Selasa, Desember 15, 2015

Jawabanku untuk teman fb kita tentang mubahalah



Abu Bakar  menulis : Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, AsySya’bi, alAuza’i, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Ibnu Hajar, Muhammad ibn Abdul Wahhab dan Shidiq Hasan Khan telah menyeru orang yang menyelisihi mereka kepada mubahalah, bahkan sebagian menyeru kepada mubahalah lantaran perkara furu’ dalam masalah fiqih.

Komentarku ( Mahrus ali ):
Saya  sendiri belum menjumpai sanad yang  sahih tentang mubahalah yang  dilakukan oleh Ibn Mas`ud dan Ibn Abbas.
Bila sahih, kisah itu benar, bukan buatan  dan  ia tidak salah, maka  sekedar perbuatan mereka berdua. Dan  kita tidak di haruskan  untuk mengikuti mereka. Tuntunan kita adalah Rasulullah shallahu alaihi wasallam yang  bermubahalah  dengan orang kafir bukan sesama muslim.

وأما ما ورد عن ابن عباس وابن مسعود والأوزاعي من دعوتهم للمباهلة في مسائل الفروع؛ فقد سألت فضيلة الشيخ محمد العثيمين ـ رحمه الله تعالى ـ عن ذلك فقال: إنه اجتهاد منهم رضي الله عنهم
Abu Ashim Annabil  berkata:
Adapun kisah  dari Ibn Abbas  dan Ibn Mas`ud , Auzai yang  mengajak mubahalah  karena masalah  furu` ( cabang  bukan masalah usul atau dasar ) , aku  pernah bertanya  kepada  fadhilah   Syaikh Muhammad al Utsaimin  rahimahullah  tentang hal itu , lalu beliau menjawab:  Sesungguhnya ia sekedar ijtihad mereka  radhiyalloh anhum.
Komentarku ( Mahrus ali ):
Kesan  saya dari perkataan  Syaikh Utsaimin itu , bila ia di golongkan masalah ijtihad , maka mubahalah  karena masalah furu` ini  yang  di lakukan oleh  Ibn Mas`ud dan Ibn Abbas tidak memiliki  fondasi yang  kokoh , tidak memiliki  dalil.
Bila ada dalilnya maka  tidak perlu ijtihad lagi. Cukup ikut dalil saja.

Saya  tidak mendengar Abu bakar, Umar, Usman dan Ali  dan mayoritas  sahabat atau istri – istri Rasulullah shallahu alaihi wasallam melakukan mubahalah  dalam hadis  yang  sahih.
Imam Syafii , Malik, Ahmad bin Hambal dan Abu Hanifah  juga hilap, tapi mereka  tidak mengadakan mubahalah.
Bila di antara  kita ada konflik atau hilap dalam masalah agama , kita cukup kembali kepada Allah dan RasulNya  sebagaimana ayat:
فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللهِ والرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ والْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَاَحْسَنُ تَاْوِيْلاً.

"Jika kamu saling berbantah-bantahan dalam sesuatu perkara, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (as-Sunah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".  An-Nisa, 4:59.

Jadi kita diperintahkan oleh Allah untuk kembali kepada dalil  dari Quran atau hadis bukan mubahalah ketika ada perbedaan pendapat. Ayat ini cukup menjadi pegangan kita yang  tidak boleh kita lepaskan bukan mubahalah  lalu mendoakan kejelekan kepada orang yang  beda pendapat dengan kita.
Dan yang  penting mana dalilnya  kita boleh bermubahalah sesama  muslim, mukmin yang  salih.
Realitanya  ada orang yang  bermubahalah lalu selang  beberapa  waktu  mengakui bahwa masalah yang  di mubahalahkan ternyata keliru.
Bagaimana  bila pihak yang   salah dalam mubahalah  itu hidup dan pihak yang  benar dalam mubahalah ternyata  mati karena kecelakaan.
Bila terjadi demikian , maka umat ini akan bingung dan tersesat  untuk mengikuti pihak yang  salah.
Abu Bakar mnulis :
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Dan perdebatan jika telah mencapai batasan seperti ini dan tidak menghasilkan manfaat, maka seyogyanya untuk beralih kepada apa yang telah Allah perintahkan kepada Rasul
Nya berupa mubahalah” [Mukhtashar AshShawa’iq al Mursalah].

Komentarku ( Mahrus ali ):
Mana dalilnya  dari al quran atau hadis?
Mubahalah  yang  diperintahkan oleh Allah  dalam surat ali imran 61 itu antara Nabi shallahu alaihi wasallam dan Nasrani.
Bila  di gunakan untuk sesama muslim yang  salih , lalu saling mendoakan jelek, laknat, maka ini sangat di sayangkan.
Anda menulis :

 Beliau juga berkata dalam masalah fiqh dari kisah utusan Najran; “Di antaranya; sesungguhnya sebuah sunnah dalam berdebat melawan pengusung kebatilan, apabila telah tegak hujjah Allah tapi mereka tetap tidak mau kembali, bahkan bertambah membangkang maka hendaknya dia mengajaknya untuk bermubahalah, dan sungguh Allah telah memerintahkan RasulNya dengan hal itu, dan Allah tidak berfirman; sesungguhnya hal itu tidak untuk umatmu sama sekali setelah ini.

Komentarku ( Mahrus ali ):
Kalau kepada ahlul batil bukan ahlul hal silahkan.

Anda menyatakan lagi;
Dan telah menyeru kepada hal ini juga anak paman Rasul shallallahu alaihi wa sallam, Abdullah Ibnu Abbas terhadap orangorang yang berbeda faham dalam masalah furu’, dan tidak ada seorang shahabat pun ketika itu yang mengingkarinya,

Komentarku ( Mahrus ali ):
Kisah itu perlu sanad yang  sahih dan saya belum menjumpainya.

Anda menulis juga:

dan AlAuza’i pernah mengajak Sufyan AtsTsauri bermubahalah dalam masalah mengangkat tangan, dan hal itu tidak diingkari, dan ini merupakan kesempurnaan argumen” [Zaadul Ma’ad].

Komentarku ( Mahrus ali ):
Itu sekedar perbuatan  Auzai  seorang, mungkin benar, juga mungkin salah.
Imam Ahmad berkata : .
لاَ تُقَلِّدْنِي وَلاَ مَالِكًا وَلاَ الثَّوْرِيَّ وَلاَ الشَّافِعِيَّ ;
Jangan ikut kepadaku ,atau Imam Malik , Tsauri atau Syafii 

Ali ra  berkata :
مَا كُنْتُ لِأَدَعَ سُنَّةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِقَوْلِ أَحَدٍ *
Aku  tidak akan meninggalkan sunah Nabi  S.A.W.    karena  perkataan orang “. [1]
Imam Malik berkata :
إنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُصِيبُ وَأُخْطِئُ فَاعْرِضُوا قَوْلِي عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
        Aku hanyalah manusia , terkadang pendapatku benar , di lain waktu kadang salah . Karena itu , cocokkan perkataanku ini dengan kitabullah dan hadis Rasulullah .


Imam Syafii yang menyatakan :
إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ فَهِيَ قَوْلِي .
Bila ada hadis sahih , maka  lemparkan perkataanku ke tembok . Bila kamu lihat hujjah telah berada di jalan , maka  itulah perkataan ku 
 لاَ تُقَلِّدْ دِينَك الرِّجَالَ فَإِنَّهُمْ لَنْ يَسْلَمُوا مِنْ أَنْ يَغْلَطُوا .
Dalam masalah agama,jangan ikut orang , sebab  mereka mungkin juga salah . 














[1] HR Bukhori  1563
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan