Jumat, Oktober 03, 2014

Polemik ke dua tentang kelemahan hadis puasa Arofah











Alex Valentino Mahrus Ali Ali:: gmn dgn ini stad? Sebagian orang ada yang melemahkan hadits ini dengan alasan bahwa ‘Abdullah bin Ma’bad tidak mendengar hadits dari Abu Qatadah radliyallaahu ‘anhu berdasarkan perkataan Al-Bukhariy rahimahullah :
لا نعرف سماعه ـ يعني عبد الله بن مَعْبَد ـ من أبي قَتَادَة
“Kami tidak mengetahui penyimakannya – yaitu ‘Abdullah bin Ma’bad – dari Abu Qataadah” [At-Taariikh Al-Kabiir, 3/68 & 5/198].
Ta’lil ini dijawab sebagai berikut :
a. Perkataan Al-Bukhariy di atas tidak secara sharih (jelas) meniadakan samaa’ ‘Abdullah bin Ma’bad dari Abu Qatadah. Hanya saja Al-Bukhariy mengatakan bahwa ia tidak mengetahui penyimakannya dari Abu Qatadah. Jika ia memastikan tidak adanya penyimakan, maka ia akan menggunakan lafadh : “Ia tidak mendengar darinya” atau “mursal” sebagaimana kebiasaan beliau dalam permasalahan ini.


Adapun persyaratan Muslim dalam Shahih-nya adalah mu’asharah yang memungkinkan adanya pertemuan secara umum dari para perawi.
b. Ibnu Abi Haatim (1/260) dan Ad-Daaruquthniy dalam Al-‘Ilal (6/152) saat mentarjih dua jalan sanad dari Ghailaan bin Jariir, mereka berdua tidak men-ta’lil adanya inqitha’ dan peniadaan samaa’ ‘Abdullah bin Ma’bad dari Abu Qatadah secara mutlak. Jika saja ini merupakan ‘illat, niscaya mereka menyebutkannya dan tidak men-tashhih-nya.
c. Ibnu Hajar dan Adz-Dzahabiy rahimahumallah menguatkan kebersambungan sanad ‘Abdullah bin Ma’bad dari Abu Qatadah. Ibnu Hajar berkata :
عبد الله بن معبد الزماني البصري روى عن أبي قتادة وأبي هريرة وعبد الله بن عتبة بن مسعود وأرسل عن عمر وعنه قتادة وغيلان بن جرير وثابت البناني والحجاج بن عتاب العبدي
“’Abdullah bin Ma’bad Az-Zimmaaniy Al-Bashriy. Ia meriwayatkan dari Abu Qatadah, Abu Hurairah, dan ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’uud. Meriwayatkan secara mursal dari ‘Umar. Qatadah, Ghailaan bin Jariir, Tsaabit Al-Bunaaniy, dan Al-Hajjaaj bin ‘Attaab Al-‘Abdiy meriwayatkan darinya” [At-Tahziib, 6/36].
Di sini Ibnu Hajar hanya mengatakan mursal dalam riwayatnya dari ‘Umar, tidak pada Abu Qatadah, Abu Hurairah, dan ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’uud.
Adz-Dzahabiy berkata :
قال البخاري : لا يعرف له سماع من أبي قتادة،قلت ـ الذهبي ـ:لا يضره ذلك
“Al-Bukhariy berkata : ‘Tidak diketahui penyimakannya dari Abu Qatadah’. Aku – (yaitu Adz-Dzahabiy) – berkata : “Hal itu tidak memudlaratkannya” [Diiwaan Adl-Dlu’afaa’, hal. 229].

Alex Valentino Orang yang melemahkan hadits ini juga berhujjah bahwa ‘Abdullah bin Ma’bad ini seorang yang dla’iif dimana sebagian ulama al-jarh wat-ta’diil memasukkannya dalam kitab Adl-Dlu’afaa’.
Dijawab :
Sudah menjadi satu hal yang ma’ruuf bahwa sebagian ulama al-jarh wat-ta’diil memasukkan beberapa perawi dalam kitab Adl-Dlu’afaa’ orang-orang yang diperbincangkan, baik yang itu bersifat tercela/merusak ataupun tidak. Contoh dalam permasalahan ini banyak. Salah satunya contohnya adalah Ibnu ‘Adiy telah memasukkan ‘Aliy bin Al-Madiniy dalam kitabnya Adl-Dlu’afaa’.
‘Abdullah bin Ma’baad dalam hadits tersebut mempunyai mutaba’ah dari Iyaas bin Harmalah.
Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid no. 194, Ahmad 5/296 & 304, An-Nasa’iy dalam Al-Kubraa 3/220-321, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 4/283, serta Ibnu ‘Abdil-Barr dalam At-Tamhiid 21/162 dari beberapa jalan dari Iyaas bin Harmalah, dari Abu Qataadah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
صوم عاشوراء يكفر السنة الماضية وصوم عرفة يكفر السنتين الماضية والمستقبلة
“Puasa ‘Aasyuuraa’ menghapuskan dosa tahun yang lalu dan puasa ‘Arafah menghapuskan dosa dua tahun, yaitu tahun yang lalu dan tahun depan”.
Sedangkan hadits Abu Qataadah mempunyai syawaahid dari beberapa orang shahabat, yaitu :
1. Sahl bin Sa’d radliyallaahu ‘anhuma. Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid no. 463, Ibnu Abi Syaibah 3/97, Abu Ya’laa no. 7548, Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir 6/179, dari Sahl bin Sa’d, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ صَامَ يَوْمَ عَرَفَةَ، غُفِرَ لَهُ سَنَتَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ
“Barangsiapa yang berpuasa di hari ‘Arafah, niscaya ia akan diampuni (dari dosa-dosanya) dua tahun berturut-turut”.
Sanad hadits ini jayyid. Al-Haitsamiy berkata : “Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa dan Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir. Rijaal Abu Ya’laa adalah rijaal shahiih” [Majma’uz-Zawaaid, 3/189].


Komentarku ( Mahrus ali ):
Alex Valentino bertanya dengan kalimat  sbb:
  gmn dgn ini stad? Sebagian orang ada yang melemahkan hadits ini dengan alasan bahwa ‘Abdullah bin Ma’bad tidak mendengar hadits dari Abu Qatadah radliyallaahu ‘anhu berdasarkan perkataan Al-Bukhariy rahimahullah :
لا نعرف سماعه ـ يعني عبد الله بن مَعْبَد ـ من أبي قَتَادَة
“Kami tidak mengetahui penyimakannya – yaitu ‘Abdullah bin Ma’bad – dari Abu Qataadah” [At-Taariikh Al-Kabiir, 3/68 & 5/198].
Ta’lil ini dijawab sebagai berikut :
Perkataan Al-Bukhariy di atas tidak secara sharih (jelas) meniadakan samaa’ ‘Abdullah bin Ma’bad dari Abu Qatadah. Hanya saja Al-Bukhariy mengatakan bahwa ia tidak mengetahui penyimakannya dari Abu Qatadah. Jika ia memastikan tidak adanya penyimakan, maka ia akan menggunakan lafadh : “Ia tidak mendengar darinya” atau “mursal” sebagaimana kebiasaan beliau dalam permasalahan ini.

Komentarku ( Mahrus ali ):

قَالَ اْلحَافِظُ فِى "تَهْذِيْبِ التَّهْذِيْبِ" 6/40 :
وَ قَالَ اْلبُخَارِى : لاَ يُعْرَفُ سَمَاعُهُ مِنْ أَبِى قَتَادَةَ
Imam al hafidh ( Ibnu hajar ) dalam kitab Tahdzibut tahdzib 40/6 berkata :
Imam Bukhari berkata : Abdullah bin Ma`bad azzamani tidak di kenal mendengar hadis dari Abu qatadah.
Jadi hadis tsb menurut BUkhari lemah sekali .
Perkataan Bukhari seperti itu menurut saya jelas sekali, bukan samar, hingga  mungkin menurut Bukhari mensahihkan. Yang jelas beliau tidak berani memasukkan hadis tsb dalam kitab sahihnya. Dan beliau juga  tidak berani menggunakan Abdullah bin Ma`bad sebagai perawinya . Sarat perawi beliau memang sangat ketat, bukan mudah sekali untuk dimasukkan ke dalam perawinya.
 Kalimat tidak dikenal bahwa Abdullah bin Ma`bad mendengar hadis  tsb dari Abu Qatadah, maksudnya hal  itu sudah mashur sekali  dikalangan ulama  ahli hadis, bukan saja  Bukhari. Bahkan ada hadis  yang di katakan munkar oleh al bani karena perawinya tidak dikenal untuk mengutip hadis  lihat sbb:
السلسلة الضعيفة - مختصرة - (ج 4 / ص 286)
إِنَّ اللهَ يَبْغَضُ الْمُؤْمِنَ لاَ زَبْرَ لَهُ . ( مُنْكَرٌ ) قَالَ اْلعُقَيْلِي : مِسْمَعٌ بْنُ مُحَمَّدٍ لاَ يُعْرَفُ بِالنَّقْلِ وَلاَ يُتَابَعُ عَلَيْهِ بِهَذَا اْلاِسْنَادِ
Sesungguhnya Allah benci kepada Mukmin yang tidak punya akal.

Hadis tsb munkar . Al Uqaili  berkata: Misma` bin Muhammad – perawinya tidak dikenal dengan mengutip hadis, dan tiada  hadis lain  yang mendukung dengan sanad ini.

Komentarku ( Mahrus ali ):
Komentar al Uqaili hadis itu munkar karena perawinya  tidak dikenal untuk menukil hadis. Mirip dengan perkataan Bukhari hadis puasa arafah itu cacat karena perawi  Abdullah bin Ma`bad  tidak dikenal mendengar hadis dari Abu Qatadah.


Di katakan lagi dalam pertanyaan tsb:
Hanya saja Al-Bukhari mengatakan bahwa ia tidak mengetahui penyimakannya dari Abu Qatadah. Jika ia memastikan tidak adanya penyimakan, maka ia akan menggunakan lafadh : “Ia tidak mendengar darinya” atau “mursal” sebagaimana kebiasaan beliau dalam permasalahan ini.

Komentarku ( Mahrus ali ):
Sayang sekali tidak di tunjukkan refrensinya. Dan saya belum tahu refrensinya. Pemahaman seperti itu baru bagi saya, bukan ilmu yang telah lama ku ketahui.Barang  kali itu kebodohan baru yang mnggelapkan  bukan ilmu yang mencerahkan. Setahu saya perkataan Bukhari tadi adalah menunjukkan hadis tsb cacat sanadnya. Alias  lemah.  Daroquthni saja melemahkan dan menyatakan tiada yang sahih.
Saya ( Al barqani ) bertanya kepada Imam Daroquthni tentang hadis Mujahid dari Abu Qatadah dan dari Abul khalil tentang hadis Tsauri temtang keutamaan puasa Arofah .
فَقَالَ : لاَ يَصِحُّ ، وَهُوَ كَثِيْرُ الاِضْطِرَابِ ، مَرَّةً يَقُوْلُ ذَا ، وَمَرَّةً يَقُوْلُ ذَا ، لا َيَثْبُتُ.
Lalu Imam Daroquthni menjawab : Lemah , dia kacau redaksinya . Kadang berkata begini , kadang begini ……………. Tidak tetap , tidak mantap hapalannya.
قال ابن حجر في الفتح (4/237): «أي: ما حكمه، وكأنه لم تثبت الأحاديث الواردة في الترغيب في صومه على شرطه، وأصحها حديث أبي قتادة أنه يكفر سنة آتية وسنة ماضية، أخرجه مسلم وغيره»، وجزم العيني في العمدة (11/107) بأن أحاديث الترغيب في صوم يوم عرفة لم تثبت عند البخاري على شرطه.

وكأنَّ كلَّ ذلك إشارةٌ من البخاري إلى تضعيف إسناد هذا الحديث بالانقطاع، وإقرارٌ بذلك ممن نقل كلامه من الأئمة.

Intinya:
Ibnu Hajar dalam kitab al fath 237/4 menyatakan seolah Imam Bukhari menyatakan hadis – hadis tentang motivasi puasa  arofah tidak sahih menurut sarat Bukhari.
Bahkan al aini dalam kitab al Umdah 107/11 telah memastikan bahwa  hadis – hadis  tsb  tida sahih menurut Bukhari .
Seluruhnya  seolah sebagai  isarat bahwa Imam Bukhari melemahkan  hadis puasa Arofah karena sanadnya terputus. Dan pernyataan  seperti  itu  juga dari kalangan imam – imam yang mengutip perkataan  Bukhari.
Komentarku ( Mahrus ali ):
 Lalu bagaimana  anda menyatakan bahwa pernyataan Bukhari itu masih samar, tidak jelas. Lalu jelasnya bagaimana, apakah Bukhari mensahihkan  hadis  puasa araofah itu? Sudah tentu tidak. Beliau melemahkannya.
Doktor Ahmad al Ghomidi pada tahun 2011  sudah menyatakan :

قلت: إسناده منقطع، فيه عبد الله بن معبد وهو الزماني البصري، قال البخاري: (لا نعرف سماعه من أبي قتادة
Saya ( Doktor Ahmad al  Ghomidi ) berkata: Sanad hadis  keutamaan puasa Arofah adalah terputus karena  Abdullah bin Ma`bad  - al zamani al basri dikatakan oleh Imam Bukhari : Kami tidak tahu dia mendengar  hadis  tsb  dari Abu Qatadah.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sang doktor itu menulis  bab kelemahan  hadis  keutamaan  puasa  Arofah  dengan pengkajian yang mendetil sekali, dengan di paparkan seluruh sanadnya  ternyata  beliau katakan  bermasalah alias lemah. Dan redaksinya dari satu hadis ke hadis yang lain berbeda , kacau sekali. Boleh  dilihat  di sini  degan bahasa arab:



)Dikatakan lagi:
‘Abdullah bin Ma’baad dalam hadits tersebut mempunyai mutaba’ah dari Iyaas bin Harmalah.
Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid no. 194, Ahmad 5/296 & 304, An-Nasa’iy dalam Al-Kubraa 3/220-321, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 4/283, serta Ibnu ‘Abdil-Barr dalam At-Tamhiid 21/162 dari beberapa jalan dari Iyaas bin Harmalah, dari Abu Qataadah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam

Komentarku ( Mahrus ali ):
Lihat komentar Doktor Ahmad al Ghomidi dalam  situs tadi sbb:
وتابع عبد الله بن معبد الزماني في روايته عن أبي قتادة : حرملة بن إياس، واختلف عنه
Intinya, mutabaah Iyas bin Harmalah  itu adalah masih  hilap, atau  tidak sahih.
Komentarku ( Mahrus ali ):
 Sanadnya  sbb:
أخرجه أبو يعلى في المسند [برقم 7548] والطبراني في المعجم الكبير [6/179 برقم 5923] من رواية أبي بكر بن أبي شيبة وهو عنده في المصنف [3/97]، و الطبراني في المعجم الكبير [6/179 برقم 5923] من رواية عثمان بن أبي شيبة، كلاهما عن معاوية بن هشام عن أبي حفص الطائي عن أبي حازم عن سهل بن سعد به.

Ini jawaban dari Doktor Ahmad al Baghdadi :
قلت: هذا الإسناد ضعيف، فيه معاوية بن هشام
Saya ( doktor Ahmad ) sanad ini lemah karena ada perawi Muawiyah bin Hisyam ( yang  lemah ).
وقال الألباني: (فيه ضعف
Al bani mengatakan: Terdapat kelemahan di dalamnya.

Di katakan lagi:
Al-Haitsamiy berkata : “Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa dan Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir. Rijaal Abu Ya’laa adalah rijaal shahiih” [Majma’uz-Zawaaid, 3/189].
Komentarku ( Mahrus ali ):
Doktor Ahmad berkata:
قال الهيثمي في "مجمع الزوائد" [3/189] : ( رواه أبو يعلى والطبراني في الكبير ورجال أبى يعلى رجال الصحيح).
قلت : وعبد السلام بن حفص ليس من رجال الصحيح.
Intinya  apa yang dikatakan oleh Al Haitsami  itu adalah keliru karena  Abd Salam bin Hafs  bukan perawi sahih Bukhari.





Dikatakan lagi:
2. Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma. Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Al-Ausath (Majma’ul-Bahrain no. 1573) dari Sa’iid bin Jubair, ia berkata :
سأل رجل عبد الله بن عمر عن صوم يوم عرفة فقال:" كنا ونحن مع رسول الله صلى الله عليه وسلم يعدله بصوم سنتين"
“Ada seorang laki-laki bertanya kepada ‘Abdullah bin ‘Umar tentang puasa hari ‘Arafah. Maka ia berkata : ‘Kami dulu pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dimana beliau menyamakannya dengan puasa selama dua tahun”.
Al-Haitsaimiy berkata : “Hadits tersebut hasan” [Majma’uz-Zawaaid, 3/190].
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sanadnya di kitab aslinya  Thabrani sbb:
المعجم الكبير للطبراني - (ج 11 / ص 370)
6- حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بن بُشَيْرٍ ، قَالَ : نا يَحْيَى بن مَعِينٍ ، قَالَ : نا مُعْتَمِرُ بن سُلَيْمَانَ ، قَالَ : قَرَأْتُ عَلَى الْفَضْلِ بن مَيْسَرَةَ ، قَالَ : حَدَّثَنِي أَبُو حَرِيزٍ ، أَنَّهُ سَمِعَ سَعِيدَ بن جُبَيْرٍ ، يَقُولُ : سَأَلَ رَجُلٌ عَبْدَ اللَّهِ بن عُمَرَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ ؟ فَقَالَ : كُنَّا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعْدِلُهُ بِصَوْمِ سَنَتَيْنِ
. لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ سَعِيدِ بن جُبَيْرٍ ، إِلا أَبُو حَرِيزٍ عَبْدَ اللَّهِ بن عُمَ
Intinya:
Hadis Hadis tsb  hanya di riwayatkan oleh Abu Hariz bin  Abdillah dari Said bin Jubair.
Abu Hariz menurut Ibnu Hajar adalah perawi yang tidak dikenal identitasnya.  Imam Dzahabi tidak mencantumkan  dia  dlam kitab tahdzibnya. Lihat mausuat ruwatil hadis.
الكامل لابن عدي - (ج 4 / ص 159)
 أبو حريز قاضي سجستان ضعيف
Menurut Imam Nasai : Abu Hariz  hakim di Sijistan adalah  lemah. Lihat al kamil  159/4.
Jadi  hadis  tsb lemah sekali.



Di katakan lagi:
Secara keseluruhan, hadits tersebut adalah shahih.

Komentarku ( Mahrus ali ):
Loh dari mana , kok bisa memberikan kesimpulan sahih itu? Mestinya kesimpulannya hadis tsb lemah , lebih cocok.

Jadi dari  segi  sanad jelas lemah, redaksi hadis kacau.Keterangannya  sbb:


خرجه مسلم في (الصحيح ج2/ص819) قال:
"يكفر السنة الماضية والباقية"
Menurut riwayat Muslim : Puasa arofah bisa menghapus dosa tahun lalu  dan mendatang.


وأخرجه الحاكم في (المستدرك على الصحيحين ج2/ص658) قال

صوم يوم عرفة يكفر السنة وما قبلها"
Menurut riwayat al Hakim , puasa Arofah bisa menghapus  doa tahun ini dan tahun sebelumnya.

وأخرجه البيهقي في (السنن الكبرى ج4/ص286) قال
إني لأحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبلها والسنة التي بعدها".

Sesungguhnya  aku berharap kepada Allah agar puasa Arofah bisa menghapus  dosa  tahun sebelumnya  dan tahun mendatang.

Karena redaksi hadis  kacau seperti ini, maka  menurut ilmu musthalahul hadis,  hadis  tsb jelas lemahnya. Jadi redaksinya lemah , begitu juga sanadnya.
Dan sudah menjadi ketetapan para  ulama bila  hadis kacau redaksinya  maka dikatakan lemah.
البيقونية - (ج 1 / ص 1)
وَذُو اخْتِلاَفِ سَنَدٍ أَوْ مَتْنٍ * مُضْطَرِبٌ عِنْدَ أُهَيْلِ الْفَنِّ
Sanad atau redaksi hadis  yang masih hilaf, bisa  di katakan kacau  ( mudhtharib ) menurut  orang  yang  baru  ahli dalam fak mustholah hadis.
( Al baiquniyah yang di syarahi  oleh  Ibnu Utsaimin ).

Jadi  hadis tentang larangan memotong kuku atau rambut sepuluh hari mines idul adha  adalah lemah karena kacau redaksinya, bukan hadis yang redaksinya sama atau mirip  dengan  redaksi riwayat lain.
Dalam kitab al fiyatus suyuthi juga di terangkan:
ألفية السيوطي - (ج 1 / ص 15)
مَا اخْتَلَفَتْ وُجُوهُهُ حَيْثُ وَرَدْ ... ... مِنْ وَاحِدٍ أَوْ فَوْقُ:مَتْنًا أَوْ سَنَدْ
 ... وَلا مُرَجِّحَ : هُوَ الْمُضْطَرِبُ ... ... وَهْوَ لِتَضْعِيفِ الْحَدِيثِ مُوجِبُ
Hadis yang berbeda baik sanad  atau redaksinya  dari seorang perawi atau lebih  dan tidak  bisa di tarjih. Maka di katakan mudhtharib (  kacau belau ) dan  wajib di lemahkan.   Lihat  alfiyatus suyuthi  15/1

Mau nanya hubungi kami:
088803080803( Smartfren). 081935056529 (XL ) atau  08819386306   ( smartfren


Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan