Minggu, April 24, 2011

Kesesatan tulisan tokoh - tokoh ahli bid`ah



Habib Hasan Husen Assagaf menulis artikel sbb :

SEBAGAI seorang muslim, saya terpanggil untuk mengantarkan janazah tetangga yang meninggal dunia. Setelah disolatkan di masjid Umu Ibrahim – Riyadh, janazah dikubur di pemakaman al- U’ud selepas solat Asar.

Di Riyadh kalau mengubur mayat ada sedikit berbeda dengan di negara kita. Bedanya, di sini tanahnya pera dan berpasir, jadi lobang yang digali cetek, mungkin dalamnya kurang lebih satu setengah meter. Tapi walaupun cetek, mayat cepat kering dan tidak terhendus baunya. Saya rasa hanya dua minggu mayat bisa habis dimakan tanah. Ini mungkin karna pengaruh udara kering ditambah suhunya yang bisa mencapai antara 4°C di musim dingin dan 50°C di musim panas.

Berbeda dengan di negara kita, udaranya lembab dan tanahnya basah. Jadi lobang kuburan harus digali lebih dalam, karena mayat susah keringnya. Katanya setelah 40 hari mayat baru bisa kering dan habis dimakan tanah. Inilah akhir dari perjalanan anak cucu Adam as, dan kita pasti mau atau tidak mau akan melaluinya.

Para salaf sholeh, mereka semua bersepakat dengan apa yang telah ditetapkan Rasulallah saw dan dijadikan sesuatu yang mutawatir (diterima kebenarannya) yang mana mayat setelah dikubur mengetahui orang yang menziarahinya dan mendapatkan ketenangan dengan kedatangannya. Sesuai dengan hadisth yang diriwayatkan oleh Imam besar Bukhari bahwa mayat setelah dikubur mendengar suara sandal orang yang mengatarkannya ke kuburan. Di lain hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Utsman bin Affan ra bahwa Rasulallah saw setelah selesai mengubur mayat, beliau berdiri dan bersabda: “Mintalah ampun bagi saudaramu ini, dan mintalah semoga diberikan ketetapan, karena ia sekarang akan ditanya”.

Dari hadist di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mayat itu hidup tidak mati. Hanya saja ia berpindah dari alam dunia ke alam yang baru dinamakan alam Barzakh. Di sana, ia hidup, ia ditanya, ia mendengar, ia melihat, ia membalas salam orang yang memberi salam kepadanya sama seperti orang hidup.

Kalau itu dilakukan untuk sesama manusia biasa, sekarang bagaimana halnya bagi manusia termulia di Dunia yang jutaan penziarah datang ke Madinah untuk memberi salam kepada beliau dan para sahabatnya.

Manusia termulia putra Abdullah dan Aminah bernama Muhammad saw itu benar-benar telah menjadi magnet bagi milyaran manusia. Kerna itu, Madinah tak pernah tidur menyambut para penziarah yang datang dari seluruh pelosok dunia hanya untuk memberi salam kepada baginda Nabi saw dan solat di masjidnya.

Tentu yang sudah pernah berziarah ke makam Rasulallah saw dan para sahabatnya tidak bisa membayangkan bagaimana menyimpan kenangan indah dari cahaya beliau dan pasti di luar dari kesadaran kita air mata mengucur keluar membasahi pipi kita. Kehebatan kota Madinah bukan saja karena kemegahan masjidnya akan tetapi juga karena bersemayam di dalamnya jasad beliau yang mulia. Di sanalah baru kita merasai keindahan ruhaniah kota Madinah yang membawa negeri itu, berkat Rasulallah saw, menjadi negeri yang penuh barokah.

Bagi yang pernah berziarah ke makam Rasulallah saw, pasti bisa melihat di muka tembok jendela rumah Rasullah saw (tempat dimana jasad beliau yang mulia disemayamkan), tertulis dua bait syair yg dibuat oleh seorang A’rabi (Arab Badui) sejak ratusan tahun yang lalu. Sampai sekarang tulisan itu masih bisa terbaca dan masih akan terus dibaca inysallah oleh umat Muhammad saw yang datang berziarah ke makamnya.

Diriwayatkan oleh al-Imam al-Hafidh al-Syeikh I’mad al-Din Ibnu Katsir dari al-U’tbi, ia berkata : Ketika aku sedang duduk di hadapan makam Rasullah saw, tiba tiba seorang A’rabi datang berziarah kepada beliau dan berkata : “Salam sejahtera atasmu wahai Rasulallah. Sesungguhnya aku mendengar Allah berberfirman  “Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. Al-Nisa’, 64.  “Wahai Rasulallah”, kata A’rabi dengan penuh kekhusyu’an, “aku datang kepadamu untuk memohonkan ampun bagiku dan memberikan kepadaku syafaatmu“. Kemudian A’rabi itu membaca dua bait syair:

ياخير من دفنت بالقاع أعظمه
فطاب من طيبهن القاع وا لأكم
نفسي الفداء لقبر أنت ساكنه
فيه العفاف وفيه الجود والكرم

Wahai jasad termulia di lahad kau bersemayam
Lahad dan tanah ber-semerbak dari semerbakmu
Ku korbankan diriku demi makam kau berdiam
Yang penuh kebijakan, keindahan dan kemurahanmu

Setelah membaca dua bait syair A’rabi itu keluar. Kemudian aku  (al-U’tbi) tertidur dan bermimpi berjumpa dengan Rasulallah saw. Beliau pun berkata kepadaku:  “Kejarlah A’rabi itu dan sampaikanlah kepadanya kabar gembira bahwa Allah telah mengampuni dosanya “

Dr. Muhammad bin Alwi Al-Maliki  telah mengupas riwayat ini dalam kitabnya “Mafahim Yajibu An Tushahah“ bahwa banyak para masyayikh (ulama) meriwayatkan kisah ini, diantaranya:  Al-Imam al Nawawi dalam kitabnya Al-Idhah, Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, Abul Faraj bin Qudamah dalam kitabnya al Syarhul Kabir, Al Imam al Qurtubi (umdah atau pakar ilmu tafsir) dalam kitabnya tafsir Al Jami’,  dan masih banyak lagi para ulama besar dan pakar ilmu tafsir  yang meriwayatkan kisah ini.

Sekarang, apakah kisah yang diriwayatkan oleh para ulama besar itu dhaif jika dilihat dari sanadnya?…

Apakah yang diriwayatkan oleh para ulama besar itu merupakan suatu kekufuran atau kesesatan?…

Apakah yang dibawakan para ulama dan pakar ilmu tafsir itu mengajak kita kepada penyembahan berhala atau kuburan?…

Jika hal itu demikian menurut penapsiran ulama mereka, maka ulama mana lagi yang bisa dipercaya.

Wallahua’lam, [1]

Komentarku ( Mahrus ali ) :

Anda menyatakan :
Para salaf sholeh, mereka semua bersepakat dengan apa yang telah ditetapkan Rasulallah saw dan dijadikan sesuatu yang mutawatir (diterima kebenarannya) yang mana mayat setelah dikubur mengetahui orang yang menziarahinya dan mendapatkan ketenangan dengan kedatangannya. Sesuai dengan hadisth yang diriwayatkan oleh Imam besar Bukhari bahwa mayat setelah dikubur mendengar suara sandal orang yang mengatarkannya ke kuburan. Di lain hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Utsman bin Affan ra bahwa Rasulallah saw setelah selesai mengubur mayat, beliau berdiri dan bersabda: “Mintalah ampun bagi saudaramu ini, dan mintalah semoga diberikan ketetapan, karena ia sekarang akan ditanya”.

Dari hadist di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mayat itu hidup tidak mati. Hanya saja ia berpindah dari alam dunia ke alam yang baru dinamakan alam Barzakh. Di sana, ia hidup, ia ditanya, ia mendengar, ia melihat, ia membalas salam orang yang memberi salam kepadanya sama seperti orang hidup.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Tentang hadis :
الْعَبْدُ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتُوُلِّيَ وَذَهَبَ أَصْحَابُهُ حَتَّى إِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ
“Jika seorang hamba sudah diletakkan dalam kuburannya dan para sahabatnya telah meniggalkan kuburan hingga ia mendengar bunyi sandal mereka maka akan datang kepadanya dua malaikat lalu keduanya mendudukkannya dst…”

HR Ahmad  12296 , Bukhari 1374, Muslim 7317 , Abu Dawud  4752, Nasai 2187. Seluruhnya dari Qatadah .
Al bani menyatakan sahih [2]

Komentar penulis buku :
HR Bukhari 1338 , ada perawi bernama Sa`id yang sering menyelinapkan perawi lemah dan hapalannya kabur .. dia bernama  Said bin Abu Arubah .
وَحَكَى ابْنُ أَبِى خَيْثَمَةَ أَنَّ يَزِيْدَ بْنَ زُرَيْعٍ سُئِلَ عَنِ التَّدْلِيْسِ ، فَقَالَ : التَّدْلِيْسُ كِذْبٌ
Ibnu Abi Khaitsamah bercerita sesungguhnya Yazid bin Zurai` di tanya tentang Tadlis ( menyelinapkan perawi lemah ) . Beliau menjawab : Ia kedustaan.

Komentarku ( Mahrus ali ) :
 :
Pada hal Qatadah dan Said bin Abu Arubah terkenal  sebagai mudallis  - orang yang suka menyelinapkan perawi lemah.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ : سَمِعْتُ صَالِحًا الْخَنْدَقِى ، قَالَ : سَمِعْتُ وَكِيْعًا قَالَ : كُنَّا نَدْخُلُ عَلَى سَعِيْدٍ ابْنِ أَبِى عَرُوْبَةَ فَنَسْمَعُ ، فَمَا كَانَ مِنْ صَحِيْحِ حَدِيْثِهِ أَخَذْنَاهُ ، وَمَا لَمْ يَكُنْ صَحِيْحًا طَرَحْنَاهُ .
Abu dawud berkata : "Aku mendengar Saleh al khondaqi berkata : Aku mendengar Waki` berkata : Kami masuk kepada Sa`id bin Abu Arubah  , lalu kami mendengar . Hadisnya yang sahih kami ambil dan yang tidak sahih kami buang .

وَ قَالَ اْلأَزْدِى : اِخْتَلَطَ اِخْتِلاَطًا قَبِيْحًا .
Al azdi berkata : Sa`id adalah sangat kabur hapalannya . Jelek sekali
وَ قَالَ ابْنُ قَانِعٍ : خُلِّطَ فِى آخِرِ عُمْرِهِ ، وَ كَانَ أَعْرَجَ ، يُرْمَى بِاْلقَدَرِ
Ibnu Qani`  berkata : Said bin Abu Abu Arubah pada usia lansia kabur hapalannya  . Dia pincang , tertuduh qadariyah.

Dalam kitab Syarah Ibnu Batthol 354/5 , perawi tunggal hadis bahwa  mayat mendengar suara sandal pengiringnya adalah Qatadah yang mudallis – suka menyelinapkan perawi lemah . Karena itu , saya masih mendahulukan ayat dimana mayat tidak bisa mendengar.
Imam Syafi`I pernah menyatakan :
إِنَّهُ تَفَرُّدُ الثِّقَةِ بِمُخَالَفَةِ مَنْ هُوَ أَرْجَحُ مِنْهُ
Syadz adalah seorang perawi hadis meriwayatkan secara sendirian bertentangan dengan perawi yang lebih rajih.  Nukat karya Ibnu Hajar 69/1

Jadi hadis riwayat Muslim dan Bukhari tentang mayat mendengar suara sandal adalah syadz ( ganjil / nyeleneh ) dan tidak bisa di buat pegangan , juga bertentangan dengan ayat al quran  yang menyatakan :
إِنَّكَ لاَ تُسْمِعُ الْمَوْتَى
Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar
وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي اْلقُبُوْرِ
dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.[3]
Al hafizh Ibnu rajab berkata :
Pendapat Aisyah  tentang mayat – mayat tidak mendengar perkataan orang – orang hidup telah di cocoki  segolongan  ulama  dan di tarjih oleh Al Qadhi – Abu Ya`la  dari tokoh – ashab kami dalam kitabnya : “ Al jami`ul kabir “ Mereka berhujjah dengan landasan hujjah Aisyah  , mereka menjawab terhadap hadis sumur Badar dengan jawaban Aisyah . Boleh juga hal itu  merupakan mu`jizat yang husus untuk Nabi SAW  bukan orang lain – yaitu mayat – mayat mendengar perkataan Nabi SAW.. Untuk masalah mayat mendengar perkataan orang  yang masih hidup atau tidak ………. Pernah saya terangkan dalam naskah saya  ,entah  di mana  saya agak lupa . Rujuklah ke sana barangkali sudah terbit. Malah di situ  saya  terangkan al albani  condong untuk mengikuti ulama madzhab Hanafi yang menyatakan bahwa mayat tidak mendengar dan mereka juga mengarang satu buku tebal husus tengtang hal itu .


Komentarku ( Mahrus ali ) :

Hadis arab badui yang datang pada kuburan Nabi SAW dengan mendendangkan dua bait syair itu  juga di buat dalil oleh syi`ah  untuk memperkenankan  tawassul dengan mayat kata DR Sholahuddin [4]
Syekh Muhammad Nashiruddin Al albani berkata : "Ini adalah sanad lemah yang gelap , aku tidak tahu tentang Ayyub Al Hilali  atau perawi sebelumnya .
Abu Zaid Aaroqosyi di cantumkan  oleh Adz dzahabi  dalam kitab  Al Muqtana fii sardil kuna  155/2 , tapi tidak di sebut namanya  dan beliau menyatakan  : "Dia tidak dikenal ". Kisah tsb adalah mungkar dan sangat buruk . Sudah cukup badui  disitu tidak di kenal identitasnya . Sayangnya Ibnu Katsir menyebutnya lalu di sambut baik oleh orang – orang yang mementingkan diri sendiri , ahli bid`ah dan hawa nafsu . Imam Shobuni juga menyebutnya  dalam kitab Mukhtashornya  410/1
Kisah dalam tafsir Ibnu Katsir itu tidak di sandarkan kepada salah satu ahli hadis yang terkenal , tapi hanya di sandarkan kepada  Al atbi yang tidak dikenal dan tiada yang menyebutnya kecuali dalam hikayah ini .

وَهِيَ حِكَايَةٌ مُسْتَنْكَرَةٌ ، بَلْ بَاطِلَةٌ ، ِلمُخَالَفَتِهَا اْلكِتَابَ وَالسُّنَّةَ ، وَ لِذَلِكَ يَلْهَجُ بِهَا اْلمُبْتَدِعَةُ ، ِلأَنَّهَا تُجِيْزُ اْلاِسْتِغَاثَةَ بِالنَّبِي صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَطَلَبَ الشَّفَاعَةَ مِنْهُ بَعْدَ وَفَاتِهِ ، وَهَذَا مِنْ أَبْطَلِ اْلبَاطِلِ ، كَمَا هُوَ مَعْلُوْمٌ ، وَقَدْ تَوَلَّى بَيَانَ ذَلِكَ شَيْخُ اِْلإسْلاَمِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِي كُتُبِهِ وَ بِخَاصَّةٍ فِي " التَّوَسُّلِ وَاْلوَسِيْلَةِ " ، وَ قَدْ تَعَرَّضَ لِحِكَايَةِ الْعَتْبِي هَذِهِ بِاْلإِنْكَارِ ، فَلْيُرَاجِعْهُ مَنْ شَاءَ الْمَزِيْدَ مِنَ اْلمَعْرِفَةِ وَاْلعِلْمِ
Kisah tsb adalah hikayat yang mungkar , bahkan  keliru karena  bertentangan dengan al qur`an dan hadis . karena itu ahli bid`ah senang dengan adanya hadis tsb.  Sebab hadis itu memperbolehkan  minta tolong kepada Nabi SAW, minta safaat kepadanya setelah wafatnya . Ini termasuk paling keliru sebagaimana  yang di ketahui . Syaikhul Islam Ibnu taimiyah dalam kitab – kitabnya  , hususnya  kitab Tawassul wal wasilah telah menjelaskan tentang hal itu , dan beliau sangat ingkar kepada kisah Al atbi itu .
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Setahu saya , tiada buku tafsir yang mencantumkan kisah tsb kecuali Ibnu Katsir dan beliau merupakan permulaan orang yang mencantumkan  kisah itu di kitab tafsirnya dan di ikuti oleh pengarang tafsir Al Wasith.  Dikitab tafsir lain , saya tidak menjumpainya . Kecuali mukhtashor Ibnu Katsir yang di rangkum oleh Asshobuni .  Tiada sahabat dan ulama  salaf yang melakukan seperti itu dan paling penting tidak ada dalilnya . Siapakah yang memerintah minta safaat kepada Nabi yang berbaring di bawah pusara. Tapi bila   Rasulullah SAW  masih hidup silahkan minta pada Rasulullah SAW  dan hal ini masalah yang jelas gambelang tidak ada hilaf lagi.
Bila Rasulullah SAW telah meninggal dunia , maka istri – istri Rasulullah SAW  , anak – anaknya atau  khulafaur rasyidin tidak pernah melakukan seperti itu . Kita  layaknya  jangan ikut budaya yang tidak cocok dengan budaya para sahabat.

.
Ada kesalahan terjemahan yang anda lakukan sbb :

ke makam Rasulallah saw



يَا خَيْرَ مَنْ دُفِنَتْ بِالْقاَعِ أَعْظُمُهُ
فَطَابَ مِنْ طِيْبِهِنَّ اْلقَاعُ وَ اْلأَكَمُ
نَفْسِي اْلفِدَاءُ لِقَبْرٍ أَنْتَ سَاكِنُهُ 
 فِيْهِ اْلعَفَافُ وَ فِيْهِ الْجُوْدُ وَ اْلكَرَمُ


Wahai jasad termulia di lahad kau bersemayam
Lahad dan tanah ber-semerbak dari semerbakmu
Ku korbankan diriku demi makam kau berdiam
Yang penuh kebijakan, keindahan dan kemurahanmu


MESTINYA  :
 Wahai orang terbaik yang tulang – tulangnya dimakamkan di tanah tandus
 Tanah tandus dan gunung semerbak harum karena bau nya
Ku korbankan diriku demi makam kau berdiam
Di dalamnya kesucian , kemurahan dan kemulyaan .

Kekeliruanmu adalah kalimat al qa` di artikan lahad . Mestinya tanah tandus.
Lalu al afaf , kamu artikan kebijakan , mestinya kesucian  ( berhati – hati dari subhat )

 Anda menyatakan lagi :
Dr. Muhammad bin Alwi Al-Maliki  telah mengupas riwayat ini dalam kitabnya “Mafahim Yajibu An Tushahah“ bahwa banyak para masyayikh (ulama) meriwayatkan kisah ini, diantaranya:  Al-Imam al Nawawi dalam kitabnya Al-Idhah, Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, Abul Faraj bin Qudamah dalam kitabnya al Syarhul Kabir, Al Imam al Qurtubi (umdah atau pakar ilmu tafsir) dalam kitabnya tafsir Al Jami’,  dan masih banyak lagi para ulama besar dan pakar ilmu tafsir  yang meriwayatkan kisah ini.


Sekarang, apakah kisah yang diriwayatkan oleh para ulama besar itu dhaif jika dilihat dari sanadnya?…

Komentarku ( Mahrus ali ) :
Saya saya jelaskan dari perawi atas kelemahan hadis itu , dan tiada ahli hadis yang meriwayatkannya kecuali al atbi itu , dan dia perawi yang tidak di kenal . Menurut ahli hadis perawi sedemikian ini membikin riwayatnya palsu . Saya  sudah meneliti kekeliriuan kitab  DR Sayyid Muhammad bin Alwi al Maliki  dalam suatu buku tersendiri dan nantikan terbitnya.
  Kekeliruan tetap keliru siapapun yang menyatakan . Hadis lemah tidak akan menjadi sahih karena di cantumkan oleh ulama besar dalam kitabnya  . Kembalilah kepada perkataan Imam Syafii  sbb :
إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ فَهِيَ قَوْلِي .
Bila ada hadis sahih , maka  lemparkan perkataanku ke tembok . Bila kamu lihat hujjah telah berada di jalan , maka  itulah perkataan ku [5]

 
Kuburan Rasulullah SAW

Buku karya Sayyid Muhammad bin Alwi al Maliki dan lihat nanti buku bantahan saya atas kesesatannya  

Buku terjemahan dari buku DR Sayyid Muhammad yang menyesatkan tadi

Buku itu telah di bantah dengan buku Hadzihi Mafahimuna dan sudah diterjemahkan juga .Dan nantikanlah buku karyaku yang mengcanter kesesatan buku Sayyid Muhammad dan akan terbit insya Allah

 
     


[1] http://www.al4nborn3o.co.cc/2011/02/tawassul.html
[2] Miskatul mashobih 27/1
[3] Fathir 22
[4] Kitab mihwariyah – haditsus tsaqalain fil aqidati wal ahkam , karya DR Sholahuddin 33

[5] Majmuk  juz 20 / 211
Artikel Terkait

1 komentar:

  1. Perkara mayat bisa mendengar/tidak itu urusan Allah SWT. jika ada riwayat yang memberitakan tentang hal itu bukan berarti dapat dijadikan dalil untuk beramal. Beramal/berdo'a harus ada adab/contoh dari Nabi yang diperlihatkan/dilakukan para sahabat. Adalah ironis sekali jika seorang muslim/muslimah berdo'a/beramal dengan dengan riwayat yang bukan dari Nabi dan tidak diperlihatkan oleh sahabat nabi. Misalkan jika benar Allah menjadikan mayat bisa mendengar seseorang yang menjiarahinya, maka Nabi dan para sahabat apakah pernah mencontohkan umat islam untuk berdo'a dengan berwasilah pada mayat??
    Dan jika Allah SWT menjadikan mayat tidak dapat mendengar mereka yang menziarahinya, maka kita-kita yang berdo'a dengan berwasilah pada wayatnya sudah tentu menjadi orang-orang yang bodoh yang nyata-nyata bodoh yang melakukan amaliah hanya berdasarkan akal, bukan berdasarkan perintah/contoh Nabi.
    Jika umat islam kembali kepada contoh Nabi, maka Nabi memerintahkan mengucap salam dan mendo'akan mereka yang telah mati, bukan sebaliknya.

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan