Sabtu, Agustus 03, 2013

Visi peradaban komprehensif Jama‘ah al-Ikhwan al-Muslimun

 

Oleh Abu Nisa

Landasan Teori dan Pemikiran
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Semoga karunia dan keselamatan terlimpah pada junjungan kita Muhammad yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, beserta saudara-saudara beliau dari golongan Nabi dan Rasul, para sahabat dan tabi‘in, serta orang-orang yang mengikuti jalan mereka hingga Hari Pembalasan.
Pengantar
Visi peradaban komprehensif Jama‘ah al-Ikhwan al-Muslimun bersumber dari keyakinannya yang mutlak bahwa di dunia ini tidak ada sebuah sistem yang bisa memberi berbagai aturan, kaidah, emosi, dan perasaan yang dibutuhkan oleh sebuah bangsa yang sedang bangkit, sebagaimana yang diberikan oleh Islam kepada semua umat atau bangsa yang sedang bangkit. Al-Qur’an al-Karim penuh dengan gambaran aspek ini secara khusus, serta berbagai contoh yang terkadang disampaikan secara garis besar dan terkadang secara terperinci. Al-Qur’an memberikan solusi terhadap masalah ini secara cermat dan jelas. Manakala suatu umat mengambilnya, maka ia pasti mengantarnya mencapai tujuan. (Risalah an-Nur)
Al-Ikhwan al-Muslimun meyakini bahwa ketika Allah Tabaraka wa Ta‘ala menurunkan al-Qur’an, memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mengikuti Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan meridhai Islam sebagai agama mereka, maka Allah meletakkan di dalam agama ini setiap prinsip yang dibutuhkan bagi kehidupan berbagai bangsa, kebangkitannya, dan kebahagiaannya. Hal itu sesuai dengan firman Allah Tabaraka wa Ta‘ala:
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma‘ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.” (al-A‘raf [8]: 157) (Risalah ila ayyi Syai’in Nad’un-Nas)
Al-Ikhwan al-Muslimun meyakini bahwa Islam mengandung setiap faktor kebangkitan dan unsur-unsur kekuatan utama yang dibutuhkan oleh berbagai umat dan menjadi sandaran berbagai bangsa, berupa…
Pertama, harapan yang luas..
Al-Qur’an memberi umatnya berbagai cara yang mengeluarkannya dari umat yang mati menjadi umat yang setiap elemennya memiliki kehidupan, tekad, harapan, dan ketetapan hati. Cukuplah bagi Anda bahwa Islam menjadikan putus asa sebagai jalan menuju kekufuran, dan pesimisme sebagai salah satu bentuk kesesatan. Mari kita membaca firman Allah Ta‘ala:
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir‘aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu.” (al-Qashash [28]: 5-6)
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zhalim.” (Ali Imran [3]: 139-140)
“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.” (al-Hasyr [59]: 2)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.’” (al-Baqarah [2]: 214)
Kedua, merasa terhormat dengan nasionalismenya sebagai umat yang utama dan baik, serta memiliki berbagai keistimewaan dan sejarahnya sendiri, hingga gambaran tersebut terpatri di dalam jiwa putra-putranya, sehingga mereka menebus kemuliaan dan kehormatan itu dengan darah dan nyawa mereka, bekerja demi kebaikan tanah air ini, kejayaan, dan kebahagiaannya. Mari kita baca firman Allah:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (Ali Imran [3]: 110)
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (al-Baqarah [2]: 143)
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin.” (al-Munafiqun [63]: 8)
Ketiga, bangsa-bangsa yang bangkit membutuhkan kekuatan yang adil dan penempaan putra-putranya dengan karakter militer, karena “kekuatan merupakan jalan paling ampuh untuk membenarkan yang benar”. Allah berfirman, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.” (al-Anfal [8]: 60)
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.” (al-Baqarah [2]: 216)
“Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah.” (an-Nisa’ [4]: 74)
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (ash-Shaf [61]: 4)
Keempat, bagi bangsa-bangsa yang sedang bangkit, kekuatan saja tidak cukup. Sebagaimana semua bangsa membutuhkan kekuatan, ia juga membutuhkan ilmu pengetahuan yang mengimbangi kekuatan ini dan mengarahkannya ke arah yang terbaik, serta memberinya berbagai inovasi dan temuan yang dibutuhkannya. Allah berfirman:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (al-‘Alaq [96]: 1-5)
“Katakanlah, ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (az-Zumar [39]: 9)
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (Fathir [35]: 27-28)
Kelima, bangsa-bangsa yang sedang bangkit sangat memerlukan moral yang baik, kuat, dan kokoh, dan jiwa yang besar, tinggi, dan tegar. Karena ia akan menghadapi berbatai tuntutan era baru—masa kebangkitan—yang tidak bisa dicapainya kecuali dengan moral yang kuat, jujur, dan bersumber dari iman yang mendalam, keteguhan yang mantap, pengorbanan yang besar, dan daya tahan yang memadai. Mari kita baca firman Allah:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams [91]: 9-10)
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (ar-Ra‘d [13]: 11)
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya), supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu Karena kebenarannya.” (al-Ahzab [33]: 23-24)
Keenam, bangsa-bangsa yang bangkit sangat membutuhkan manajemen ekonominya, dan itu merupakan perkara paling penting di zaman ini. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (an-Nisa’ [4]: 5)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik harta adalah milik orang yang shaleh.” (Hadits)
Ketujuh, berbagai aturan (sistem) bagi individu, keluarga, umat, rakyat, pemerintah, dan hubungan internasional.
Terakhir, Ustadz al-Banna menegaskan bahwa di samping pilar-pilar di atas yang berkaitan dengan kebangkitan umat secara langsung, Islam juga memberikan berbagai sistem pada semua level, dari individu hingga negara, untuk menegakkan masyarakat yang baik dan maju. Mengenai hal ini Ustadz al-Banna menyatakan:
“Ini merupakan satu di antara sekian aspek keindahan dalam sebagian sistem Islam, yaitu sistem yang berkaitan dengan kebangkitan umat, yang tengah menghadapi masa kebangkitan. Jika kita kaji seluruh aspek keindahan dalam setiap sistem Islam maka kajian itu membutuhkan berjilid-jilid buku besar dan saling bersinggungan sisi-sisinya. Cukuplah bagi kita sebuah kalimat global, bahwa sistem Islam yang berkaitan dengan individu, keluarga, atau umat, baik pemerintah atau rakyatnya, serta hubungan antar bangsa telah merangkum berbagai sisi penghayatan, kecermatam, pengutamaan maslahat, dan penjelasannya. Ia merupakan sistem yang paling sempurna dan paling bermanfaat di antara sistem yang dikenal manusia, baik sekarang atau di masa lalu. Pernyataan ini didukung dengan sejarah dan dikuatkan oleh penelitian yang cermat dalam semua sisi kehidupan umat.” (Risalah Nahwan-Nur)
Jama‘ah Al-Ikhwan al-Muslimun sejak awal berdirinya telah merumuskan tugasnya dengan sejelas-jelasnya, dan telah dijelaskan oleh pendirinya, Imam Syahid, dengan penjelasan yang paling gamblang. Imam al-Banna telah menentukan tugas tersebut dalam empat poin berikut ini:
1. Membebaskan umat dari belenggu politik, dan membangunnya dari awal.
2. Menegakkan sistem Islami yang komprehensif.
3. Menghadapi peradaban materi.
4. Memimpin dunia dan membimbing umat manusia.
Proyek peradaban Islami yang kita cita-citakan merupakan proyek kemanusiaan universal yang bertujuan mewujudkan sebaik-baik umat manusia secara umum. Proyek ini sangat luas dan membentang di cakrawala luas tanpa batas. Di dalamnya semangat kerja dan kreasi sangat menonjol agar sejalan dengan gerak alam semesta, dalam sebuah keserasian, harmoni, dan keseimbangan, serta mencakup elemen ruh, akal, dan jasad. Proyek ini berpijak pada landasan iman, dan menghubungkan antara bumi dan langit.
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan