Sabtu, Maret 09, 2013

Tarekat Syatariyah ke 5



Dalam artikel tsb di jelaskan lagi:

Syattariyah yang berkembang di Nusantara lewat bukunya Tuhfat al-Mursalat ila ar Ruh an-Nabi, sebuah karya yang relatif pendek tentang wahdat al-wujud.,

Saya katakan:  Ibnu taimiyah mengatakan:
فَإِنَّ صَاحِبَ هَذَا الْكِتَابِ الْمَذْكُورِ الَّذِي هُوَ فُصُوصُ الْحُكْمِ وَأَمْثَالُهُ مِثْلُ صَاحِبِهِ القونوي والتلمساني وَابْنِ سَبْعِينَ والششتري وَابْنِ الْفَارِضِ وَأَتْبَاعِهِمْ ؛ مَذْهَبُهُمْ الَّذِي هُمْ عَلَيْهِ: أَنَّ الْوُجُودَ وَاحِدٌ ؛ وَيُسَمَّوْنَ أَهْلَ وَحْدَةِ الْوُجُودِ وَيَدَّعُونَ التَّحْقِيقَ وَالْعِرْفَانَ وَهُمْ يَجْعَلُونَ وُجُودَ الْخَالِقِ عَيْنَ وُجُودِ الْمَخْلُوقَاتِ فَكُلُّ مَا يَتَّصِفُ بِهِ الْمَخْلُوقَاتُ مِنْ حَسَنٍ وَقَبِيحٍ وَمَدْحٍ وَذَمٍّ إنَّمَا الْمُتَّصِفُ بِهِ عِنْدَهُمْ: عَيْنُ الْخَالِقِ وَلَيْسَ لِلْخَالِقِ عِنْدَهُمْ وُجُودٌ مُبَايِنٌ لِوُجُودِ الْمَخْلُوقَاتِ مُنْفَصِلٌ عَنْهَا أَصْلًا ؛ بَلْ عِنْدَهُمْ مَا ثَمَّ غَيْرُ أَصْلًا لِلْخَالِقِ وَلَا سِوَاهُ. وَمِنْ كَلِمَاتِهِمْ: لَيْسَ إلَّا اللَّهُ. فَعُبَّادُ الْأَصْنَامِ لَمْ يَعْبُدُوا غَيْرَهُ
Sesungguhnya pengarang kitab  Fususul hikam atau sesamanya  seperti temannya  al Qaunawi dan tilmisani, Ibnu sab`in , syastari, Ibnul Faridh  dan pengikut- pengikutnya. Madzhab mereka adalah wujud itu satu. mereka di beri nama  wahdatul wujud atau  boleh di kata manuggaling gusti. mereka mengaku telah tahkik dan ma`rifat. Mereka  menyatakan  wujud pencipta  adalah wujud nya mahluk, yani satu. Sifat – sifatNya   baik, jelek, pujaan atau hinaan juga satu  dan menyatu dengan mahluk,.,.
Mata Pencipta berpisah dengan mahluknya, menurut  mereka pencipta tidak punya wujud yang berbeda dengan wujudnya mahluk. Tiada lainNya menurut mereka. Di antara perkataan mereka: hanya Allah yang ada. Penyembah berhala pun menyembah kepadaNya. [1]
  Jadi tarekat syattariyah mengantarkan manusia ke wahdatul wujud maka termasuk menyimpang  dari jalur yang lurus. Sebab di dunia ini tidak di perbolehkan di katakan bahwa Allah menyatu dan tiada sesuatu kecuali Allah. Hal itu bertentangan dengan ayat:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,[2]
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah memerintah kepada Nabi Muhammad  dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.
Ber arti ada Allah pencipta yang memerintah dan ada Muhammad yang di perintah. Jadi tidak dibenarkan manunggaling gusti disini.
Ada ayat lagi:
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu Yang Maha Besar.[3]
Ayat tersebut menyatakan Allah memerintah kepada Nabi Muhammad untuk membaca tasbih  dengan menyebut nama Tuhan nya yang agung. Ber arti tidak boleh di katakan bahwa di dunia ini hanya ada Allah , tidak ada bintang, bulan, langit, matahari. Sebab menurut wahdatul wujud. Bulan itu  Allah, matahari itu Allah bahkan semutpun Allah. Akidah itu keliru dan bukan akidah para nabi.

Lukman berkata:
. Sedang kaum Syattar memperolehnya dengan bimbingan langsung dari arwah para wali. Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang tercepat untuk sampai kepada Allah SWT.

Saya katakan: Bimbingan yang paling  layak di buat pegangan  adalah bimbingan guru yang masih hidup, bukan bimbingan dari arwah para wali. Lho nyimpang lagi, siapakah yang menuntun anda sampai menyatakan bahwa arwah para wali yang berada di banyak negara  dan tempatnya ada yang jauh  dan  dekat bisa membimbing kepada pengikut tarekat syattariyah. mengapa bukan arwah para rasul saja yang membimbing. Mana dalilnya dari al Quran atau hadis. Bila tidak ada maka tidak perlu di pakai, bahkan lemparkan saja  kalimat seperti itu. Allah telah menyatakan:
أَمْ لَكُمْ سُلْطَانٌ مُبِينٌ(156)فَأْتُوا بِكِتَابِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Atau apakah kamu mempunyai bukti yang nyata? Maka bawalah kitabmu jika kamu memang orang-orang yang benar.[4]
أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ(37)إِنَّ لَكُمْ فِيهِ لَمَا تَخَيَّرُونَ
Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya?, bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu.[5]
Apakah mursyid syattariyah tahu  arwah para wali ? Mereka membimbing atau berkencan dengan sesamanya. Mungkin dia melihat jin jahat lalu dianggap wali saleh. Pada hal roh itu tidak bisa di lihat, kita harus kembali kepada ayat:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".[6]
وَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرُّوحِ فَسَكَتَ حَتَّى نَزَلَتِ الْآيَةُ *
Ibnu Mas`ud ra berkata: “ Nabi saw,  ditanya tentang roh lalu diam hingga ayat turun[7]
Rasulullah SAW sendiri tidak mengetahui roh, apakah dia lebih tinggi martabatnya  dari pada Rasulullah SAW. Bila benar begitu, maka kita pilih teladan Rasulullah SAW saja dari pada mursyid syattariyah. Allah berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.  [8]
Dalam artikel itu di jelaskan lagi:
Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang tercepat untuk sampai kepada Allah SWT.
Saya katakan: tehnis dzikir syattariyah menurut saya adalah kebid`ahan yang harus di tolak, bagaimanakah bisa di katakan lebih cepat mendekat kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda:
. مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barang siapa mengada-ngadakan sesuatu dalam urusan agama yang tidak terdapat dalam agama maka dengan sendirinya tertolak * [9]
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ *
Barang siapa yang menjalankan sesuatu yang tidak cocok dengan urusan kami maka tertolak.[10] 
Bila tertolak, sudah tentu tambah jauh dengan Allah, sayangnya pengikut  dan pelakunya tidak mengerti hal itu, lalu menganggap apa yang di katakan oleh mursyidnya benar dan tidak di cocokkan lagi dengan ilmu hadis atau  dalil dari Al Quran.
Ada cara cepat untuk mendekat kepada Allah melalui hadis sbb:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ *
,Rasulullah SAW  bersabda: Sesungguhnya Allah taala  bersabda:” Barang siapa  yg memusuhi waliKu, sungguh aku memberi izin kepadanya untuk berperang,  Tiada kebaikan yg di lakukan oleh hambaKu yg lebih Kusenangi dari pada menjalankan apa yg Kuwajibkan kepadanya Tiada hentinya seorang hamba mendekat kepadaKu dengan ibadah – ibadah sunah  hingga Aku mencintainya. Bila Aku mencintainya, Akulah yg menjadi pendengarannya  yg dibuat mendengar ( hingga dia akan senang mendengar kebaikan dan benci mendengar kejelekan ) dan penglihatannya yg dibuat melihat, tangannya yg dibuat menampar ( hingga  tidak akan dibuat menampar sesama muslim dan akan  dibuat  bergerak di jalan Allah ), menjadi kakinya  yg  dibuat berjalan,Bila dia minta kepadaku,akan Ku beri. Bila minta perlindungan kepadaKu akan Ku lindungi.  
Aku selalu mondar mandir untuk mencabut rohnya karena dia  tidak suka mati dan Aku tidak mau menyakitinya.[11]
blog ke tiga
Mau nanya hubungi kami: 088803080803. 081935056529

[1] 134/1 Majmu` fatawa libni Taimiyah  134/1
[2] Al qalam 1
[3] Al haqqah 52
[4] As shoffat 156-157
[5]  Al Qalam  37-38
[6] Al isra` 85
[7] Sahih Bukhori
[8] Al Ahzab 21
[9] HR Bukhori / Salat / 2499. Muslim / Aqdliah / 3242. Abu dawud/Sunnah / 3990. Ibnu Majah / Muqaddimah /14. Ahmad / 73,146,180,240,206,270/6

[10] Sahih Bukhori
[11] HR Bukhori / Roqoq/6502.
Artikel Terkait

5 komentar:

  1. Anda perlu belajar lagi, wahdatil wujud di syathariyah itu gak sama dg yg anda pahami. Anda akan menemukan jawaban wahdatil wujud bila menyelami ayat "idz ramaita fa laa ramaita fa innallaha rama"

    BalasHapus
  2. Anda salah dalam memahami konsep wahdatil wujud. Belajar lagi ya mr.mantan. anda pasti akan kaget bila menyelami ayat "idz ramaita fa laa ramaita fa innallaha rama" . kecuali bila anda membiarkan diri anda larut dalam penafsiran yg penafsirnya sendiri juga tdk yakin kebenaran tafsirannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagaimana yg benar wihdatul wujud itu hai Rozi

      Hapus
    2. Penjelasannya banyak tersebar di ayat alqur'an itu sendiri, dari yg paling simpel hingga yg filosofik, misalnya dalam ayat "innallaha ma'ana" artinya allah itu bersama kita, ini mengandung makna bhw kita tidur bersama allah, makan bersama allah, minum brsama allah, kerja brrsama allah, sakit bersama allah, mandi bersama allh, sepak bola bersama allah, bilyard bersama allah, haji bersama allah, bernafas bersama allah, tidak kerja kalau tdk dg allah, tdk shalat kalau tidak dg allah, tdk setir mobil kalau tdk dengan allah, tdk menulis kalau tdk brsama allah dan seterusnya. Meskipun begitu kebersamaan dg allah dalam segala kgatan tersebut tidak merubah seseorang tadi menjadi tuhan. Org tadi tetap menjadi manusia selamanya sampai mati.

      Hapus
  3. Mungkin diskripsi ini bisa membantu walaupun tdk pas benar. Seseorang yg pernah nyantri di ponpes tebuireng , maka ia menjadi bagian utuh dari kesatuan kehidupan ponpes tebuiren, tinggalnya disitu, namanya tercatat di situ, makannya ya disitu, bernafasnya ya disitu, Tapi orang tersebut tidak lantas berubah menjadi ponpes tebuireng. Orang tersebut tetap jadi orang. Makanya dalam wahdatil wujud itu org tidak akan berubah jadi tuhan. Tetapi keberadaan tuhan itu benar2 dekat melebihi urat nadi leher nyata benar dapat dirasakan. Maka di sinilah ilmu ttg esanya dzat allah menjadi syarat mutlak diperlukan. Tanpa ilmu tauhid ini mustahil org mampu mencapainya.

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan