Jumat, Januari 25, 2013

Jawabanku untuk Idrus Ramli ( LBMNU Jember)




Idrus Ramli anggota LBMNU Jember menulis

Dalam kitab al-Ruh karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (ulama rujukan wahabi) terdapat beberapa kisah yang mengindikasikan bahwa orang yang sudah meninggal dapat memberikan manfaat terhadap orang yang masih hidup. Tentunya hal ini sangat berseberangan dengan keyakinan kaum Wahabi pada umumnya, termasuk juga Mahrus Ali. Dan ketika argumen-argumen ini disodorkan kepada Mahrus Ali sering ditanggapi dengan kurang obyektif.
Seringkali Mahrus Ali dengan berani menyalahkan hasil ijtihad guru-guru besar di kalangan Wahabi, seperti Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ibnu Taimiyah, dan Muhammad bin Abdul Wahhab tentang apa yang mereka sampaikan bertentangan dengan keyakinan umum ummat Wahabi. Bahkan yang lebih parah lagi Mahrus Ali mengangggap bahwa al-Ruh bukan karya Ibnu Qayyim!.

Dalam buku Sesat Tanpa Sadar (hal. 95), Mahrus Ali berkata :

“Tim LBM NU Jember dalam MKB (hal. 16-17) menyitir pernyataan Ibnu Qayyim al-Jauziyah ulama besar yang biasanya tidak punya harga di kalangan mereka, sebagai berikut:

Nabi SAW telah menetapkan kepada umatnya, apabila mereka mengucapkan salam kepada ahli kubur agar mengucapkannya seperti layaknya salam yang diucapkan kepada orang yang masih hidup yang ada di hadapannya, dan ini berarti berbicara kepada orang yang mendengar dan berakal, andaikan tidak demikian, niscaya khitab ini sama dengan berbicara kepada sesuatu yang tidak ada atau tidak berjiwa. Ulama salaf sepakat tentang hal ini, dalil-dalil atsar seluruhnya mutawatir dari mereka bahwa mayyit mengetahui ziarahnya orang yang hidup, dan merasa senang dengannya. (al-Ruh, hal. 24)

Setelah menyebutkan pernyataan di atas Mahrus Ali berkomentar dalam bukunya:

”Sebagaimana disampaikan oleh Ulama Tahqiq, sangat meragukanjikalau kitab tersebut disandarkan kepada Ibnu Qayyim, bisa saja beliau mengarangnya tetapi pada waktu dalam permulaan mencari ilmu.” (Sesat Tanpa Sadar, Mahrus Ali, hal. 95)

Sebenarnya dengan perkataan itu Mahrus Ali harus mengajukan bukti bahwa kitab tesebut memang bukan karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Alangkah bagusnya andaikata Mahrus Ali mau membaca literatur Ibnu Qayyim yang seperti ini dengan pandangan ingin mengetahui kebenaran.

Untuk menjawab komentar Mahrus di atas, kami akan mengutip pernyataan al-Syaikh Bakar Abdullah Abu Zaid, salah satu ulama senior wahabi, beliau berkata dalam kitab Ibnu Qayyim al-Jauziyyah Hayatuhu, Atsaruhu Wa Mawariduhu tentang keabsahan nisbah kitab al-Ruh terhadap Ibnu Qayyim al-Jauziyyah:

“Sudah populer di kalangan para penuntut ilmu bahwasannya kitab al-Ruh dikatakan bukan sebagai karya Ibnu Qayyim, seandainya memang itu adalah tulisan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, berarti beliau telah menulisnya sebelum menjadi murid Ibnu Taimiyah. Pernyataan inilah yang sering dibicarakan para ulama di majelis-majelis ilmu, akan tetapi saya tidak pernah mendapatkannya terbukukan dalam satu kitab, barangkali memang ada, akan tetapi belum terbaca oleh kami.” Permasalah yang timbul ini menggerakkan saya untuk mengkaji kembali serta membaca sekali lagi al-Ruh dari pertama sampai akhir, yang menghasilkan dua kesimpulan sebagai berikut:
Kitab al-Ruh murni karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, hal ini didasarkan pada beberapa alasan: Pertama, kitab ini banyak dikutip oleh beberapa ulama terkemuka dalam kitab-kitab mereka, seperti al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqalani. Kedua, Ibnu Qayyim mengisyaratkan akan adanya kitab ini dalam kitabnva yang lain yaitu Jala’ al-Afhamdi bab keenam, tatkala beliau menerangkan satu hadits, beliau berkata: ” Aku tulis hadits ini secara komprehensif dalam kitabku al-Ruh”. Ketiga, kitab ini mendapat apresiasi tinggi dari al-Imam Burhanuddin al-Biqa’i salah seorang murid al-Hafizh Ibnu Hajar, dengan menulis intisari kitab tersebut, dan beliau beri nama Sirr al-Ruh. Keempat, dalam kitab al-Ruh Ibnu Qayyim menyebut kitab yang lebih besar, yaitu Ma’rifah al-Ruh Wa al-Nafs, kitab ini juga beliau sebutkan dalam Jala’ al-Afham. Kelima, kalau kita betul-betul pengalaman membaca karya-karya Ibnu Qayyim serta memahami seluk-beluk bahasa yang digunakan, kita akan tahu bahwa al-Ruh merupakan tulisan Ibnu Qayyim.
Kitab al-Ruh ditulis setelah beliau berguru dengan Ibnu Taimiyah, hal ini meninjau dua alasan: Pertama, kutipan beliau akan pernyataan Ibnu Taimiyah dalam kitab tersebut, malah kitab tersebut beliau tulis setelah gurunya tersebut meninggal. Kedua, dalam urusan Aqidah beliau mengikuti konsep aqidah Ibnu Taimiyah, yaitu pembagian tauhid menjadi tiga, uluhiyyah, rububiyyah, dan asma’ wa al-sifat.

Kesimpulan dari pernyataan Syaikh Bakar Abdullah Abu Zaid sangat jelas, bahwa kitab al-Ruh adalah karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah, serta ditulis setelah berguru kepada Ibnu Taimiyah. Bahkan kitab tersebut ia tulis setelah gurunya meninggal. Yang menjadii pertanyaan, apa yang melandasi pendapat Mahrus Ali bahwa kitab al-Ruh bukan karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah? Apakah hanya dikarenakan kitab tersebut banyak menyebutkan hal-hal yang berseberangan dengan faham wahabi?

Wallahu a’lam.

(Oleh: Ust. M. Idrus Ramli dalam buku “Kiai NU atau Wahabi yang Sesat Tanpa Sadar?”)
Komentarku ( Mahrus ali):
Di katakan dalam artikel tsb sbb:

Seringkali Mahrus Ali dengan berani menyalahkan hasil ijtihad guru-guru besar di kalangan Wahabi, seperti Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ibnu Taimiyah, dan Muhammad bin Abdul Wahhab tentang apa yang mereka sampaikan bertentangan dengan keyakinan umum ummat Wahabi. Bahkan yang lebih parah lagi Mahrus Ali mengangggap bahwa al-Ruh bukan karya Ibnu Qayyim!.

Komentarku ( Mahrus ali): 
Saya ini tidak suka dengan ijtihad, senang dengan dalil. Sebab ijtihad itu sama dengan berpendapat dalam agama. Saya ingin dalil bukan pendapat. Bila guru ahli bid`ah membawakan dalil saya terima dengan senang hati dan saya ucapkan jazakallohu khaira, karena saya mendapat ilmu baru bukan ilmu lama, bukan mendapat ilmu akal – akalan  atau ilmu kebid`ahan dan hurofat. Bila  guru – guru  saya di Saudi arabia tidak membawa dalil, lalu akal – akalan , atau membawa dalil tapi di tafsiri sesuai dengan ajaran golongannya, sekalipun menurut pengamatan  saya, hal ini jarang mereka lakukan di bandingkan dengan kalangan tokoh ahli bid`ah, maka  saya tolak , dan tidak saya terima selamanya. Saya bukan figuritas, fanatik golongan, nasionalis, sektarian, saya ingin Islam yang kaffah, landasannya dalil bukan opo jarene guru.atau apa kata lingkungan, teman atau atasan. Saya berpegangan kepada ayat:
هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar".[1]
Bila tiada dalil, maka sudah tentu dusta kepada agama, dusta kepada Allah dan RasulNya. Ini berat sekali. Lihat ayatnya:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلاَمِ وَاللهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.[2]
Allah juga berfirman:
أَمْ لَكُمْ سُلْطَانٌ مُبِينٌ(156)فَأْتُوا بِكِتَابِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Atau apakah kamu mempunyai bukti yang nyata? Maka bawalah kitabmu jika kamu memang orang-orang yang benar.[3]


Di katakan dalam artikel tsb sbb:
Sebenarnya dengan perkataan itu Mahrus Ali harus mengajukan bukti bahwa kitab tesebut memang bukan karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Alangkah bagusnya andaikata Mahrus Ali mau membaca literatur Ibnu Qayyim yang seperti ini dengan pandangan ingin mengetahui kebenaran.

Saya jawab:
Mana manuskripnya? Sampai sekarang tidak ada, di saat buku – buku  milik Ibn Qayyim al jauziyah yang lain ada manuskripnya. Ini sinyal kurang baik. Boleh jadi orang syi`ah yang menulis lalu di atas namakan Ibn Qayyim, atau ahli bid`ah yang suka dusta menulis lalu di atas namakan Ibn Qayyim sebagaimana kitab al aufaq , konon bukan Imam Ghozali yang mengarangnya. Dan sering kali, orang Syi`ah melakukan seperti itu sebagaimana kasus kitab Murojaat dll.
   Tulisan tangan Ibn Qayyim al Jauziyah sebagai manuskrip itu penting bukan tulisan mesin cetak yang bisa di manipulasi.Lihat jawaban  al bani sbb:

Benarkah Kitab Ar-Ruh Karya Ibnul Qayyim (?)

 http://madrasahjihad.files.wordpress.com/2011/07/ruh.jpg

ذكرت في تحقيقك لكتاب اﻻيات البينات للعلامة
 اﻻلوسي ان كتاب الروح مشكوك في نسبته الى ابن قيم الجوزية ما صحت ذلك؟
Engkau pernah menyebutkan dalam tahqiq (penelitian) atas kitab “al-ayat al-bayyinat” karya Al-’Allamah Al-Aluusi bahwa engkau meragukan kitab “ar-ruh” itu ditulis oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, benarkah hal tersebut?
Jawab: Benar saya meragukan kalau buku itu ditulis oleh Ibnul Qayyim, karena dalam kitab tersebut dibawakan kisah-kisah dan riwayat-riwayat yang munkar. Sampai saat ini saya belum mendapati manuskripnya untuk dijadikan rujukan utama dalam meneliti apakah kitab tersebut ditulis oleh Ibnul Qayyim.
Syaikh Muhammad Naashiruddin Al-Albani rahimahullah
Fatawa Al-Madinah 15


[1] Namel 64
[2] As shof 7
[3] As shoffat 156-157

Artikel Terkait

4 komentar:

  1. Apa manfaat bagi kalian bantah2an dalam agama???

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini polemik untuk cari kebenaran dari pada diam saja dalam kesalahan dan kesalahan itu menyesatkan orang banyak. Marilah kita diskusikan

      Hapus
  2. Kalau mau berpolemik lebih baik temuin lansung ustad Idrus Ramli nya, dan lagi nama account mantan kyai NU di blog bukan nama asli.. kenapa harus menutupi identitas asli?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk muhammad syahreza
      Telp saja saya, nomer telpon saya banyak tercantum di bawah artikel blog ini, atau bantah saja artikel saya ini, nanti akan saya balas. Boleh juga pergilah ke rumah saya dan kita bahas dengan baik

      Hapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan