Kamis, April 14, 2011

Memandikan mayat tanpa sabun .


 Ditulis oleh H Mahrus ali
عَنْ نَافِعٍ قَالَ كَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا اسْتَجْمَرَ اسْتَجْمَرَ بِاْلأَلُوَّةِ غَيْرَ مُطَرَّاةٍ وَبِكَافُورٍ يَطْرَحُهُ مَعَ اْلأَلُوَّةِ ثُمَّ قَالَ هَكَذَا كَانَ يَسْتَجْمِرُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Nafi` berkata : Ibnu Umar  membakar dupa   kayu garu yang tidak di campur dengan minyak wangi lainnya  . Juga dengan kapur barus yang  di letakkan bersama  kayu garu , lalu berkata  : Demikianlah  Rasulullah   memberi  dupa pada mayat .[1]
Al albani menyatakan sahih , Sahih sunan Nasa`I 5207
اسْتَجْمَرَ بالمِجْمَرِ إذا تَبَخَّرَ بِالْعُوْدِ عَنْ أََبِي حَنِيْفَةَ
Membakar kayu garu di pedupaan   menurut Abu hanifah [2]
Imam Bukhari , Tirmidzi , Ibnu Majah , Abu  Dawud  dan Imam Ahmad tidak meriwayatkannya  dan tidak mencantumkan dalam kitab sunan mereka . Tapi  saya  juga tidak menjumpai  ulama yang melemahkannya .
Ada seorang tokoh agama yang menyatakan bahwa  sunat memberi kayu garu  yang  di lembutkan  lalu di usapkan ke tubuh mayat . Lalu menggunakan hadis di atas
Komentar ku :  Setahu saya  hadis di atas  bukan untuk mayat , tapi bila  Rasulullah   ingin membakar dupa  , maka  menggunakan kayu garu . Lalu siapakah yang memerintah mengolesi mayat dengan kayu  garu . Imam Nawawi berkata :
Istijmar membakar kayu garu [3]
Lihat Imam Nawawi  sendiri juga  tidak menyatakan bahwa hadis tsb untuk membakar dupa  untuk mayat . Kita kembali bagaimana tata cara Rasulullah   merawat jenazah sbb :
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ اْلأَنْصَارِيَّةِ رَضِي اللَّه عَنْهَا قَالَتْ دَخَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ  صَلَّىاللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ تُوُفِّيَتِ ابْنَتُهُ فَقَالَ اغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَاجْعَلْنَ فِي ا‏ ْلآ‏خِرَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ فَإِذَا فَرَغْتُنَّ فَآذِنَّنِي فَلَمَّا فَرَغْنَا آذَنَّاهُ فَأَعْطَانَا حِقْوَهُ فَقَالَ أَشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ تَعْنِي إِزَارَهُ
Ummu Athiyah Al ansariyah  ra berkata :” Rasulullah  saw, masuk kepada kita  ketika putrinya meninggal dunia . Beliau  bersabda  :” Mandikanlah tiga ,lima kali atau lebih bila kamu berpendapat begitu dengan air dan bidara, lalu kali terahir di beri kapur barus. Bila kamu telah selesai,beritahu  aku . Ketika selesai, kami beritahukan kepada beliau lalu beliau memberikan sarungnya  . Beliau berkata  : “ Bungkuslah dengannya   “. [4]
Dalam hadis tsb Rasulullah   tidak memerintah untuk membakar  pedupaan , kayu garu , menutup telinga , hidung dengan kapas , air bunga , sabun , mengolesinya dengan minyak wangi , menyiramnya dengan kembang atau mengalungi jenazah dengan bunga yang di renteng dengan benang .
Syekh Abdullah bin Abdul aziz bin baz menyatakan :

وَلاَ حَاجَةَ إِلَى الصَّابُوْنِ وَالشَّامْبُو وَغَيْرِهِمَا ، إِلاَّ إِذاَ لَمْ يَكْفِ السِّدْرُ فِي إِزَالَةِ اْلأَوْسَاخِ فَلاَ بَأْسَ بِاسْتِعْمَالِ الصَّابُوْنِ وَالشَّامْبُو وَاْلأَشْنَانِ وَغَيْرِهَا مِنَ اْلأَنْوَاعِ اْلمُزِيْلَةِ لِلأَوْسَاخِ بَدْءًا مِنَ اْلغَسْلَةِ اْلأُوْلَى ، وَيُجْعَلُ فِي اْلغَسْلَةِ اْلأَخِيْرَةِ شَيْءٌ مِنَ اْلكَافُوْرِ؛ لِلْحَدِيْثِ الْمَذْكُوْرِ ، هَذَا هُوَ السُّنَّةُ فِيْمَا أَعْلَمُ مِنَ اْلأَحَادِيْثِ الصَّحِيْحَةِ ؛ لِحَدِيْثِ أُمِّ عَطِيَّةَ وَمَا جَاءَ فِي مَعْنَاهُ.
  Tidak dibutuhkan sabun , sampo dll untuk memandikan mayat   kecuali bila  daun bidara tidak cukup untuk menghilangkan kotoran mayat.  Sa at ini boleh mengenakan sabun , sampo , air dan lainnya    yang bisa menghilangkan kotoran mulai dari tuangan air pertama kali . Untuk  cucian yang akhir di campur dengan kapur barus. Inilah sunnahnya  sebagaimana  yang saya ketahui  karena ada hadis Ummu Athiyyah  atau sesamanya. [5]

Komentar penulis: Pengguna an sabun atau sampo dalam memandikan jenazah tidak diperlukan,  karena  hukum sabun masih syubhat dan sangat tidak laik bagi mayat bertemu dengan Allah dengan barang yang tidak disukai oleh Allah .

Ingat  untuk menstabilkan emulsi sampo dengan glatin  hewani yang mungkin  dari babi atau sapi. Ada juga Gliserol/gliserin (E422)    Hasil samping pembuatan sabun, lilin dan asam lemak dari minyak/lemak (dapat berasal dari lemak hewani , babi atau sapi )
LPPOM MUI pernah menyatakan :
Karena banyaknya pemanfaatan lemak untuk keperluan sehari-hari, menggugah sebuah lembaga di Penang, Malaysia Consumer Association of Penang, Malaysia melakukan penelitian. Dalam penelitiannya, lemak hewan tidak hanya digunakan untuk pembuatan kue, tapi dipakai juga untuk membuat susu bubuk. Lemak hewan juga dipakai sebagai bahan untuk pembuatan sabun. Salah satu bahan yang berasal dari lemak hewan yang sering dipakai adalah mono gidliserida dan gliseran.

وَقَدْ قَالَ مَالِكٌ فِي الزَّيْتِ النَّجِسِ يَجُوزُ الِاسْتِصْبَاحُ بِهِ فِي غَيْرِ الْمَسَاجِدِ لِلْمُتَحَفِّظِ مِنْ نَجَاسَتِهِ وَيُعْمَلُ مِنْهُ الصَّابُونُ وَبِهِ قَالَ الشَّافِعِيُّ
Imam Malik berkata tentang minyak najis , boleh di buat memberi minyak lampu selain untuk masjid  agar  terhindar dari benda yang najis . Ia  juga di buat untuk sabun . Demikian pula pendapat Imam Syafi`I .[6]

Komentar penulis : Pendapat  kedua tokoh itu sekadar pendapat tanpa dalil. Bila sabun dari benda yang najis , maka  tidak usah memakainya  Hendaknya kita menghindari najis baik pakaian atau tubuh kita  , jangan sampai menyentuhnya  atau tersentuh dengannya lalu kita  melakukan salat .

Imam Nawawi berkata :
وَقِيلَ : يَقُوم الصَّابُون وَاْلأُشْنَان وَمَا أَشْبَهَهُمَا مَقَام التُّرَاب عَلَى اْلأَصَحّ
Ada orang berkata : Sabun dan alat pembersih lainnya   bisa berfungsi  seperti debu  menurat kaul yang  paling sahih [7]

Komentar penulis buku :
  Kalimat qila  atau ada orang berkata , menunjukkan  lemah , tidak boleh di buat  pegangan dan tidak di mengerti siapakah dia ?  dan bagaimanakah identitasnya

Dalam majalah al manar ada keterangan :

وَالصَّابُوْنُ أَيْضًا سَهْلُ اْلاِمْتِصَاصِ ، فَإِذَا امْتُصَّتْ هَذِهِ اْلأَشْيَاءُ عَادَتْ إِلَى شَحْمٍ كَمَا كَانَتْ

Sabun itu mudah di peras . Bila di peras maka akan menjadi lemak seperti semula .[8]
عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَجْمَرْتُمْ الْمَيِّتَ فَأَجْمِرُوهُ ثَلاَثًا
Dari Jabir berkata : Nabi  bersabda:  Bila kamu membakar dupa untuk mayat , maka lakukanlah tiga kali [9]

 Hanya Imam Ahmad yang meriwayatkannya dari kalangan  penyusun kutubut tis`ah . Al albani menyatakan hadis tsb sahih , lihat dalam kitab sahih al jami`
Dalam kitab sahihul jami` al albani menyatakan :  Hukum ini di kecualikan bagi orang yang berihram  karena ada hadis tentang  orang yang berihram  sbb :
. . . . وَلاَ تُطَيِّبُوهُ . . .
………… dan jangan kamu memberi minyak wangi  padanya  ………[10]

KH Muhyiddin dalam bukunya  Fiqh tradisionalis berkata :

وَقَالَ اْلكَمَالُ ابْنُ الْهَمَّامِ وَكَيْفِيَةُ تَجْمِيْرِهِ أَنْ يُدَوِّرَ مَنْ بِيَدِهِ الْمِجْمَرَةُ حَوْلَ سَرِيْرِهِ وِتْرًا كَمَا قَالَ (فَأَوْتِرُوا)
Al Kamal Ibn Al hammam berkata :  Tata  cara menukup mayit adalah hendaklah orang yang memegang tempat penguapan di sekitar pembaringan mayit dengan bilangan ganjil . Sesuai dengan hadits  yang artrnya : “ Hendaklah di lakukan dengan ganjil “  ( Faidh al qadir , juz 1 , hal 327 ) [11]
Maka dengan jelas bahwa mengharumkan  badan mayyit dengan setanggi yang harum merupakan sunnah Nabi   .

Komentar penulis : Al Kamal Ibn Al hammam  hanya berdasarkan hadis riwayat Imam Ahmad  tentang memberikan uap  kayu gaharu pada mayat yang di nyatakan nyeleneh oleh imam Suyuthi dan landasan dengannya sangat rapuh . Buktinya jenazah Rasulullah  , Usman bin Mazh` un juga  tidak di uapi  dengan kayu gaharu. Begitu juga  para  kulafaaur rasyidin .

Ibnu Hajar memberikan komentar tentang  mayat muhrim  yang tidak boleh di beri minyak wangi  sbb :
دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ التَّطَيُّبَ لِلْمَيِّتِ كَانَ مَسْنُونًا عِنْدَهُمْ وَأَنَّ الْمَعْرُوفَ لِغَيْرِ الْمُحْرِمِ الْحَنُوطُ وَالطِّيبُ .
Hal itu sebagai dalil bahwa memberi minyak wangi kepada mayat adalah disunatkan menurut mereka  Dan kebisaan bagi mayat yang tidak berihram adalah obat pengawet tubuh dan minyak wangi . [12]

Ibnu Hajar  berkata :
وَرَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ مَعِينٍ ، أَنَّهُ قَالَ : لَمْ يَرْفَعْهُ غَيْرُ يَحْيَى بْنِ آدَمَ ، وَلاَ  أَظُنُّهُ إلاَّ غَلَطًا ، قَالَ النَّوَوِيُّ : وَكَأَنَّ ابْنَ مَعِينٍ بَنَاهُ عَلَى قَوْلِ بَعْضِ الْمُحَدِّثِينَ : إنَّ الْحَدِيثَ إذَا رُوِيَ مَرْفُوعًا وَمَوْقُوفًا ، فَالْحُكْمُ لِلْوَقْفِ ، وَالصَّحِيحُ أَنَّ الْحُكْمَ لِلرَّفْعِ ؛ لِأَنَّهُ زِيَادَةُ ثِقَةٍ ، وَلاَ  شَكَّ فِي ثِقَةِ يَحْيَى بْنِ آدَمَ .
Hadis tentang menguapi mayat dengan dupa itu  di riwayatkan oleh Al baihaqi dari Ibnu Ma`in  dan beliau sendiri menyatakan :  Hanya Yahya  bin Adam  yang menyatakan hadis tsb marfu` . Saya kira dia keliru “.

Imam Nawawi memberikan komentar : Seolah Ibnu Main berpegangan kepada perkataan sebagian ahli hadis  bahwa bila hadis itu  marfu` atau mauquf , maka  harus di hukumi mauquf ( ;lemah  dan tidak sambung kepada Nabi   ) . Sebetulnya  hadis tsb adalah  marfu` karena  tambahan dari orang yang terpercaya . Dan tidak di ragukan tentang  identitas Yahya bin Adam yang terpercaya. [13]

Komentar penulis : Penambahan kalimat dalam suatu hadis bukan hadis , ya`ni bukan perkataan Nabi   karena  ia tambahan dari perawi .  Saya pernah baca dalam kitab karya Thobari penjelasan  yang menyatakan bahwa  tambahan seorang perawi terpercaya dan tiada hadis lain yang mendukungnya  maka termasuk tambahan yang tidak boleh di buat landasan “.
Dan inilah yang benar dan penulis   setuju dengannya  . Penulis ingat keterangan  ulama  sbb  :

Seluruh hadis yang menceritakan kisah tersebut dari jalur al ala` bin Abd rahman .  Penulis tidak menjumpai perawi lainnya . Dia adalah perawi yang terkadang keliru dalam menyampaikan hadis . Ulama  berselisih pendapat tentang riwayatnya :
قَالَ الْخَلِيْلِى : مَدَنِىٌّ ، مُخْتَلَفٌ فِيْهِ ِلأَنَّهُ يَنْفَرِدُ بِأَحَادِيْثَ لاَ يُتاَبَعُ عَلَيْهَا
Al kholili berkata : Dia adalah perawi Madinah yang ulama masih hilaf tentang identitasnya  , karena dia  banyak meriwayatkan hadis yang tidak di riwayatkan oleh perawi lainnya .
وَ قَالَ : إِنَّهُ ضَعِيْفٌ
Said al maqburi berkata : Dia adalah perawi lemah .

Yahya bin Main berkata : Orang – orang sama berhati – hati terhadap riwayat Muhammad bin Muslim , hadisnya tidak bisa di buat hujjah  [14]
Namun dikomentari olehYusuf bin Abdillah bin Abdulbar Annamiri  ,lahir 368 , wafat 463 sbb:
اِنْفَرَدَ بِهِ مُحَمَّدٌ بْنُ مُسْلِمٍ مِنْ بَيْنِ أَصْحَابِ عَمْرُو بْنِ دِيْنَارٍ وَمَا انْفَرَدَ بِهِ فَلَيْسَ بِاْلقَوِي
Muhammad bin Muslim secara sendirian meriwayatkan hadis tsb  di antara teman – teman Amar bin Dinar. Dan hal sedemikian ini tidak kuat.
Hadis tsb di cantumkan oleh Al Uqaili dalam koleksi hadis lemah dalam bukunya  Dhu`afaul uqaili [15] Beliau juga menyatakan :
لاَ يُتَابَعُ عَلَيْهِ
Tiada perawi lain yang mendukungnya

Komentar penulis : Pada perinsipnya  sekalipun perawi terpercaya  bila meriwayatkan hadis secara sendirian  dan tidak ada hadis lain yang mendukungnya , maka  di anggap tidak kuat .


Untuk perawi bernama Quthbah bin Abd Aziz yang meriwayatkan hadis tentang mayat di uapi dengan kayu gaharu  tidak di masukkan oleh Bukhari sebagai perawi dalam kitab sahihnya .

3405 - وَفِي رِوَايَة : " جَمِّرُوا كَفْنَ الْمَيِّتِ ثَلاَثًا " . رَوَاهُ الإِمَامُ أََحْمَدُ ، [ وَالْحَاكِم ُ] ، وَالْبَيْهَقِيّ ، وَإِسْْنَادُهُ صَحِيْحٌ .
Dalam salah satu riwayat : Uapilah mayat dengan dupa tiga kali . HR Imam Ahmad , Al Hakim dan al baihaqi  sanadnya  sahih . [16]

Jadi sama perawi – perawinya, kalimat hadis berbeda , yaitu  satu riwayat , mayat  yang di suruh untuk di uapi dengan kayu gaharu dan di riwayat lain , kain mayat yang di suruh untuk di uapi dengan kayu gaharu . Lantas keduanya di katakan  bersanad yang sahih lalu mana yang di benarkan . Sebab , pernyataan nabi adalah salah satunya bukan keduanya . Jadi kepada  riwayat mana kita berpegangan . Jalan paling tepat menyatakan  bahwa hadis tsb nyeleneh sebagaimana di katakan oleh Imam  Suyuthi :

وَمِنْ غَرِيْبِ الْحَدِيْثِ : "أَجْمَرْتُمُ الْمَيِّتَ" : بَخَّرْتُمُوْهُ بِالطِّيْبِ
Hadis bila kamu membakar kayu gaharu untuk mayat  adalah  hadis nyeleneh .

Dalam kitab Mausuah ruwatil hadis ada keterangan  sbb :

رَوَى لَهُ الْجَمَاعَةُ سِوَى اْلبُخَارِى . اهـ .
وَقَالَ اْلبَزَّارُ : صَالِحٌ وَ لَيْسَ بِالْحَافِظِ . اهـ .
Perawi Quthbah di  pakai  oleh segolongan ahli hadis kecuali Bukhari .
Al Bazzar  berkata : Dia orang saleh tapi tidak hafizh . 

Ada hadis lagi sbb :
. حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ أَنَّهَا قَالَتْ لِأَهْلِهَا أَجْمِرُوا ثِيَابِي إِذَا مِتُّ ثُمَّ حَنِّطُونِي وَلاَ  تَذُرُّوا عَلَى كَفَنِي حِنَاطًا وَلاَ  تَتْبَعُونِي بِنَارٍ
Dari Yahya dari Malik dari Hisyam bin Urwah dari Asma` bint Abu bakar , sesungguhnya  dia berkata kepada keluarganya  : Berilah uap kayu gaharu pada pakaianku  bila aku mati , lalu berilah obat pengawet tubuh ( seperti tubuh yang akan di jadikan mumi ) , dan jangan  di tebarkan obat pengawet tubuh itu kepada kafanku  dan jangan di sertai api dalam mengantarkan jenazahku .

komentarku :  Hanya Imam Malik yang meriwayatkannya dari kalangan penyusun kutubut tis`ah . . Ia juga di cantumkan dalam sunan Baihaqi  1311/3 . Tapi  sanadnya berb eda ……………….  Dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya   dari  Asm a` binti Abu Abakar . ………… Dalam kitab Mushonnaf Abd Razzaq juga sanadnya mirip dengan sanad hadis dalam  kitab sunan baihaqi . [17]

Komentarku :
  Dalam kitab Muwattha` ternyata  sanad hadis tsb kurang  yaitu dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya  dan memang  Hisyam juga terkenal mudallis . Dan seorang mudallis menurut Imam Syafi`I tidak di terima riwayatnya . Maksud mudallis disini adalah menyelinapkan perawi lemah  agar di anggap sanadnya sahih dan  hadisnya bisa di dengar dan di buat pegangan . Imam Dzahabi pernah menolak seorang petrawi al walid karena  mudallis sbb :

مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ الذَّهَبـِي : كَانَ مُدَلِّسًا ، فَيُتَّقَى مِنْ حَدِيْثِهِ مَا قَالَ فِيْهِ
Kedudukannya menurut Dzahabi : Dia perawi yang suka menyelinapkan perawi lemah, jadi hadis yang dari perkataannya harus di hindari . [18]

Imam Malik tidak rela kepada riwayat Hisyam karena selalu kacau dalam meriwayatkan sanad .
Abul aswad pernah berkata ; Hadis Ummu Zar`in  juga di marfu`kan oleh Hisyam bin Urwah secara  sendirian dan tidak ada perawi lainnya  yang melakukan seperti itu .
Abul Hasan bin Al Qatthan menyatakan : Dia kabur hapalannya   ketika usia lanjut . [19]

Jadi saya masih condong dengan pendapat Imam Suyuthi yang menyatakan bahwa  hadis tentang membakar kayu gaharu untuk mayat  nyeleneh dan tidak bisa di buat pegangan karena  tidak ada hadis lain yang mendukungnya  dan perawi bernama  Yahya bin Adam juga di kritik oleh Ulama dan Hisyam bin Urwah juga begitu. Dan secara relaita, ketika  merawat jenazahnya usman bin Madh`un , putri Rasulullah   juga tidak memberinya dengan  uapan kayu gaharu.
   Ada atsar sbb :

زَائِدَةُ قَالَ سَمِعْتُ النَّخَعِىَّ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ : الْكَافُورُ يُوضَعُ عَلَى مَوَاضِعِ السُّجُودِ.

     Dari Zaidah berkata : Aku mendengar An nakho`I  dari Al qamah  dari Ibn u Mas`ud  berkata :
  Kapur barus di letakkan  di tempat – tempat sujud ( ya`ni anggota tubuh mayat yang di gunakan  untuk sujud di olesi dengan kapur barus )

  Perawi bernama Ibrahim bin Yazid an nakhoi yang tercantum sebagai perawinya tidak mempunyai murid bernama  Zaidah dengan segala macam  sukunya.  Dari sini tampak  sisi kelemahan  atsar tsb .  Kisah  dengan sanadnya tercantrum dalam kitab sunan Al baihaqi [20]
 Al bani sendiri menyatakan atsar di atas ( atsar Ibnu Mas`ud ) adalah  lemah . [21]

Komentarku :

Kapur barus untuk mayat itu hanya sekedar sebagai campuran  ketika  siraman yang ke tujuh untuk mayat . Dan  itulah hadis yang muttafaq alaih .
الْحَسَنُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ هَارُونَ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ ، قَالَ : كَانَ عِنْدَ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مِسْكٌ ، فَأَوْصَى أَنْ يُحَنَّطَ بِهِ ، وَقَالَ : هُوَ فَضْلُ حَنُوطِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
انْتَهَى وَسَكَتَ ، وَرَوَاهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ فِي " مُصَنَّفِهِ " حَدَّثَنَا حُمَيْدٍ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بِهِ ، وَرَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ فِي " سُنَنِهِ " ، قَالَ النَّوَوِيُّ : إسْنَادُهُ حَسَنٌ { حَدِيثٌ آخَرُ } :
 Dari Harun bin Said  dari Abu Wa`il  berkata :  Ali punya  minyak wangi misik , lalu minta agar tubuhnya ( ketika mati kelak ) diolesi dengannya  dan mengatakan bahwa  itulah kelebihan minyak wangi Rasulullah   yang  di oleskan ke tubuhnya ketika meninggal dunia .  Al Hakim menriwayatkannya tapi beliau menyatakan  no command .

Ia juga di riwayatkan oleh Al Baihaqi , Ibnu Abi Syaibah . Imam Nawawi berkata : Sanadnya hasan . [22]

Komentar penulis :

Abu Wail bernama Syaqiq bin Salamah al asadi  dan Harun bin Sa`id sendiri tidak punya guru bernama Abu Wail . Dari sini ber arti sanadnya  ada perawi yang tidak di can tumkan dan termasuk  sanad  yang putus dan ini indikator kelemahan  . Setahu saya  atsar tersebut tidak di cantumkan dalam kutubut tis`ah . Dan ia memang  di tinggalkan karena tidak akurat .  Imam Nawawi menyatakan atsar tsb hasan tanpa  argumen . Al Hakim saja yang biasanya  memberi komentar sahih atau hasan tidak memberikan komentar. Penulis menemukan  cacat lagi dalam sanad atsar tersebut yaitu perawi bernama  Al Hasan bin Saleh yang  tertuduh Syi`ah , kata  Ibnu Hajar dan dzahabi. [23]
  Bila  Rasulullah   ketika meninggal dunia ,  tubuhnya atau kain kafannya  di beri minyak wangi atau  kayu gaharu , maka  sulit di benarkan karena tidak ada hadis sahih yang menerangkannya  . Lalu  mengapa dalam atsar tersebut di katakan  , bahwa  itulah sisa kayu gaharu atau minyak wangi untuk jenazah Rasulullah 

Dalam fatawa  al azhar ada  keterangan sbb :
وَكَانَ الْغَرَضُ مِنْهُ مَنْعَ رَائِحَةِ التَّعَفُّنِ ِللْجُثَّةِ حَتىَّ يُصَلَّى عَلَيْهَا وَتُدْفَنَ .
 Tujuan di gunakan  obat pengawet  bagi mayat  adalah  untuk mencegah bau bangkai tubuh  sehingga di salati  atau di kubur . [24]

Komentar penulis :  Tujuan fatwa al azhar itu  memperkenankan  memberikan al hanuth .
 Kalimat al hanuth ini adalah bahasa arab . Artinya banyak macam  :  Minyak wangi , obat pengawet tubuh  atau kayu  gaharu .  Namun dalam fatawa al azhar di artikan  obat pengawet dan  katanya jenazah  Rasulullah    dulu juga di kasih obat pengawet .  Kisah ini yang perlu dalil dan saya belum menjumpai dalilnya .

Dalam kitab al mukhosshos  di terangkan  sbb :

الحَنُوْطُ - طِيْبٌ يُخْلَطُ ِللْمَيِّتِ
: Al  hanuth adalah minyak wangi yang di campur dengan lainnya untuk mayat . kata Ibn Sayyidih  [25]

As shoghoni  berkata
قَالَ اْلأَزْهَرِي: وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ كُلَّ مَا يُطَيَّبُ بِهِ الْمَيِّتُ مِنْ ذَرِيْرَةٍ أَوْ مِسْكٍ أَوْ عَنْبَرٍ أَوْ كَافُوْرٍ وَغَيْرِهِ مِنْ قَصَبٍ هِنْدِيٍ أَوْ صَنْدَلٍ مَدْقُوْقٍ فَهُوَ كُلُّهُ حَنُوْطٌ.
Al azhari berkata : ini menunjukkan bahwa setiap haruman yang di gunakan untuk mayat  baik serbuk , misik, anbar , kafur  , kayu India , kayu cendana dll . seluruhnya di katakan  al hanuth . [26]
   Jadi minyak wangi untuk mayat perlu dalil dan  saya belum menjumpainya .

Imam Bukhari membikin bab sbb :
بَاب الْحَنُوطِ لِلْمَيِّتِ
Bab :  Al Hanuth ( minyak wangi , kayu  gaharu atau  bahan pengawet tubuh )  untuk mayat
 Dalilnya sbb :
عَنِ ‏ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: بَيْنَمَا رَجُلٌ وَاقِفٌ بِعَرَفَةَ، إِذْ وَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَوَقَصَتْهُ، أَوْ قَالَ، فَأَوْقَصَتْهُ؛ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  : اِغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ وَلاَ تُحَنِّطُوهُ، وَلاَ تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ، فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا

.Ibnu Abbas ra menuturkan: “Ketika seorang lelaki sedang wukuf di Arafah, tiba-tiba ia terjatuh dari kendaraan (onta)nya, maka batang lehernya patah sampai ia tewas. Nabi saw bersabda: “Mandikan jenazahnya dengan air dan daun bidara dan kafanilah ia dengan dua lapis kain ihramnya, jangan diberi parfum dan jangan ditutupi kepalanya. Sesungguhnya, ia akan dibangkitkan pada hari kiamat sambil bertalbiyah.” (Bukhari, 23, Kitabul Jana’iz, 20, bab mengkafani dengan dua lembar kain).
Allu`lu` wal marjan 358/1 Al albani berkata : sahih
Lihat di kitab karyanya : talkhis ahkamil jana`iz 17 – 13/1

 Imam Bukhari meriwayatkan lagi sbb :
أَتَى أَنَسٌ ثَابِتَ بْنَ قَيْسٍ وَقَدْ حَسَرَ عَنْ فَخِذَيْهِ وَهُوَ يَتَحَنَّطُ فَقَالَ يَا عَمِّ مَا يَحْبِسُكَ أَنْ لاَ تَجِيءَ قَالَ الْآنَ يَا ابْنَ أَخِي وَجَعَلَ يَتَحَنَّطُ يَعْنِي مِنْ الْحَنُوطِ ثُمَّ جَاءَ فَجَلَسَ فَذَكَرَ فِي الْحَدِيثِ انْكِشَافًا مِنْ النَّاسِ فَقَالَ هَكَذَا عَنْ وُجُوهِنَا حَتَّى نُضَارِبَ الْقَوْمَ مَا هَكَذَا كُنَّا نَفْعَلُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِئْسَ مَا عَوَّدْتُمْ أَقْرَانَكُمْ

Anas datang kepada  Tsabit bin Qais  yang telah membuka kedua pahanya  lalu mengolesinya dengan minyak wangi mayat. Anas berkata :  Wahai pamanku ! apa yang membikinmu  tidak datang ? “.
Tsabit berkata : Sekarang  wahai  anak  saudaraku !  Dia mngules tubuhnya  dengan minyak wangi  ( dari minyak wangi untuk mayat ) . Dalam  percakapan tsb  di terangkan manusia sama lari dalam peperangan  , lalu  dia berkata : Berilah ruang untuk kami hingga kami memukul  mereka , tidak dengan cara ini  kita berbuat bersama Rasulullah  . Sungguh jelek  apa yang kamu biasakan terhadap saingan – sainganmu . [27] Hanya Imam Bukhari yang meriwayatkan atsar tsb
Komentar penulis :

 Imam Bukhari membikin  bab seperti itu adalah haknya  , bagi pengarang lain di persilahkan memubuat bab seperti itu atau tidak . Asal  , punya dalil dan kita telah sepakat tidak akan mempercayai pendapat orang tanpa dalil yang sahih .

Dalil  yang di pakai  oleh Imam Bukhari di sini adalah  orang yang lagi berihram meninggal  dunia  , lalu  Rasulullah   melarang menggunakan  minyak  wangi kepadanya dan jangan  di tutupi kepalanya .  Untuk mayat yang bukan ber ihram  , Rasulullah   tidak memberikan komentar .

Anehnya  Imam Nawawi menyatakan :
" فَفِيهِ دَلِيْلٌ عَلَى أًَنَّ الْمَعْرُوْفَ لِغَيْرِ الْمُحْرِمِ الْحَنُوْطُ وَالطِّيْبِ .
Hadis tsb menunjukkan bahwa kebiasaan bagi orang yang tidak ber ihram adalah menggunakan obat al hanuth  dan minyak . [28]

Maksudnya  di kalangan sahabat bila ada orang yang meninggal dunia  , budayanya menggunakan al hanut dan minyak wangi lalu  di oleskan ke tubuhnya .

Komentar penulis : Bila di katakan , budaya mereka menggunakan dua campuran  itu , maka  perlu dalil dan saya belum menjumpai dalil dari hadis sahih di mana  para sahabat menggunakan dua  macam itu untuk mengolesi mayat . Bila  tidak ada  dalilnya , maka kesimpulan Imam Nawawi itu sekedar pendapat peribadi. Lihat  saja , para  sahabat dan ulama  salaf tidak melakukannya . Setahu saya , Ibn Hajar menyatakan seperti itu , tapi sekedar mengutip pendapat Imam Nawawi .
Pada hal orang pintar atau ulama di dunia ini banyak sekali  dan  kita hanya di perintah untuk mengikuti  dalil bukan membebek kepada figur .

Imam Nawawi juga menyatakan sunat mengoleskan minyak wangi pada mayat  dengan  dasar sbb :

3394 - فِيهِ حَدِيث أُبيّ بن كَعْب فِي قصَّة آدم صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ السَّابِق فِي بَاب " الْغسْل " .
Hadis Ubay bin Ka`ab tentang kisah Adam as  yang dulu  di bab “ Mandi “.

Komentar penulis : Saya lacak di kitab Khulashotul ahkam .lalu  saya jumpai  sbb :

3317 - عَنْ أُبَيّ بْنِ كَعْبٍ مَرْفُوْعاً : " لمَاَّ تُوُفِّي آدَمُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ غَسَلَتْهُ الْمَلاَئِكَة بِالْمَاءِ
وِتْرًا ، وَلَحَدُوا لَهُ ، وَقَالُوا : هَذِهِ سُنَّةُ وَلَدِ آدَمَ " .
3318 - وَرُوِيَ مَرْفُوْعًا : " أََنَّهُمْ غَسَّلُوْهُ ، وَكَفَّنُوْهُ ، وَحَنَّطُوهُ ، وَلَحَدُوا لَهُ ، وَصَلُّوا عَلَيْهِ ، وَأَدْخَلُوْهُ قَبْرَهُ ، وَوَضَعُوا عَلَيْهِ اللَّبِنَ ، وَحَثَوْا عَلَيْهِ التُّرَابَ ، ثمَّ قَالُوا : يَا بَنِي آدَمَ ، هَذِهِ سُنَّتُكُمْ " .
  Dari Ubay bin Ka`ab  , hadis marfu` : Ketika  Nabi Adam meninggal dunia , maka  para malaikat  memandikannya dengan    dengan  siraman  yang ganjil  , lalu  mereka membikin liang lahad , lalu  berkata : Inilah ajaran  anak Adam .
     Ada hadis marfu` lagi  bahwa mereka memandikan  Adam  , mengkafaninya  , memberinya  obat pengawet / minyak wangit atau kayu gaharu  , membikin liang lahad , melakukan salat padanya  , memasukkannya ke kuburan , meletakkan  bata  dan menaburkan debu  padanya  , lalu berkata : Wahai Banu Adam !  inilah sunnah mu  atau ajaranmu . [29]

Komentar penulis :

 Hanya  Imam Ahmad yang meriwayatkan hadis tsb , dan pada hakikatnya ia adalah perkataan Ubay – sahabat  Nabi    dan bukan  dari Nabi    yang melalui wahyu. Jadi tidak boleh di buat pegangan .  Dan secara peraktek , para  sahabat tidak mengolesi minyak wangi pada mayat . 

Ada perawi bernama Humaid  at thowil  yang  terpercaya , suka menyelinapkan perawi lemah dan Zaidah mengkeritik kepada nya karena suka masuk kepada para amir . Ibnu Hajar berkata lagi :

وَ أَمَّا تَرْكُ زَاِئدَةَ حَدِيْثَهُ ، فَذَاكَ ِلأَمْرٍ آخَرَ ; ِلدُخُوْلِهِ فِى شَىْءٍ مِنْ أُمُوْرِ الْخُلَفَاءِ . اهـ 
Zaidah mengeritik hadisnya  , maka karena persoalan lain  , sebab  dia suka turut campur sebagian masalah  para kholifah [30]

مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ ابْنِ حَجَرٍ : ثِقَةٌ مُدَلِّسٌ ، وَ عَابَهُ زَائِدَةٌ لِدُخُوْلِهِ فِى شَىْءٍ مِنَ أَمْرِ اْلأُمَرَاءِ
Martabat Humaid Atthowil menurut Ibnu Hajar adalah perawi terpercaya yang suka menyelinapkan perawi lemah. Dia di kritik oleh Zaidah karena masuk kedalam urusan amir.
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ الذََّهَبـِي : وَثَّقُوهُ ، يُدَلَّسُ عَنْ أَنَسٍ
Martabatnya menurut Dzahabai: Mereka menyatakan dia terpercaya, tapi suka menyelinapkan perawi lemah dari Anas.
و قال ابن سعد : كَانَ ثِقَةً كَثِيْرَ الْحَدِيْثِ ، إِلاَّ أَنَّهُ رُبَّماَ دَلَّسَ عَنْ أَنَسٍ .
Ibnu Sa`ad berkata: Dia terpercaya, banyak hadisnya, tapi terkadang dia menyelinapkan perawi lemah dari Anas.[31]
 Ada lagi perawi yang di keritik oleh Imam Nasai  yaitu Hudbah bin Kholid , beliau berkata :
وَ قَالَ النَّسَائِى : ضَعِيْفٌ
Imam Nasai berkata : Hudbah adalah perawi lemah .
Jadi hadis tentang malaikat memberikan minyak wangi  atau membakar kayu gaharu  untuk mayat Adam adalah bukan hadis dan  sanadnya  juga di keritik kalangan ulana dan boleh di katakan lemah karenanya .
Ada lagi hadis sbb :
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أُمَيَّةَ عَنْ نَافِعٍ قَالَ : مَاتَ سَعِيدُ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ وَكَانَ بَدْرِيًّا فَقَالَتْ أُمُّ سَعِيدٍ لِعَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ : أَتُحَنِّطُهُ بِالْمِسْكِ فَقَالَ : وَأَىُّ طِيبٍ أُطْيَبُ مِنَ الْمِسْكِ هَاتِى مِسْكَكِ فَنَاوَلَتْهُ إِيَّاهُ قَالَ وَلَمْ يَكُنْ يُصْنَعُ كَمَا تَصْنَعُونَ وَكُنَّا نَتَتَبَّعُ بِحَنُوطِهِ مَرَاقَّهُ وَمَغَابِنَهُ.
Dari Ismail bin Umayyah  dari Nafi`  berkata : Said bin Zaid bin   Amar  bin Nufail  ra  - dia juga pernah ikut perang Badar , lalu Ummu Sai`d  berkata kepada Abdullah bin Umar  ra , apakah aku mengolesinya  dengan  minyak misik .
Abdullah  bin Umar berkata : Adakah minyak wangi yang lebih harum dari pada minyak misik . Berikan kepadaku minyak misikmu .  Wanita itu memberikan nya kepada  Abdullah bin Umar .
 Perawi berkata : Pengolesannya  tidak sebagaimana yang kamu lakukan . Kami mengamatinya  , beliau mengolesi ke bawah perut dan  ketiaknya  . [32]

Saya  telah mengecek di kitab – kitab  hadis dan syarah- syarahnya  , kitab takhrij dan banyak kitab lainnya  ternyata ia hanya di kisahkan oleh Imam Al baihaqi dan saya tidak mengetahui imam lainnya yang mengisahkan hadis seperti itu .

Wafatnya  Said bin Zaid bin Amar bin Nufail  pada tahun 50 , 51,52 Hijriyah. Dan Nafi` yang wafat pada tahun 117 tidak menjumpai  Sa`id bin Zaid . Kecuali  bila di bilangi oleh Ibnu Umar dan  Nafi` tidak menyatakan seperti itu  seolah beliau melihatnya  sendiri . Ada lagi  seorang perawi bernama  Said bin Maslamah  yang di gunakan  oleh Imam Baihaqi dalam meriwayatkan hadis tsb ternyata lemah ,. Kata Ibn Hajar . Dan  pelupa  kata  Adz dzahabi . [33]
Untuk kain kafan di lepas ketika  di liang kubur , hadisnya lemah sekali [34]






[1] HR Muslim 2254, Nasai 5135, Sunan Kubra 9373, Al musnadul jami` 203/24. Maktabah syaikh Muhmmad bin Abd Wahab 133/7
[2] Tajul arus 2632/1
[3] Syarah Muslim 440/7
[4] Muttafaq  alaih  , Bukhori  1253
[5] encycplopedia fatwa Lembaga Tetap Pengkajian Ilmiyah dan Fatwa Saudi dan dua tokoh ulama, bab sarana  memandikan mayat.

[6] Syarah al muwattha`  418/4
[7] Syarah al muwattha`  448/1
[8] Majalah al manar 193/18
[9] HR Ahmad 14131
[10] Talkhis ahkam al janaiz 13/1
[11] Faidh al qadir 421/1
[12] Nashbur royah 478/3
[13] Nasbur royah 488/3
[14] Mausuah ruwatil hadis 5247
[15] 134/4
[16] Khulashotul ahkam 256 / 2
[17] Mushonnaf Abd Razzaq 417/3
[18] Mausuah ruwatil hadis  7456
[19] Mausuah ruwatil hadis 7302

[20] Sunan Al Baihaqi 1312/ 3
[21] Al minnah al kubra  7/1
[22] Nasb al rayah  478/3
[23] Mausuah ruwatil hadis 1250
[24] Fatawa  al azhar 46/8
[25] Al mukhosshos  436/2
[26]  Al ubab al zahir  244/1
[27] Sahih Bukhari 441/ 0
[28] Khulashoh al ahkam  3395
[29] Khulashoh al ahkam  933 / 2
[30] 1544 Mausuah ruwatil hadis
[31] Mausuah ruwatil hadis  1544
[32] HR  Al baihaqi dalam kitab sunan kubra 1313/3
[33] Mausuah ruwatil hadis  2395
[34] Khulashoh al ahkam  3410
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan