Senin, Desember 01, 2014

Jawabanku ke 24 ( tentang salat jama` )



Kata pengantar:
Terkadang kebenaran di sampaikan lalu diketawakan, bahkan si penyampai di katakan bodoh. Akan tetapi bila ajaran golongan  yang di sampaikan meski menyesatkan di anggap benar dan didukung. Itulah watak asli manusia. Saya ingat ayat:
قالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي سَفَاهَةٌ وَلَٰكِنِّي رَسُولٌ مِّن رَّبِّ الْعَالَمِينَ
  Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: "Sesungguhnya kami benar benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang orang yang berdusta".
( 67 )   Hud herkata "Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam.
Nah , begitulah resiko orang yang menyampaikan kebenaran dan alangkah enaknya  orang yang menyampaikan ajaran keliru yang cocok dengan golongan.
Inilah jawabanku ke 24 kali ini bab Jamak  salat.
Ustadz Tommi Marsetio dari Tangeran menulis  sbb:
Katanya, sepuluh tahun tidak jamak shalat]
Katanya, ia sepuluh tahun tidak melakukan jamak taqdim dan takhir.
Katanya pula, jamak taqdim atau takhir bertentangan dengan ayat :

إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." [QS An-Nisaa' : 103]
Dan sebagai khulashah-nya, ia pun berkesimpulan : Bagi saya melakukan jamak taqdim atau ta`khir menyalahi ayat dan berdosa.

Padahal, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri melakukan jamak shalat.

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَجِلَ بِهِ السَّيْرُ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ

Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, ia berkata, aku membaca kepada Maalik, dari Naafi', dari Ibnu 'Umar, ia berkata, "Dahulu jika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam melakukan perjalanan dengan tergesa-gesa, beliau menjamak antara shalat Maghrib dan 'Isyaa'."
[Shahiih Muslim no. 703]

Naafi' tidak bertafarrud dalam periwayatannya dari Ibnu 'Umar, ia mempunyai mutaba'at, antara lain dari : (saya tidak menyebutkan semuanya)
1. Saalim bin 'Abdillaah bin 'Umar, melalui jalur Ibnu Syihaab Az-Zuhriy ; Shahiih Al-Bukhaariy no. 1092, 1108, 1109, 1673.
2. Aslam maulaa 'Umar, melalui jalur Zaid bin Aslam ; Shahiih Al-Bukhaariy no. 1805, 3000.
3. Sa'iid bin Jubair, melalui jalur Salamah bin Kuhail dengan redaksi matan :

عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ: " أَنَّهُ صَلَّى الْمَغْرِبَ بِجَمْعٍ، وَالْعِشَاءَ بِإِقَامَةٍ "، ثُمَّ حَدَّثَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّهُ صَلَّى مِثْلَ ذَلِكَ، وَحَدَّثَ ابْنُ عُمَرَ: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم صَنَعَ مِثْلَ ذَلِكَ

Dari Sa'iid bin Jubair, bahwasanya ia shalat Maghrib dengan dijamak dan shalat 'Isyaa' dengan satu iqaamah, kemudian Sa'iid menceritakan dari Ibnu 'Umar bahwasanya ia pun shalat seperti itu, lalu Ibnu 'Umar menceritakan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam pun mengamalkan yang demikian.
[Shahiih Muslim no. 1289]
4. 'Abdullaah bin Diinaar, melalui jalur Rabii'ah bin Farruukh (beliau adalah Rabii'ah Ar-Ra'yi, guru Al-Imam Maalik) dengan redaksi matan :

قَالَ غَابَتْ الشَّمْسُ وَأَنَا عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فَسِرْنَا فَلَمَّا رَأَيْنَاهُ قَدْ أَمْسَى قُلْنَا الصَّلَاةُ فَسَارَ حَتَّى غَابَ الشَّفَقُ وَتَصَوَّبَتْ النُّجُومُ ثُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ فَصَلَّى الصَّلَاتَيْنِ جَمِيعًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ صَلَّى صَلَاتِي هَذِهِ يَقُولُ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا بَعْدَ لَيْلٍ

('Abdullaah bin Diinar) berkata, "Matahari akan terbenam sementara aku berada di sisi 'Abdullaah bin 'Umar, maka berangkatlah kami. Tatkala kami melihat matahari telah tenggelam, kami katakan, "Shalat!" namun Ibnu 'Umar tetap meneruskan perjalanannya hingga senja telah menghilang dan muncullah bintang-bintang. Kemudian Ibnu 'Umar singgah dan shalat dengan menjamak kedua shalat tersebut (yaitu Maghrib dan 'Isyaa') dan ia berkata, "Aku pernah melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam jika mengalami kesulitan dalam perjalanan, beliau shalat seperti shalatku ini," perawi mengatakan, "Dengan menjamak keduanya setelah malam tiba."
[Sunan Abu Daawud no. 1217]

Dan Ibnu 'Umar mempunyai syawahid dari Ibnu 'Abbaas dan Anas, seperti disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhaariy rahimahullah dalam ta'liq beliau atas hadits no. 1108 dalam kitab Shahih-nya, beliau berkata :

وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ، عَنِ الْحُسَيْنِ الْمُعَلِّمِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ
عِكْرِمَةَ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ، وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ، وَعَنْ حُسَيْنٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي السَّفَرِ، وَتَابَعَهُ عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ، وَحَرْبٌ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ حَفْصٍ، عَنْ أَنَسٍ، جَمَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم

Berarti, menurut pak yai Al-Mukarram Al-'Allaamah Al-Mujaddid, mafhumnya adalah : Rasulullah dan para sahabat beliau (yang mana Al-Qur'an turun kepada mereka dan mereka adalah kaum yang paling memahami Kitabullah) telah menyalahi ayat 103 dari QS An-Nisaa' tersebut karena telah menjamak shalat dan mereka telah berdosa.

PS :

Saya berdo'a semoga Allah Ta'ala mengembalikan pak yai Al-Mukarram Al-'Allaamah Al-Mujaddid kepada khithah agama Islam ini serta tidak menambah-nambahi kesesatannya dengan istinbath-istinbath yang telah keluar dari jalan ahlussunnah.

Sungguh, Allah Ta'ala telah memberikan rukhshah shalat jamak dan qashar bagi mereka yang sedang safar serta kesulitan untuk menunaikan shalat tepat pada waktunya karena safar mereka dan ini juga amalan para salafush-shalih kita. Inilah rahmat Allah Ta'ala bagi kaum muslimin. Jika ada yang memang mau mengambil rukhshah tersebut ketika safar, maka itulah sunnah, karena Rasul dan para sahabatnya melakukannya ketika safar. Namun jika tidak mau mengambilnya dan mengklaim pula bahwa orang yang mengambil rukhshah tersebut telah berdosa dan menyalahi ayat Al-Qur'an, maka.......???

Wallaahu a'lam
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Tommi Marsetio menulis :
Padahal, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri melakukan jamak shalat.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا عَجِلَ بِهِ السَّيْرُ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, ia berkata, aku membaca kepada Maalik, dari Naafi', dari Ibnu 'Umar, ia berkata, "Dahulu jika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam melakukan perjalanan dengan tergesa-gesa, beliau menjamak antara shalat Maghrib dan 'Isyaa'."
[Shahiih Muslim no. 703]
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Ada kalimat yang kurang pas dalam terjemahan yaitu:
aku membaca kepada Maalik,
Mestinya: Aku membacakan hadis kepada Imam Malik………..
Hadis  tsb tidak menunjukkan jamak taqdim atau ta`khir, lihat saja keterangannya tiada kalimat yang menunjukkan jamak takdim apalagi ta`khir. Bila dijamak taqdim akan bertentangan dengan ayat:
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. 103 Annisa`
 Begitu juga bila dijamak ta`khir. Agar  tidak menyalahi ayat itu, maka hadis tsb         di arahkan ke jamak suri .
Abu Dawud berkata:
وَلَيْسَ فِي جَمْعِ التَّقْدِيمِ حَدِيثٌ قَائِمٌ
التلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي الكبير - (ج 2 / ص 180)

Dalam jama` taqdim  tiada hadis  sahih yang mendukungnya.
مجلة المنار - (ج 27 / ص 513)
وروى مسلم من حديث يحيى بن سعيد ، حدثنا عبيد الله أخبرني نافع عن ابن عمر أنه كان إذا جدَّ به السير جمع بين المغرب والعشاء بعد أن يغيب الشفق ، ويذكر أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم - كان إذا جدّ به السير جمع بين المغرب والعشاء .حديث ابن عمر في جمع التأخير :
قال الطحاوي : حديث ابن عمر إنما فيه الجمع بعد مغيب الشفق من فعله ،
وذكر عن النبي - صلى الله عليه وسلم - أنه جمع بين الصلاتين ، ولم يذكر كيف
كان جمعه ؛ هذا إنما فيه التأخير من فعل ابن عمر لا فيما رواه عن النبي - صلى
الله عليه وسلم
Imam Muslim meriwayatkan  dari hadis Yahya  bin Sa`id , bercerita kepada kami Nafi`  dari Ibn Umar , bahwa beliau ketika tergesa  - gesa dalam perjalanan karena ada kepentingan, maka menjamak antara salat Maghrub dan Insya` setelah sinar merah ( matahari ) hilang. Beliau menyebutkan bahwa  Rasul SAW  bila tergesa – gesa dalam perjalanan  karena ada kepentingan , maka menjamak antara salat Maghrib dan Isya`
Tentang hadis Ibnu Umar dalam jamak Ta`khir :
Imam Thahawi mengatakan: Hadis Ibn Umar  itu menjelaskan bahwa Ibnu Umar menjama` setelah sinar merah matahari hilang hanyalah dari perbuatannya. Beliau menyebutkan  bahwa Nabi SAW  juga menjalankan salat jamak antara dua salat. Beliau  tidak menyebutkan bagaimana  cara Nabi SAWmenjamaknya. Jadi  jamak ta`khir ini hanyalah dari perbuatan Ibnu Umar  bukan apa yang  di riwayatkannya dari Nabi SAW.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Jadi bukan Nabi SAW yang menjalankan jamak itu tapi dari perbuatan Ibnu Umar dan kita belum memiliki dalil tentang hal itu  dari Nabi SAW yang sahih lagi valid. Dan jamak ta`khir  itu  juga bertentangan dengan ayat 103 Nisa` tadi yang menjelaskan salat itu punya waktu sendiri, tidak boleh di campurkan aduk. Tapi harus di jalankan tepat  waktunya. Bila kita menjalankan salat jamak taqdim atau  ta`khir maka  kita akan membuang ayat untuk ikut perbuatan Ibnu Umar itu.
Syaikh Muqbil al wadi`I berkata:

القول الخامس: منع الجمع بعذر السفر مطلقًا وإنما يجوز للنسك بعرفة ومزدلفة، وهذا قول الحنفية، بل زاد أبوحنيفة على صاحبيه وقال: لا يجمع للنسك إلا إذا صلى في الجماعة، فإن صلى منفردًا صلى كل صلاة في وقتها. وقال أبويوسف ومحمد: المنفرد في ذلك كالمصلي جماعة.
وحكى ابن قدامة في "المغني" هذا عن رواية ابن القاسم عن مالك واختياره. وروى ابن أبي شيبة في "مصنفه" عن إبراهيم النخعي قال: كان الأسود وأصحابه ينْزلون عند وقت كل صلاة في السفر، فيصلون المغرب لوقتها، ثم يتعشون، ثم يمكثون ساعة، ثم يصلون العشاء.
وعن الحسن وابن سيرين أنّهما قالا: ما نعلم من السنة الجمع بين الصلاتين في حضر ولا سفر، إلا بين الظهر والعصر بعرفة، وبين المغرب والعشاء بجمع.
Pendapat yang kelima: Larangan jamak dengan alasan berpergian secara  mutlak. Ia hanya boleh karena nusuk ( ibadah haji ) di Arofah  dan Mina ) . Inilah pendapat Madzhab hanafi . Bahkan Imam Abu Hanifah berkata  melebihi dua temannya :  Tidak boleh dijamak  karena nusuk kecuali  dia menjalankan salat dengan berjamaah. Bila mejalankan salat sendirian, maka harus  di lakukan tepat waktu untuk setiap salatnya.  Abu Yusuf dan Muhammad  berkata: Orang yang menjalankan salat sendiri dalam hal ini sama dengan berjamaah.
Ibnu Qudamah dalam kitab al Mughni menceritakan ini  dari riwayat Ibn Qasim  dari Malik  dan pilihannya.
Ibnu Abi Syaibah  meriwayatkan dalam  kitab Mushannafnya dari Ibrahim al Nakha`I berkata:  Al aswad dan teman- temannya  ketika berpergian turun dari kendaraannya setiap  waktu salat. Mereka menjalankan  salat maghrib tepat waktunya lalu makan malam , lalu berhenti sejenak lalu menjalankan salat Isya`.
Al Hasan  dan Ibnu Sirin  berkata: Aku  tidak tahu hadis yang menjelaskan boleh menjamak salat di rumah atau berpergian kecuali  menjamak salat dhuhur dan Asar di Arofah atau Maghrib dan Isya` di Muzdalifah. Lihat karya Syaikh Muqbil  al jam`u bainas shalatain.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Itulah kutipan saya dari keterangan Syaikh Muqbil , walaupun syaikh Muqbil tidak sependapat dengan pendapat Madzhab Abu Hanifah. Itu masalah  pemahaman beliau. Saya mengutip keterangan itu  karena terpadu dengan pemahaman  saya tentang salat jamak. Dan saya cocok dengan Abu Dawud  yang  menyatakan tiada hadis  sahih yang menjelaskan bolehnya jamak taqdim.
Kalau saya, bahkan jamak ta`khirpun saya belum menjumpai hadis yang sahih dan ia bertentangan dengan ayat . Hal  ini cocok sekali dengan pendapat Imam Al Hasan , Ibnu Sirin, Abu Hanifah al aswad dan teman – temannya.
صحيح البخاري - (ج 6 / ص 141)
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَارَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلَاةً بِغَيْرِ مِيقَاتِهَا إِلَّا صَلَاتَيْنِ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَّى الْفَجْرَ قَبْلَ مِيقَاتِهَا
……….., dari Abdullah  ra  berkata:  Aku  tidak melihat Nabi SAW menjalankan  salat di luar waktunya kecuali dua salat yang di jamak antara Maghrib dan Isya` . Dan beliau menjalankan salat fajar sebelum waktunya.  HR  Bukhari 141/6
Komentarku ( Mahrus  ali ): Hadis  tsb muttafaq alaih, Jadi menurut Abdullah bin Mas`ud Rasul tidak pernah melakukan jamak di perjalanan dan dirumah  kecuali di Muzdalifah itu. Ini jelas bertentangan dengan hadis Ibnu Umar tadi .  Saya pilih ini saja yang tidak bertentangan dengan al Quran dari pada memilih jamak salat lalu saya buang ayat. Dan saya termasuk inkarul ayat.

المنتقى - شرح الموطأ - (ج 1 / ص 339)
وَقَالَ أَشْهَبُ أَحَبُّ إلَيَّ أَنْ لَا يَجْمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ فِي سَفَرٍ وَلَا حَضَرٍ إِلَّا بِعَرَفَةَ
Asyhab berkata: Aku lebih suka tidak melakukan jamak antara  dhuhur dan Asar  dalam perjalanan atau dirumah kecuali di Arofah.   Al Muntaqa  339/1

Fakhruddin al Munadhir berkata:

فإذا تعارض متواتر مع آحاد قدمنا المتواتر، وهذا عند جميع الأصوليين.. مما يعني لو ان حديثا تعارض مع آية- قدمنا الآية ورددنا الحديث - إن كان الجمع بينهما مستحيلا-... وقد كان الإمام مالك يقدم عمل اهل المدينة عند التعارض مع حديث الواحد لأن عمل أهل المدينة في القرون المفضلة نقلي يبلغ عنده مبلغ التواتر.


Bila hadis mutawatir bertentangan dengan hadis Ahad, maka  kita dahulukan hadis Mutawatir . Pandangan ini menurut  seluruh Ushuliyiin  - termasuk  juga  bila hadis  bertentangan dengan ayat, maka  kita dahulukan ayat dan kita tolak hadis bila  sulit/ mustahil  di ambil jalan tengah. Sungguh  imam Malik mendahulukan perbuatan penduduk Medinah ketika konflik atau kontradiksi  dengan hadis seorang perawi . Sebab  prilaku  penduduk Medinah dlm abad – abad  yang utama termasuk masih naqli ( kutipan dari para sahabat/ boleh dikatakan masih orsinil ) yang boleh di katakan mencapai derajat mutawatir.
Anda menyatakan:

Naafi' tidak bertafarrud dalam periwayatannya dari Ibnu 'Umar, ia mempunyai mutaba'at, antara lain dari : (saya tidak menyebutkan semuanya)
1. Saalim bin 'Abdillaah bin 'Umar, melalui jalur Ibnu Syihaab Az-Zuhriy ; Shahiih Al-Bukhaariy no. 1092, 1108, 1109, 1673.
2. Aslam maulaa 'Umar, melalui jalur Zaid bin Aslam ; Shahiih Al-Bukhaariy no. 1805, 3000.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Marilah kita lihat hadis  yang dari Salim  sebagai pendukungnya.
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَعْجَلَهُ السَّيْرُ فِي السَّفَرِ يُؤَخِّرُ صَلَاةَ الْمَغْرِبِ حَتَّى يَجْمَعَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْعِشَاءِقَالَ سَالِمٌ وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَفْعَلُهُ إِذَا أَعْجَلَهُ السَّيْرُ وَيُقِيمُ الْمَغْرِبَ فَيُصَلِّيهَا ثَلَاثًا ثُمَّ يُسَلِّمُ ثُمَّ قَلَّمَا يَلْبَثُ حَتَّى يُقِيمَ الْعِشَاءَ فَيُصَلِّيهَا رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يُسَلِّمُ وَلَا يُسَبِّحُ بَيْنَهُمَا بِرَكْعَةٍ وَلَا بَعْدَ الْعِشَاءِ بِسَجْدَةٍ حَتَّى يَقُومَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepada saya Salim dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhu berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika tergesa gesa dalam perjalanan , Beliau menangguhkan shalat Maghrib dan menggabungkannya bersama shalat 'Isya'". Berkata, Salim: "Dan 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhu mengerjakannya juga bila tergesa-gesa dalam perjalanan. Beliau hanya melaksanakan shalat Maghrib sebanyak tiga raka'at lalu salam. Kemudian berdiam sejenak lalu melaksanakan shalat 'Isya' sebanyak dua raka'at dan dia tidak menyelingi diantara keduanya dengan shalat sunnah satu raka'atpun dan juga tidak sesudahnya hingga Beliau bangun di tengah malam (untuk shalat malam).
HADIST NO - 1042 KITAB BUKHARI
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Hadis yang anda katakan sebagai pendukung  ternyata tiada keterangan jamak taqdim  atau Ta`khir. Agar tidak bertentangan dengan ayat 103 Nisa` harus di artikan jamak suri  yaitu meng akhirkan salat maghrib di akhir waktunya lalu menjalankan salat Isya` di awal  waktu .
Ada kalimat " Kemudian berdiam sejenak " ada kemungkinan untuk menanti Isya`. Bila dijamak taqdim , maka dikerjakan langsung dan tidak mungkin seorang sahabat berani menentang al Quran.  Apalagi ini sebagaimana di katakan oleh Imam Thahawi bahwa  hal itu sekedar perbuatan Ibnu Umar. Sebab kapan Rasul SAW menjalankan hal itu tidak terdapat keterangan  dalam hadis. Yang ada keterangan  hanyalah Rasul SAW menjalankannya ketika wukuf di Arofah dan Muzdalifah ketika bermalam di sana.
Ada hadis sbb:
حَدَّثَنَا أَصْبَغُ بْنُ الْفَرَجِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ قَتَادَةَ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَدَّثَهُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ ثُمَّ رَقَدَ رَقْدَةً بِالْمُحَصَّبِ ثُمَّ رَكِبَ إِلَى الْبَيْتِ فَطَافَ بِهِ 
Telah menceritakan kepada kami Ashbagh bin Al Faraj telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb dari 'Amru bin Al Harits dari Qatadah bahwa Anas bin Malik radliallahu 'anhu menceritakan kepadanya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat Zhuhur, 'Ashar, Maghrib dan 'Isya' kemudian Beliau tidur sejenak di Al Muhashib (tempat melempar jumrah di Mina) lalu Beliau menunggang tunggangannya menuju ke Ka'bah Baitullah lalu thawaf disana". Hadits ini dikuatkan pula oleh Al Laits telah menceritakan kepada saya Khalid dari Sa'id dari Qatadah bahwa Anas bin Malik radliallahu 'anhu menceritakan kepadanya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.   HADIST NO – 1637 /KITAB BUKHARI
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Hal yang paling perlu di ingat dan jangan dilupakan, saat itu Rasul SAW tidak menjalankan salat jamak. Pada hal beliau  masih dalam perjalanan haji bukan mukim di Medinah. Tiada keterangan jamak dalam hadis tsb, jangan di ada – adakan. Mengapa Rasul SAW dan para  sahabatnya tidak melakukan jamak salat bersama Nabi SAW sewaktu haji wada`, atau sewaktu berangkat pergi ke Mekkah  untuk pulang dari padanya kecuali di Arofah dan Muzdalifah. Jadi perbuatan para sahabat  dan Nabi SAW ini beda dengan kita yang selalu menjamak taqdim atau ta`khir ketika berpergian. Da  saya  sendiri tidak mengerti dalilnya.
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمْ بِالْبَطْحَاءِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ تَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ الْمَرْأَةُ وَالْحِمَارُ
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Aun bin Abu Juhaifah berkata, aku mendengar Bapakku, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah melaksanakan shalat bersama para sahabat di daerah Bathha`, dan di hadapan beliau ditancapkan sebuah tombak kecil. Beliau mengerjakan shalat Zhuhur dua rakaat dan shalat Ashar dua rakaat, sementara wanita dan keledai berlalu lalang di hadapannya." HADIST NO – 465/ Muttafaq alaih
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Ternyata jelas sekali, tidak samar lagi,  Rasul SAW saat berpergian pada haji wada` melakukan salat di Bath`ha` tanpa di jamak dan tidak ada keterangan jamak. Pada hal haji wada` adalah haji akhir kehidupan Rasul SAW. Mengapa beliau  dan para sahabat tidak menjalankan salat jamak. Ikutilah ini dan jangan menyelisihinya apalagi sampai mennyelisihi ayat 103 Nisa`.
Lebih jelas, untuk mengurangi salah paham atau pengkaburan , lihat hadis  ini:
دَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ جَمِيعًا عَنْ وَكِيعٍ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا عَوْنُ بْنُ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ وَهُوَ بِالْأَبْطَحِ فِي قُبَّةٍ لَهُ حَمْرَاءَ مِنْ أَدَمٍ قَالَ فَخَرَجَ بِلَالٌ بِوَضُوئِهِ فَمِنْ نَائِلٍ وَنَاضِحٍ قَالَ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ حُلَّةٌ حَمْرَاءُ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ سَاقَيْهِ قَالَ فَتَوَضَّأَ وَأَذَّنَ بِلَالٌ قَالَ فَجَعَلْتُ أَتَتَبَّعُ فَاهُ هَا هُنَا وَهَا هُنَا يَقُولُ يَمِينًا وَشِمَالًا يَقُولُ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَالَ ثُمَّ رُكِزَتْ لَهُ عَنَزَةٌ فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ الْحِمَارُ وَالْكَلْبُ لَا يُمْنَعُ ثُمَّ صَلَّى الْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ لَمْ يَزَلْ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ حَتَّى رَجَعَ إِلَى الْمَدِينَةِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb semuanya meriwayatkan dari Waki' berkata Zuhair, telah menceritakan kepada kami Waki' telah menceritakan kepada kami Sufyan telah menceritakan kepada kami 'Aun bin Abi Juhaifah dari Bapaknya dia berkata, "Saya mendatangi Nabi shallallahu'alaihiwasallam di Makkah, ketika itu beliau berada
di Abthah, dalam kubah merah terbuat dari kulit. Perawi berkata:  Bilal datang membawakan air wudhu untuk beliau. Dari sisa air itu ada orang yang mengambil air itu dan ada orang yang memercikkan ke tubuhnya. Kemudian Nabi Shallallahu'alaihiwasallam, keluar memakai pakaian merah. Seolah-olah aku masih melihat  putihnya betis Nabi." Perawi berkata, "Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, wudhu, dan Bilal adzan. Aku mengamat  gerak-gerik mulut Bilal berseru ke sana  dan ke sini mengucapkan ke kanan dan kiri , 'Hayya 'alash shalah, hayya 'alal falah.' Kemudian, Bilal menancapkan sebuah tongkat berujung besi ( tombak ), lalu Nabi Shallallahu'alaihiwasallam, maju ke depan mengimami shalat qasar Zhuhur dua rakaat. (Ketika Nabi sedang shalat), keledai dan anjing  lewat di depan beliau (di balik tongkat itu), tetapi ia tidak dicegah (oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam), kemudian shalat Ashar dua rakaat, kemudian selalu  shalat dua rakaat hingga (tiba) kembali di Madinah'." HADIST NO – 777/ HR Muslim
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Nabi SAW dan para sahabatnya menjalankan salat dua rakaat tanpa di jamak ketika  pulang  sampai ke Medinah.

فتح الباري لابن رجب - (ج 3 / ص 319)
وهذا يدل على أنه إنما صلى العصر في وقتها .
Dalam kitab Fathul bari  karya Ibn Rajab  319/3 di katakan:
Ini menunjukkan bahwa beliau menjalankan salat Asar tepat pada waktunya.
Di tempat lain dikatakan: 
وهو صريح في أنه لم يجمع بين الصلاتين
Ia jelas sekali bahwa Rasul SAW tidak menjamak dua salat.

Anda menyatakan lagi:
3. Sa'iid bin Jubair, melalui jalur Salamah bin Kuhail dengan redaksi matan :
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ: " أَنَّهُ صَلَّى الْمَغْرِبَ بِجَمْعٍ، وَالْعِشَاءَ بِإِقَامَةٍ "، ثُمَّ حَدَّثَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّهُ صَلَّى مِثْلَ ذَلِكَ، وَحَدَّثَ ابْنُ عُمَرَ: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم صَنَعَ مِثْلَ ذَلِكَ

Dari Sa'iid bin Jubair, bahwasanya ia shalat Maghrib dengan dijamak dan shalat 'Isyaa' dengan satu iqaamah, kemudian Sa'iid menceritakan dari Ibnu 'Umar bahwasanya ia pun shalat seperti itu, lalu Ibnu 'Umar menceritakan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam pun mengamalkan yang demikian.
[Shahiih Muslim no. 1289]
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Terjemahannya keliru. Mestinya sbb:
Dari Sa'iid bin Jubair, bahwasanya ia shalat Maghrib di Muzdalifah dan shalat 'Isyaa' dengan satu iqaamah, kemudian Sa'iid menceritakan dari Ibnu 'Umar bahwasanya ia pun shalat seperti itu, lalu Ibnu 'Umar menceritakan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam pun mengamalkan yang demikian.
[Shahiih Muslim no. 1289]
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Nabi SAW  menjamak itu di Muzdalifah bukan di tempat lain.
Bersambung …………………., Untuk menjawab lainnya insya Allah di lain  waktu. 

Mau nanya hubungi kami:
088803080803( Smartfren). 081935056529 (XL )  https://www.facebook.com/mahrusali.ali.50

 




Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan