Jumat, Agustus 08, 2014

Semakin Terbukti Dicurangi Elektabilitas Prabowo-Hatta Kian Naik


INILAHCOM, Jakarta - Pengajuan gugatan tentang hasil rekapitulasi KPU yang dilakukan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ke Mahkamah Konstitusi, ternyata menuang simpati publik sehingga meningkatkan elektabilitas pasangan nomor urut 1 itu.

Pengamat politik dari Universitas Jayabaya Igor Dirgantara mengatakan, setelah ditetapkannya hasil Pilpres oleh KPU pada 22 Juli 2014, kewenangan KPU (proses politik) berakhir. Kewenangan sekarang berada di MK (proses hukum) karena ada gugatan dari pasangan Prabowo-Hatta pada 6 Agustus lalu yang menolak keputusan KPU.

“Publik perlu memahami bahwa perkara Pilpres bukan hanya soal selisih perolehan suara saja, tetapi juga koreksi atas penyelenggaraan pemilu demi mencapai keadilan berdemokrasi. Yang terpenting jalurnya konstitusional. Apalagi dukungan 47 persen suara rakyat terhadap Prabowo-Hatta di Pilpres secara politik bukan jumlah yang kecil,” ujar Igor di Jakarta, Sabtu (9/8/2014).

Ia melanjutkan, Pemilu tanpa demokrasi mungkin saja terjadi seperti di masa Orde Baru, tapi demokrasi tanpa pemilu adalah mustahil. Itu adalah substansi demokrasi, yaitu adanya partisipasi politik. Tetapi, salah satu syarat pemilu disebut demokratis adalah jika para penyelenggara pemilu itu independen dari kepentingan politik dan kecurangan.

“Yang ini menyangkut prosedur berdemokrasi. Disinilah signifikansi dari peran DKPP. Karena apa artinya jika partisipasi politik tinggi, tapi potensi kecurangan juga meningkat,” katanya.

Igor meminta masyarakat jangan hanya bangga sebagai bangsa yang tergolong demokratis di dunia, tapi menutup mata terhadap gejala praktik kecurangan, korupsi, atau intoleransi. Pemilu yang berlangsung aman dan damai punya nilai lebih, tetapi sekarang saatnya praktek kecurangan harus lebih diperhatikan di bangsa ini.

"Karena itu, kini di pundak MK yang punya keputusan mengikat dan final," jelas dia.

Menurut dia, setidaknya ada 2 kecurangan yang perlu dibuktikan dalam Pilpres 2014. Pertama, kecurangan kualitatif, seperti pemilih yang tidak memenuhi syarat atau masalah DPKTB.

"Dan, yang kedua kecurangan kuantitatif, seperti penggelembungan suara atau pengurangan suara para kandidat," ucapnya.

Jika nanti dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di MK kecurangan pemilu itu terbukti dari bukti dan kesaksian yang valid, maka keadilan harus bisa diwujudkan apapun bentuknya.

"Karena semakin pasangan calon dicurangi, maka akan semakin tinggi tingkat popularitas dan keterpilihannya di mata publik, sebagai pihak yang terzolimi," kata Igor.[ris]
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan