilangin zahiriyah. Kalau diberi tahu tentang zakat fitrah beras tanpa dalil, malah diterima dengan baik, lalu di bilangin ini yg cocok dengan ajaran ahlus sunnah wal jamaah.
Saya katakan : Apakah ajaran ahlus sunnah itu menentang dalil ? Kalau nentang dalil, tandanya ahli bid`ah dan batiniyah.  Hadis ditolak, zakat fitrah beras tanpa dalil, malah diterima.Lihat komentar Ibnu Abbas sbb:
: تُوشِكُ أَنْ تُنْزَلُ عَلَيكُمْ حِجارَةٌ مِنَ السَّمَاءِ... أَقُوْلُ قَالِ رَسُولُ اللهِ ( صَلَّى اللَّهُ عَلَيه وَسَلَّمَ ) وَتَقُولُونَ قَالِ أَبُو بَكَرَ وَعُمَرُ ؟!

Hampir sj  turun atasmu batu dari langit... Aku berkata: Rasulullah (saw)  bersabda dan Anda mengatakan, Abu Bakar dan Umar?”
Bila  sepuluh ulama berpendapat yg beda dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka  kita haram ikut mereka untuk menentang  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.


Ibnu Taimiyyah menulis Yaaa salam.. Ust. Mahrus Ali harus faham juga bahwa dalam islam qiyas termasuk salah satu sumber hukum islam setelah quran sunnah n ijma..
Jika di indon tidak ada kurma n gandum karena memang makanan pokoknya beras.. Lalu apakah harus impor kurma? Bagaimaba di zaman2 dahulu di mana dunia impor n transportasi masih terbelakang? Maka akan sangat menyulitkan..
Karena itulah ditentukan Illat hukumnya.. Di mana semua hukum itu berporks pada illat..
Gitu lho ustadz..

Komentarku ( Mahrus ali ):
Anda menyatakan:
Yaaa salam.. Ust. Mahrus Ali harus faham juga bahwa dalam islam qiyas termasuk salah satu sumber hukum islam setelah quran sunnah n ijma..

Komentarku ( Mahrus ali ):
Kalau sudah ada dalil itu tidak diperbolehkan qiyas, ngerti gak anda.
Bila  sudah ada dalil, lalu anda  tolak dalil dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu anda pindah kpd qiyas – pindah pada pendapat. Itu namanya anda menolak  hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk mengikuti hawa nafsumu.  Kamu  tolak kewajiban zakat kurma  sebagai hadis  dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu anda pilih sendiri beras sebagai  zakat kurma atas nama qiyas.
Terus , mana konsistenmu pd dalil yg sahih itu ? Kamu malah komit pd pendapat tanpa dalil. Dan ini adalah kekeliruan yg sangat dengan atas nama apapun keliru.
Bila kita ikut qiyas lalu berzakat kurma beras, maka hadis yg muttafaq alaih yang mengharuskan kurma atau gandum akan dibuang.
Bila kita keluarkan beras untuk zakat fitrah, mana dalilnya ?
Jelas tidak ada. Jangan di ada – adakan.
 Sya ingat firmanNya:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui dalilnya . Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Isra` 36.

وَقَالَ قُدِّسَ سِرُّهُ أَيْضاً ((وَقَدْ كَانَ السَّلَفُ الصَّالِحُ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ يَقْدِرُوْنَ عَلَى اْلقِيَاسِ وَلَكِنَّهُمْ تَرَكُوا ذَلِكَ أدباً مَعَ رَسُوْلِ اللهِ
Al arif billah Assya` rani  semoga Allah mensucikan sirrinya   berkata: Sungguh  salafus sholeh dari kalangan sahabat dan tabi`in  enggan berkiyas sekalipun mereka mampu untuk melakukannya karena  berakhlak terhadap Rasulullah SAW
Imam Bukhori membikin bab:
بَاب مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسْأَلُ مِمَّا لَمْ يُنْزَلْ عَلَيْهِ الْوَحْيُ فَيَقُولُ لَا أَدْرِي أَوْ لَمْ يُجِبْ حَتَّى يُنْزَلَ عَلَيْهِ الْوَحْيُ وَلَمْ يَقُلْ بِرَأْيٍ وَلَا بِقِيَاسٍ لِقَوْلِهِ تَعَالَى ( بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ )

Nabi SAW ditanya tentang sesuatu yang tiada dalilnya dalam al Quran  lalu beliau berkata :” Tidak tahu “  atau tidak menjawab hingga wahyu diturunkan. Beliau tidak berpendapat atau menggunakan  qiyas

قلت لو كان القياس نص كتاب أو سنة قيل في كل ما كان نص كتاب هذا حكم الله وفي كل ما كان نص السنة هذا حكم رسول الله ولم نقل له قياس
 
Aku (Imam Syafi'i berkata), jikalau Qiyas itu berupa nas Al-Qur'an dan As-Sunnah, dikatakan setiap perkara ada nas-nya didalam Al-Qur'an maka itu hukum Allah (Al-Qur'an), jika ada nas-nya didalam as-Sunnah maka itu hukum Rasul (sunnah Rasul), dan kami tidak menamakan itu sebagai Qiyas (jika sudah ada hukumnya didalam Al-Qur'an dan Sunnah). Maksud perkataan Imam Syafi'i adalah dinamakan qiyas jika memang tidak ditemukan dalilnya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
ولم يكن يقدم على الحديث الصحيح عملا ولا رأيا ولا قياسا ولا قول صاحب ولا عدم علمه بالمخالف الذي يسميه كثير من الناس إجماعا ويقدمونه على الحديث الصحيح([2]).
Imam Ahmad mendahulukan hadis sahih, dari pada amaliyah ( seseorang ) pendapat, qiyas, perkataan teman ( atau sahabat ) atau  tidak mengerti ada orang yg berbeda  yang di sebut oleh banyak orang sebagai ijma` dan mereka  mendahulukannya  dari pada hadis sahih. Lihat kitab I`lamul mauqiain 1/29-30 .
Komentarku ( Mahrus ali ):
Perinsip imam Ahmad mendahulukan dalil. Bila ada dalil sahih, maka beliau pegangi, bukan pendapat , qiyas dll.
Anda menyatakan :
Ust. Mahrus Ali harus faham juga bahwa dalam islam qiyas termasuk salah satu sumber hukum islam setelah quran sunnah n ijma..

Komentarku ( Mahrus ali ):
Mana dalilnya  dari Allah dan rasulNya bahwa qiyas itu rukun agama?
Jangan bikin ajaran baru lalu di atas namakan Islam.
Apakah tidak bertentangan dengan ayat :
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.. Jatsiyah 18
Syariat itu dari Allah untuk manusia , bukan pendapat manusia untuk manusia. Dan kebanyakan pendapat manusia – ulama atau juhala bermodalkan hawa nafsu bila menyalahi  dalil. Ingatlah hadis:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِي
“Aku tinggalkan 2 perkara jika kamu berpegang teguh kepada keduanya kamu tidak akan sesat setelah aku selamanya ialah Kitab Allah (al-Quran) dan Sunnahku” (Membedah akar Bid ‘ah, Terjemah Asmuni Solihan Zamakhsayi. Hal : 194. H.R. Malik).
Apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebut qiyas untuk dibuat pegangan? Lalu kamu mengatakan: Qiyas adalah rukun agama? - tanpa dalil.
Anda menyatakan lagi:
Jika di indon tidak ada kurma n gandum karena memang makanan pokoknya beras..Lalu apakah harus impor kurma?
Komentarku ( Mahrus ali ):
Masak tidak bisa impor , Yg penting  itu uang. Ada uang  dan banyak pembeli, insya alloh  banyak penjual dan mereka akan berebutan. Jangan tinggalkan hadis  untuk melakukan sesuatu tanpa dalil dengan argumen murahan , tidak bermutu, buang saja dan ambil dalil yg bermutu.
Anda menyatakan: Bagaimana di zaman2 dahulu di mana dunia impor n transportasi masih terbelakang? Maka akan sangat menyulitkan..
Komentarku ( Mahrus ali ):
Mulai dulu, banyak barang – barang dari arab yg di impor ke Indonesia,lihat sj di toko – toko Ampel , Sasak  dll. Yang penting itu dibutuhkan masarakat .
Anda menyatakan:
Karena itulah ditentukan Illat hukumnya.. Di mana semua hukum itu berporks pada illat.. Gitu lho ustadz..
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sy dan jamaah sy mengeluarkan zakat fitrah kurma sejak sepuluh tahun yg lalu bisa, lalu kamu tdk bisa dengan alasan spt itu. Sangat kerdil sekali anda. Kamu dan orang dulu bila buang dalil dengan alasan spt itu keliru.
Anda menyatakan:
Yaaa salam... Ust Mahrus Ali benar2 menguji kesabaran aa..
Lha kan sudah aa jelaskan di atas.. Dasarnya qiyas atas illat hukum..

Komentarku ( Mahrus ali ):
Qiyas itu tdk boleh kalau ada dalil. Masak tdk ngerti hal ini. Sy senyum sj kamu bilang spt itu.
Anda menyatakan:
2. Coba pelajari lagi.. Semua hujum pasti mengandung illat yg padanya hukum berputar padanya..
Kalau ust. Belajar ushul fiqh.. Ini sebenarnya pelajaran dasar aja..
Komentarku ( Mahrus ali ):
  Ini jawaban sy padamu dulu:
 sy males komen dg caramu yg tdk bsa membawakan dalil, nanti sj akan sya jawab sekalian di status sy. Sy lihat kamu tdk paham usul fikih. Buktinya nerjemahkan hadis sj keliru waktu dulu , apalagi kitab usul fikih yg arab lebih sulit , hampir yakin , bahwa kamu salah paham tentang usul fikih.
Ini kesalahanmu dulu waktu menerjemahkan hadis, silahkan diklik :

Ada orang bilang:
Mana ushul fikihnya?
Komentarku ( Mahrus ali ):
Biasanya orang yang berkata spt itu tidak ngerti usul fikih, atau ngerti dan pengertiannya masih kabur. Kalau dia itu paham benar. Maka dia akan menyatakan:
Perkataan anda yg ini bertentangan dengan  kaidah usul  fikih ini , lalu di sebutkan arabnya dan di terjemahkan dengan benar, bukan terjemahan yg keliru. Kalau perlu sebut kitabnya. Ini gentle bukan bodoh pura – pura ngerti.
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan