Sabtu, Juli 27, 2013

200 ORANG SYAHID DIBANTAI POLISI MESIR,POLISI CUCI TANGAN

Pembantaian dini hari Sabtu (27/7) menjadi tambahan catatan hitam kejahatan aparat keamanan dan militer Mesir pasca kudeta 3 Juli 2013. Sejak dini hari hingga siang ini setidaknya 200 nyawa telah melayang dan ribuan terluka akibat penyerangan bersenjata yang dilakukan sejumlah aparat di Nasr Street, depan Monumen Pahlawan Tak Dikenal dan kampus Al Azhar, Nasr City, Kairo. Para korban adalah demonstran pendukung legitimasi Mursi di Rabea el Adawea yang bertahan dan berjaga-jaga di kawasan tersebut.

Menurut informasi petugas medis klinik darurat Rabea el Adawea mayoritas korban mengalami luka tembak di kapala. Sebagaimana laporan di lapangan bahwa demosntran ditembaki aparat bersenjata dan sniper dari atas gedung kampus Al Azhar yang berada di pinggir jalan tersebut.


Namun pihak Kementrian Dalam Negeri membantah keterlibatan pihaknya membunuh demonstran di Nasr City. Dalam konferensi persnya juru bicara Kemdagri, Mayjen Hani Abdel latif menyatakan bahwa insiden ini bermula ketika demonstran Rabea el Adawea melakukan long march dan menutup jembatan 6 Oktober sehingga membuat lalu-lintas macet. Massa ini mendapat perlawanan dari warga setempat hingga terjadi kontak senjata hingga menewaskan 21 demosntran.


Adapun aparat keamanan -menurut Hani-

hanya berupaya melerai, mencegah penutupan jalan dan menjaga kepentingan warga dengan menggunakan gas air mata untuk membubarkan mereka. Akan tetapi hal ini dibantah oleh pihak demonstran pendukung Mursi. Menurut sumber -sebagaimana dilansir rassd -sejumlah aparat keamanan menembakkan gas air kepada demonstran anti kudeta yang berada di jembatan Oktober, yang membuat para demonstran membangun pagar manusia untuk mencegah aparat keamanan mendekat dan mencegah aparat keamanan menuju Rabea. Hal ini terjadi di saat menteri dalam negeri, Mu'taz Ad-Damardasy melalui televisi Al-Hayah mengungkapkan bahwa demosntrasi pro-legitimasi akan dibubarkan dalam waktu dekat sesuai dengan hukum.

Pembelaan yang sama juga disampaikan oleh Kemdagri Mesir terkait bentrokan berdarah di masjid Qaid Ibrahim, Alexandria yang menewaskan puluhan orang kemarin sore (26/7).


Kebohongan untuk legalisasi pembantaian


Pembelaan seperti ini bukan pertama kali dilakukan oleh aparat keamanan Mesir untuk melegalkan pembantaian atas demonstran. Seperti pembantaian Garda Republik,  mereka mengklaim sedang melakukan pembersihan terhadap teroris yang berupaya menyerang Garda Republik. Padahal mereka melakukan penyerangan terhadap demonstran damai yang sedang menunaikan Shalat Shubuh.


Ahmed Maher, salah satu pendiri Gerakan Pemuda 6 April menyindir pernyataan Kemdagri yang menyatakan, "Sepanjang sejarahnya polisi Mesir tidak pernah menembaki demonstran." Lalu siapa yang membantai demonstran tanggal 28 Janurai 2011 dan pelaku pembantaian di Muhammad Mahmud? Lalu siapa yang membantai "Jeka" (nama korban revolusi 25 januari)? (sinai) 


 
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan