Rabu, November 14, 2012

9 Tahun Khatamkan Al-Qur'an Malam Rabu Pahing untuk Gus Dur






Selasa Legi, sehabis shalat ashar, beberapa penghafal Al-Qur’an mulai membaca surat Al-Fatihah. Hataman Al-Qur’an dimulai. Menjelang matahari terbenam adalah saat-saat malaikat pencatat amal melaporkan amal perbuatan manusia ke langit. Hari Selasa Legi itu mereka ingin dicatat sedang mengkhatamkan Al-Qur’an.

Khataman Al-Qur’an berlangsung sepanjang malam, sampai subuh. Malam Rabu Pahing adalah malam kelahiran KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Khataman Al-Qur’an malam Rabu Pahing dilakukan oleh KH Muhammad Musthofa dan istrinya, serta beberapa orang hafidz-hafidzoh sejak 2003, sekitar 9 tahun yang lalu. Waktu itu, pada malam Rabu Pahing, sebenarnya Gus Dur hanya memerintahkannya untuk sekedar mengadakan acara syukuran, semacam tumpengan dengan mengundang para pekerja bangunan; berdoa sebentar kemudian makan-makan. Gus Dur sedang merenovasi bangunan Pondok Pesantren Ciganjur yang akan segera ditempati para santri. “Kalau mau menempati tempat baru harus dimulai dengan hal baik,” kata Gus Dur dalam bahasa Jawa.

Namun Musthofa mengusulkan, sekalian saja diadakan khataman Al-Qur’an. “Saya dan teman-teman sekalian minta izin untuk menjaga hafalan Al-Qur’an,” katanya kepada Gus Dur. “Oh iya baik itu,” sahut Gus Dur, dan tradisi hataman Al-Qur’an malam Rabu Pahing itu berlangsung hingga malam Rabu Pahing, 14 November 2012. “Alhamdulillah kami bisa istiqomah tidak pernah libur,” kata Pak Mus, begitu sebagian santri senior Pesantren Ciganjur memanggilnya. Para santri baru memanggilnya “Gus”, ada juga yang memanggil “Kiai”.

Pak Mus adalah salah seorang abdi Gus Dur yang setia, yang melayani Gus Dur saat berada di ndalem Ciganjur. Ia yang menemani dan menuntun Gus Dur saat jalan-jalan di pagi hari, saat menerima tamu; yang menggelar tikar untuk tidur Gus Dur di malam hari, sambil sesekali memijit, dan Gus Dur sering bercerita kepadanya tentang Kiai; tentang pesantren; tentang banyak hal. Konon, menurut sebagian santri, istri Gus Dur Ibu Sinta Nuriyah sering dibuat cemburu karena waktu-waktu suaminya lebih banyak dihabiskan bersama orang ini.

Saat aktifitas mengaji di Pesantren Ciganjur dimulai, Pak Mus diminta Gus Dur mendampingi para santri yang datang dari berbagai daerah. Umumnya para santri yang datang sudah pernah mengenyam pendidikan pesantren, dan mereka datang ke Pesantren Ciganjur untuk berguru langsung kepada Gus Dur, sembari kuliah di Jakarta.

Beberapa hari setelah Gus Dur meninggal, Pak Mus pindah ke sebuah rumah kontrakan yang lumayan luas di daerah Sawangan, Depok, beserta beberapa orang santri yang sedang belajar langsung kepadanya. Sementara sebagian besar santri tetap tinggal di pesantren. Dan pada malam Rabu Pahing itu para santri yang tinggal di Ciganjur datang ke kontrakan Pak Mus untuk mengikuti khataman Al-Qur’an.

Khataman Al-Qur’an hanya dilakukan oleh mereka yang hafal Al-Qur’an. Para santri dan puluhan tamu yang tidak menghafal hanya ikut menyimak pembacaan Al-Qur’an itu sambil duduk, sesekali menikmati hidangan seadanya.

Khataman al-Qur’an dilakukan dua tempat, satu untuk para hafidz (laki-laki) dan satu untuk hafidzoh (perempuan). Awalnya khataman hanya diikuti oleh para penghafal Al-Qur’an dari PTIQ dan IIQ Jakarta, namun saat ini telah diikuti oleh panyak penghafal Al-Qur’an yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya.

Kata Pak Mus, khataman malam Rabu Pahing di hari lahir Gus Dur ini sudah mempunyai dua cabang. Khataman serupa juga diadakan di Solo dan Sidoarjo. Bahkan di Pasuruan, tepatnya di Pondok Pesantren Ar-Roudhoh, desa Paserpen, kecamatan Tambaksari, tak mau kalah. Mereka menyelenggarakan khataman Al-Qur'an untuk Gus Dur setiap malam Rabu, seminggu sekali. “Kita semua ingin menjaga (hafalan) Al-Qur’an sambil ngalap berkah Gus Dur,” kata Pak Mus.

Khataman berlangsung sepanjang malam. Ketika ada tamu datang, Pak Mus dan istrinya pun langsung menyilahkan mereka untuk menikmati hidangan yang telah disiapkan; sebagian dibawa oleh para santri dan tamu sendiri.

Usai shalat shubuh, 30 juz Al-Qur’an pun rampung, lalu ditutup dengan doa. Seperti ketika mulai mengkhatamkan Al-Qur’an, kata Pak Mus yang kemana-mana memakai kain sarung itu, waktu subuh memang sengaja dipilih. Saat-saat menjelang matahari terbit adalah saat malaikat pencatat amal turun ke bumi. Dan seperti pada hari Selasa Legi kemarin, pada hari Rabu Pahing itu juga, para hafidz hafidzoh serta mereka yang ikut menyimak pembacaan Al-Qur’an ingin masuk dalam catatan amal baik malaikat hari itu; di hari lahir Gus Dur mereka ingin dicatat sedang mengkhatamkan Al-Qur’an. (A. Khoirul Anam)
Komentarku ( Mahrus ali): 
   Memperingati hari kelahiran atau hari wafat bukan ajaran Islam,tapi ajaran kufur. Tiada sahabat yang memperingati hari kelahiran atau wafat,imam – imam dan ulama  dulu juga  tidak ada yang melakukannya. Ini kebid`ahan yang menyesatkan bukan sunnah yang mengarahkan kepada kebenaran. Kita ini di minta untuk mengikuti para sahabat dan tabiin dengan baik, Nyatanya dalam hal ini kita menyelisihi mereka dengan jelek. Kita menentang ayat ini:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ(100)
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.[1]
Dalam  suatu hadis juga di jelaskan sbb :

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ خَيْرَكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ قَالَ عِمْرَانُ فَلَا أَدْرِي أَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ قَرْنِهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةً ثُمَّ يَكُونُ بَعْدَهُمْ قَوْمٌ يَشْهَدُونَ وَلَا يُسْتَشْهَدُونَ وَيَخُونُونَ وَلَا يُؤْتَمَنُونَ وَيَنْذِرُونَ وَلَا يُوفُونَ وَيَظْهَرُ فِيهِمُ السِّمَنُ * 
 Diriwayatkan dari Imran bin Husain r.a katanya: Rasulullah  S.A.W.   bersabda: Sesungguhnya yang terbaik dari kalangan kamu ialah sezaman denganku, kemudian orang yang hidup setelah zamanku, setelah itu orang yang hidup setelah mereka. Imran berkata: Aku tidak mengetahui apakah Rasulullah  S.A.W.   menyebut selepas kurunnya sebanyak dua atau tiga kali. Selepas itu datang satu kaum yang bersaksi tanpa diminta  dan berkhianat , tidak bisa dipercayai, yang suka bernazar tetapi tidak melaksanakannya dan banyak yang gemuk [2]



[1] Taubat 100
[2] Muttafaq alaih , Bukhori 2457
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan