Jumat, Juli 15, 2011

Sayang KH. Maimun Zubair masuk partai

KH. Maimun Zubair (Matahari Dari Sarang) 

Di kalangan para ulama Nahdlatul Ulama, bahtsul masail diniyyah (pembahasan masalah-masalah keagamaan) merupakan forum untuk berdiskusi, bermusyawarah, dan memutuskan berbagai masalah keagamaan mutakhir dengan merujuk berbagai dalil yang tercantum dalam kitab-kitab klasik.
Dalam forum seperti itu, Pondok Pesantren Al-Anwar (di Desa Karangmangu, Sarang, Rembang, Jawa Tengah) sangat disegani. Bukan saja karena ketangguhan para santrinya dalam penguasaan hukum Islam, tapi juga karena sosok kiai pengasuhnya yang termasyhur sebagai faqih jempolan. Kiai yang dimaksud adalah K.H. Maimoen Zoebair.
Meski sudah sangat sepuh, 78 tahun, alumnus Ma’had Syaikh Yasin Al-Fadani di Makkah itu masih aktif menebar ilmu dan nasihat kepada umat. Di sela-sela kegiatan mengajarkan kitab Ihya Ulumiddin dan kitab-kitab tasawuf lainnya kepada pada santri senior setiap ba’da subuh dan ashar, Mbah Maimoen, demikian ia biasa dipanggil, masih menyempatkan diri menghadiri undangan ceramah dari kampung ke kampung, dari masjid ke masjid, dari pesantren ke pesantren.
Dalam berbagai ceramahnya, kearifan Mbah Maimoen selalu tampak. Di sela-sela tausiyahnya tentang ibadah dan muamalah, ia tidak pernah lupa menyuntikkan optimisme kepada umat yang tengah dihantam musibah bertubi-tubi.
Ia memang ulama yang sangat disegani di kalangan NU, kalangan pesantren, dan terutama sekali kalangan kaum muslimin di pesisir utara Jawa. Ceramahnya sarat dengan tinjauan sejarah, dan kaya dengan nuansa fiqih, sehingga membuat betah jamaah pengajian untuk berlama-lama menyimaknya.
Kiai sepuh beranak 15 (tujuh putra, delapan putri) ini memang unik. Tidak seperti kebanyakan kiai, ia juga sering diminta memberi ceramah dan fatwa untuk urusan nonpesantren. Rumahnya di tepi jalur Pantura tak pernah sepi dari tokoh-tokoh nasional, terutama dari kalangan NU dan PPP, yang sowan minta fatwa politik, nasihat, atau sekadar silaturahmi. Ia memang salah seorang sesepuh warga nahdliyin yang bernaung di bawah partai berlambang Ka’bah itu.
Belum lagi ribuan mantan santrinya yang secara rutin sowan untuk berbagi cerita mengenai kiprah dakwah masing-masing di kampung halaman. Beberapa di antara mereka berhasil menjadi tokoh di daerah masing-masing, seperti K.H. Habib Abdullah Zaki bin Syaikh Al-Kaff (Bandung), K.H. Abdul Adzim (Sidogiri, Pasuruan), K.H. Hafidz (Mojokerto), K.H. Hamzah Ibrahim, K.H. Khayatul Makki (Mantrianom, Banjarnegara), K.H. Dr. Zuhrul Anam (Leler, Banyumas), dan masih banyak lagi.

Jika matahari terbit dari timur, maka mataharinya para santri ini terbit dari Sarang. Pribadi yang santun, jumawa serta rendah hati ini lahir pada hari Kamis, 28 Oktober 1928. Beliau adalah putra pertama dari Kyai Zubair. Seorang Kyai yang tersohor karena kesederhanaan dan sifatnya yang merakyat. Ibundanya adalah putri dari Kyai Ahmad bin Syu'aib, ulama yang kharismatis yang teguh memegang pendirian.
Mbah Moen, begitu orang biasa memanggilnya, adalah insan yang lahir dari gesekan permata dan intan. Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu tersinergi secara padan dan seimbang.
Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat sikapnya ikut mengeras. Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri. Beliau membuktikan bahwa ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya.
Kesehariannya adalah aktualisasi dari semua itu. Walau banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari basis tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di pesantren sekalipun.
Kematangan ilmunya tidak ada satupun yang meragukan. Sebab sedari balita ia sudah dibesarkan dengan ilmu-ilmu agama. Sebelum menginjak remaja, beliau diasuh langsung oleh ayahnya untuk menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara' yang lain. Dan siapapun zaman itu tidaklah menyangsikan, bahwa ayahnda Kyai Maimoen, Kyai Zubair, adalah murid pilihan dari Syaikh Sa'id Al-Yamani serta Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky. Dua ulama yang kesohor pada saat itu.
Kecemerlangan demi kecermelangan tidak heran menghiasi langkahnya menuju dewasa. Pada usia yang masih muda, kira-kira 17 tahun, Beliau sudah hafal diluar kepala kiab-kitab nadzam, diantaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl. Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Asy-Syafi'I, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu'in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.
Pada tahun kemerdekaan, Beliau memulai pengembaraannya guna ngangsu kaweruh ke Pondok Lirboyo Kediri, dibawah bimbingan KH. Abdul Karim yang terkenal dengan Mbah Manaf. Selain kepada Mbah Manaf, Beliau juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi.
Di pondok Lirboyo, pribadi yang sudah cemerlang ini masih diasah pula selama kurang lebih lima tahun. Waktu yang melelahkan bagi orang kebanyakan, tapi tentu masih belum cukup untuk menegak habis ilmu pengetahuan.
Tanpa kenal batas, Beliau tetap menceburkan dirinya dalam samudra ilmu-ilmu agama. Sampai pada akhirnya, saat menginjak usia 21 tahun, beliau menuruti panggilan jiwanya untuk mengembara ke Makkah Al-Mukarromah. Perjalanan ini diiringi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad bin Syu'aib.
Tidak hanya satu, semua mata air ilmu agama dihampirinya. Beliau menerima ilmu dari sekian banyak orang ternama dibidangnya, antara lain Sayyid 'Alawi bin Abbas Al-Maliki, Syaikh Al-Imam Hasan Al-Masysyath, Sayyid Amin Al-Quthbi, Syaikh Yasin bin Isa Al- Fadani dan masih banyak lagi.
Dua tahun lebih Beliau menetap di Makkah Al- Mukarromah. Sekembalinya dari Tanah suci, Beliau masih melanjutkan semangatnya untuk "ngangsu kaweruh" yang tak pernah surut. Walau sudah dari Arab, Belaiau masih meluangkan waktu untuk memperkaya pengetahuannya dengan belajar kepada Ulama-ulama' besar tanah Jawa saat itu. Diantara yang bisa disebut namanya adalah KH. Baidlowi (mertua beliau), serta KH. Ma'shum, keduanya tinggal di Lasem. Selanjutnya KH. Ali Ma'shum Krapyak Jogjakarta, KH. Bisri Musthofa, Rembang, KH. Abdul Wahhab Hasbullah, KH. Mushlih Mranggen, KH. Abbas, Buntet Cirebon, Sayikh Ihsan, Jampes Kediri dan juga KH. Abul Fadhol, Senori.
Pada tahun 1965 beliau mengabdikan diri untuk berkhidmat pada ilmu-ilmu agama. Hal itu diiringi dengan berdirinya Pondok Pesantren yang berada disisi kediaman Beliau. Pesantren yang sekarang dikenal dengan nama Al-Anwar. Satu dari sekian pesantren yang ada di Sarang.
Selain mengajar dan berdakwah, ia masih sempat menulis kitab taqrirat (penetapan hukum suatu masalah) dan syarah (komentar atas kitab salaf). Kitab yang dibuatkan taqrirat olehnya, antara lain, Jawharut Tauhid, Ba’dul ‘Amali, Alfiyah. Sedangkan kitab yang dibuatkan syarah, Syarah ‘Imriti. Semuanya dicetak dalam jumlah terbatas untuk kalangan Pesantren Al-Anwar.
Keharuman nama dan kebesaran Beliau sudah tidak bisa dibatasi lagi dengan peta geografis. Banyak sudah ulama-ulama dan santri yang berhasil "jadi orang" karena ikut di-gulo wentah dalam pesantren Beliau. Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang Belaiu miliki tidak cuma membesarkan jiwa Beliau secara pribadi, tapi juga membesarkan setiap santri yang bersungguh-sungguh mengecap tetesan ilmu dari Beliau.
Tiada harapan lain, semoga Allah melindungi Beliau demi kemaslahatan kita bersama di dunia dan akherat. Amin.
(Sumber: http://www.ppalanwar.com,http://ajisetiawan.blogspot.com/2007/01/kh-maimoen-zubair.html)
Achmad Fahrizal Zulfani Al Hanif
Komentarku ( Mahrus ali ):
Bagi seorang da`i atau lainnya  tidak diperkenankan bahkan haram masuk ke partai kafir atau muslim atau  ormas muslim apalagi ormas kafir .  Sebab masuk ormas atau partai akan membikin seseorang tidak bisa netral dalam menjalankan agama Islam apalagi dengan kaffah . Dia akan menjalankan ajaran agama yang cocok dengan ajaran golongan . Ajaran yang beda , dimasukkan ke dalam map security . Jadi mengerjakan ilmu yang di senangi orang dan meninggalkannya  karena di benci orang , bukan rida Allah yang dicari atau kebencian Allah yang di takuti. Kita ikut saja kepada firmanNya :


إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُوْنَ
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.( Al an`am 159).
Ibnu Katsir berkata: “ Ayat tersebut  menunjukkan secara  umum kepada orang yang bertentangan dengan ajaran agama Allah . Allah mengutus RasulNya dengan membawa petunjuk , sariatnya satu, tidak  terdapat perbedaan . Orang orang yang berbeda hanyalah karena mengikuti hawa nafsu dan kesesatan .  Allah telah menyatakan bahwa  Muhammad SAW  tidak bertanggung jawab kepada mereka. Sedang jalan yang lurus adalah  ajaran paraRasul : menyembah kepada Allah , tidak menyekutukan kepadaNya dengan sesuatu  dan berpegang teguh kepada ajaran  Nabi Muhammad SAW. Selain itu kesesatan  , kebodohan , pendapat  yang berdasarkan hawa nafsu dan kepentingan. Seluruh Rasul anti kepadanya .[1]
Masuk partai atau ormas tiada dalilnya dan akan menambah perpecahan kaum muslimin yang sulit untuk di persatukan lagi , bahkan seperti kondisi era sekarang , kayaknya  jauh sekali bisa bersatu . Ingatlah firmanNya :
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
Dia telah mensyari`atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya).[2]
 Dalam ayat itu  juga di jelaskan , jangan berpecah belah , sebagian maksudnya , jangan membikin ormas atau partai dalam Islam. Kalau perlu bikinlah ormas yang banyak di kalangan kaum Kristiani atau Yahudi. Banyak partai atau ormas bukan menambah kuat kaum muslimin , tapi malah posisi lawan semakin kuat dan kaum muslimin di remehkan karena sudah  tidak memiliki daya lagi . Kaum  non muslim lebih gembira bila ada  dua ormas dalam Islam , apalagi  di tambah banyak ormas dan banyak partai . Sudah tentu mereka tidak hawatir lagi terhadap kekuatan kaum muslim  , sebab dengan banyak ormas kaum muslimin sudah lumpuh , hampir sekarat. Karena itu , tidak heran ada sebagian ormas menerima dana besar dari Yahudi. Itu bukan rahasia lagi tapi sudah realita yang di terangkan .


 



[1] Tafsir Ibnu Katsir tentang ayat  tsb.
[2] Syuro 13

[1] Tafsir Ibnu Katsir tentang ayat  tsb.
[2] Syuro 13

 

Artikel Terkait

8 komentar:

  1. tidak ada al quran dan sunnah rasul yang mengharamkan masuk partai. Bila ada kasih tahu saya.Negara adalah sebuah organisasi, perusahaan adalah sebuah organisasi, begitu juga partai. Bila pada akhirnya anggota partai itu adalah salah jalan bukan berarti masuk organisasinya yang salah tapi individunya atau partainya yang salah.Sungguh aneh anda melarang masuk partai walaupun islam sekalipun berarti sama saja melarang menjadi warga negara walaupun negara islam sekalipun. Karena negara dan partai politik adalah sama-sama sebuah organisasi.

    BalasHapus
  2. Anda kurang paham terhadap ajaran Islam, bila anda memperbolehkan bergolong - golong dalam Islam, berpartai atau berormas itu sama dengan bergolong - golong - tiada bedanya. keduanya memecahkan umat Islam. KIta di larang berpecah belah, apalagi berpartai atau berormas. LIhat ayat 159 an`am, 31-32 rum dan syura 13.Pahamilah yang benar, jangan di abaikan tapi pahami lagi dengan baik

    BalasHapus
  3. om, mau tanya. maksudnya judul " sayan kh maemun zubair masuk partai" itu apa?

    BalasHapus
  4. maap om. maksudnya judul "sayang kh maemun zubair masuk partai" itu apa?

    BalasHapus
  5. Ada ormas NU, Muhammadiyah, ada banyak thoriqoh, ada banyak partai Islam..kalau saling sinergi bukankah akan bawa kebaikan dan bahkan akan menggetarkan dan mengepung lawan ? Yg dilarang adalah berpecah belah yg maknanya adlh bermusuh2an dan saling benci krn perbedaan. Jgn diartikan terlalu sempit.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk Tanoer
      Partai dan ormas itulah pemecah umat, bukan pemersatu, bikin umat lemah, bukan malah tambah kuat. Jangan dibalik, nanti keliru dan tak benar.

      Hapus
  6. Gak usah wedi kang,,nganggo nama samaran barang leh

    BalasHapus
  7. Bila Allah sudah didik beliau, maka janganlah sekali2 membatasinya untuk peran tertentu saja dan seperti maumu. Bila anda membatasinya, maka sama saja njenengan melecehkan Allah. Emangnya njenengan baru lihat dunia saja hatinya sudah berpaling dariNya spt sy ini. #Hati yang dinilai pak, bukan amalan dzahir#

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan