Kamis, Februari 05, 2015

Jawabanku untuk idrus Ramli ke 39



Mashalah Mursalah dan Bid’ah
Muhammad Idrus Ramli menyatakan:
Dalam buku yang sama, Mahrus Ali juga mempersoalkan pengumpulan al Quran dan hadits sebagai salah satu dalil bidah hasanah. Dalam buku ”Sesat Tanpa Sadar” (halaman 28). Mahrus Ali berkata:
Demikian juga dengan pembukuan teks al Quran (pembukuan teks al Quran pada masa sahabat Abu Bakar al Shiddiq atas usul Umar bin al Khatthab, yang kisahnya sangat terkenal) dan hadits bukan sebuah langkah bid’ah, tetapi termasuk mashalih mursalah. Di zaman Rasululah, al Quran dan hadits sudah ditulis dalam berbagai lempeng, tulang, dan kulit hewan, selain juga dilafalkan, tidak ada satu ulama salaf pun mengingkari pembukuan keduanya.
Pernyataan Mahrus Ali di atas memiliki pengertian bahwa pembukuan Quran dan hadits belum pernah dilakukan oleh Rasulullah, tetapi hal tersebut tidak dikatakan bid’ah, namun termasuk dalam kategori mashalih mursalah. Dengan demikian, secara tidak langsung Mahrus membatasi jangkauan hadits, ”kullu muhdatsatin bid’ah” (setiap perkara baru adalah bid’ah). Menurutnya, tidak semua perkara baru itu bid’ah tetapi ada yang termasuk mashalih mursalah. Pertanyaannya adalah, adakah dalil-dalil dari al Quran dan hadits yang menyebutkan istilah mashalih mursalah? Tentu saja tidak ada. Istilah mashalih mursalah juga tremasuk bid’ah hasanah. Kesimpulannya, Mahrus Ali memerangi bid’ah hasanah dengan menggunakan istilah mashalih mursalah yang juga bid’ah hasanah.[1]

Komentar (Mahrus Ali):
Sepertinya Anda mesti banyak belajar lagi sebelum Anda megajar, sebab apa yang saya maksudkan tidak seperti apa yang anda jelaskan. Yang saya maksudkan bukanlah demikian, saya ingin mengatakan bahwa pengumpulan Al Quran itu bukan syariat, karena itu tidak termasuk bid’ah. Pengumpulan Al Quran hanya sekedar sarana. Jadi, bukan merupakan bid’ah hasanah atau sayyi’ah.
Bila pengumpulan quran itu di  golongkan ke dalam sariat, pada hal ia terjadi  setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam  meninggal dunia dan wahyu  untuk sariat sudah putus. Sudah tentu, pengumpulan tsb bukan sariat dan tidak boleh dikatakan bid`ah hasanah.  Bid`ah itu untuk membikin sariat baru bukan  untuk membuat saranah baru. Bedakan hal ini, jangan di campur aduk seperti  gado – gado.  Allah  sudah menyatakan :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنًا

“Hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian dan telah Aku sempurnakan kepada kalian nikmat-Ku dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagi kalian.” (Al-Ma`idah: 3)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam  meninggal  dunia dan sariat Islam  sudah sempurna, bukan kurang atau perlu di tambah lagi. Karena sudah sempurna itu, pengumpulan quran tidak bisa di golongkan bid`ah hasanah. Ia ternasuk  sarana belaka
Pengumpulan al quran itu  dari urun rembuk  Umar bin Al khatthab, bukan dari  wahyu atau perintah  dari Allah. Dan  Umar atau lainnya  tidak bisa bahkan tidak boleh membuat  sariat baru. Ingatlah  firmanNya:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
Apakah mereka mempunyai  sekutu - sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.[2]
Penjilidan al quran, memberi covernya, menulisnya dengan harakat . seluruhnya  bukan sariat dan tidak boleh dimasukkan ke dalam  bid`ah.  
Pengumpulan al quran  merupakan kepentingan umum, maka saya menyebutnya sebagai mashalah mursalah, karena tanpa pembukuan Al Quran pun di masa Rasulullah, Islam sudah berkembang dan tidak terkalahkan, meskipun Al Quran belum dikumpulkan menjadi satu buku.
Pengumpulan Al Quran dimasukkan ke dalam bid’ah hasanah, sama sekali tidak pernah dikatakan oleh sahabat atau tabi’in. Jika ada yang mengatakan bahwa pengumpulan Al Quran termasuk ke dalam bid’ah hasanah, maka ini jelas sebuah kekeliruan yang fatal.
Bila kalimat masalahah mursalah kamu masukkan ke dalam bid`ah hasanah karena tidak ada istilah itu  di masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , maka sangat keliru, tidak tepat sama sekali, harus dibuang dan tidak boleh di ambil. Ia sekedar istilah dalam usul fikih. Boleh diganti istilah lainnya seperti kepentingan umum.
Itu sekedar bahasa dalam usul fikih, kalau menurut pemahaman  anda, maka istilah  dalam usul fikih seperti Syar’u Man Qablana, Azimah  , Rukhshah , Istishab,   Istihsan, Qiyas , Ijma’  Sunnah dll , mengapa tidak anda masukkan ke dalam bid`ah hasanah sekalian. Lalu nanti istilah  dalam fikih, tafsir , aljabar sekalian juga masuk dalam  bid`ah hasanah. Wah ini malah rusak ajaran Islam yang murni ini.


[1] Kiai NU atau Wahabi Yang Sesat Tanpa Sadar?/ hlm. 26
[2] Syura 21
Artikel Terkait

1 komentar:

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan