Sabtu, Januari 17, 2015

Jawabanku untuk Idrus Ramli ke 36



 
LBM NU Jember mengatakan lagi:
Hadits Sayyidina Bilal:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبِلَالٍ عِنْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَا بِلَالُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ قَالَ مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُورًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ
وَفِى رِوَايَةٍ قَالَ لِبِلاَلٍ : بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الْجَنَّةِ قاَلَ مَا أَذْنَبْتُ قَطُّ إِلَّا صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَمَا أَصَابَنِي حَدَثٌ قَطُّ إِلَّا تَوَضَّأْتُ وَرَأَيْتُ أَنَّ للهِ عَلَيَّ رَكْعَتَيْنِ فَقَالَ النَّبِي صلعم( بِهِمَا )
أَيْ نِلْتَ تِلْك َالْمَنْزِلَة  رواه البخاري
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi bertanya kepada Bilal ketika salat fajar, “Hai Bilal, kebaikan apa yang paling engkau harapkan pahalanya dalam Islam, karena aku telah mendengar suara kedua sandalmu di surga.” Ia menjawab, “Kebaikan yang paling aku harapkan pahalanya adalah aku belum pernah berwudhu, baik siang maupun malam, kecuali aku melanjutkannya dengan salat sunah dua rakaat yang aku tentukan waktunya.” Dalam riwayat lain, beliau berkata kepada Bilal, “Dengan apa kamu mendahuluiku ke surge?” Ia menjawab, “Aku belum pernah azan kecuali aku salat sunah dua rakaat setelahnya, dan aku belum pernah hadats, kecuali aku berwudhu setelahnya dan harus aku teruskan dengan salat sunah dua rakaat karena Allah.” Nabi berkata, “Dengan dua kebaikan itu, kamu meraih derajat itu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari (1149), Muslim (6274), Al Nasa’i dalam Fadhail al Shahabah (132), Al Baghawi (1011), Ibnu Hibban (7085), Abu Ya’la (6104), Ibnu Khuzaimah (1208), Ahmad (5/354), dan Al Hakim (1/313), yang menilainya sahih.
Menurut al Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al Bari (3/34), hadits ini memberikan faedah tentang bolehnya berijtihad dalam menentukan waktu ibadah, karena Bilal memperoleh derajat tersebut berdasarkan ijtihadnya, lalu Nabi pun membenarkannya. Nabi belum pernah menyuruh atau mengerjakan salat dua rakaat setiap selesai berwudhu atau setiap selesai azan, tetapi Bilal melakukannya atas ijtihadnya sendiri, tanpa dianjurkan dan tanpa bertanya kepada Nabi. Ternyata Nabi membenarkannya, bahkan memberinya kabar gembira tentang derajatnya di surga, sehingga salat dua rakaat setiap selesai wudhu menjadi sunah bagi seluruh umat.

 Hadits tersebut juga diriwayatkan  dari Amir  bin Al Husaib-Buraidah.
أَلْقَابُ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فِي الْمُسْنَدَيْنِ الصَّحِيْحَيْنِ – (ج 1 / ص 3)
بُرَيْدَة: اْلأَسْلَمِى يُقَالُ: اِسمُهُ عَامِر بْنُ الْحُصَيْب
Dalam kitab Al Qabus Shohabati Fil Musnadain Al Sahihain 3/1. Buraidah bernama Amir bin Al Hushaib.
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ
Abu Isa (Tirmidzi) berkata, “Hadits tersebut hasan sahih nyeleneh.”
Hadits tersebut lemah karena ada seorang perawi bernama Ali bin Husain bin Waqid Al Qurasyi.
مَرتَبَتُهُ عِنْدَ ابْنِ حَجَر : صَدُوقٌ يَهِم
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ الذَّهَبـِي : ضَعَّفَهُ أَبوُ حَاتِمٍ ، وَ قَوَّاهُ غَيْرُهُ
Martabatnya, menurut Ibnu Hajar adalah, "Dia berkata benar teta( Buraidah ) pi m."
Martabatnya, menurut Imam Dzahabi adalah, "Dia (Ali bin Husain) dilemahkan oleh Abu Hatim dan dikuatkan oleh lainnya.
Ishak bin Rohaweh berkata:
سَىِّءُ الرَّأْىِ فِيْهِ لِعِلَّةِ الإِرْجَاءِ فَتَرَكْنَاهُ

Dia (Ali bin Husain) berkata, “Jelek pendapatnya karena dia murji’ah, lalu kami meninggalkannya.” (Lihat Tahdzibut Tahdzib 308/7).
Imam Bukhari berkata:
كُنْتُ أَمُرُّ عَلَيْه طَرَفَى النَّهَارِ ، وَ لَمْ أَكْتُبْ عَنهُ
Aku berjalan di hadapannya pada pagi dan sore, dan saya tidak menulis hadits darinya.[1]
 
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ أَبِي حَيَّانَ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبِلَالٍ عِنْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَا بِلَالُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ قَالَ مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُورًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ
قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ دَفَّ نَعْلَيْكَ يَعْنِي تَحْرِيكَ
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Nashr telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Abu Hayyan dari Abu Zur'ah dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, kepada Bilal radliallahu 'anhu ketika shalat Fajar (Shubuh): "Wahai Bilal, ceritakan kepadaku amal yang paling utama yang sudah kamu amalkan dalam Islam, sebab aku mendengar di hadapanku suara sandalmu dalam surga". Bilal berkata; "Tidak ada amal yang utama yang aku sudah amalkan kecuali bahwa jika aku bersuci (berwudhu') pada suatu kesempatan malam ataupun siang melainkan aku selalu shalat dengan wudhu' tersebut disamping shalat wajib". Berkata, (Abu 'Abdullah): Istilah "Daffa na'laika maksudnya gerakan sandal".  HADIST NO – 1081 / KITAB BUKHARI
Bukhari Muslim dan Ahmad.
عمدة القاري (7/ 206)
وفيه أن شيخه بخاري وأبو أسامة وأبو حيان وأبو زرعة كوفيون
Hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam  mendengar  suara sandal Bilal di Surga itu adalah di riwayatkan  oleh Ishak bin Ibrahim bin Nashar al Bukhari . Sedang Abu Usamah , Abu Hayyan dan Abu Zar`ah adalah perawi – perawi kufah.
Sedang tafarrudnya perawi kufah sebagai tanda kelemahan  suatu  hadis.
ولهذا نقول إنه ينبغي لطالب العلم أن ينظر أن من قرائن الإعلال والرد للأحاديث، في تفردات الكوفيين والعراقيين على وجه العموم،
مجلة البحوث الإسلامية

Karena ini, kami katakan: Layak sekali bagi thalib ilm untuk melihat bahwa sebagian tanda cacat dan tertolaknya beberapa hadis adalah tafarrudnya perawi Kufah dan Irak secara umum (seperti hadis masalah Bilal tadi).
Majalah buhus Islamiyah.
Redaksi hadis  yang kacau  sbb:
Dalam Umdatul qari ada penjelasan sbb:
 
 
عمدة القاري (7/ 206)
وفي رواية مسلم فَإِنِّي سَمِعْتُ الَّليلة خَشَفَ نَعْلَيْكَ بين يدي
Menurut ruwayat Muslim  ……..,( (خَشَفَ نَعْلَيْكَ بين يدي sesungguhnya aku tadi malam mendengar bunyi kedua  sandalmu di mukaku
وفي رواية الإسماعيلي حَفِيْفَ نَعْلَيْكَ
Menurut riwayat al Ismaili ( (حَفِيْفَ نَعْلَيْكَ Gemerisik kedua sandalmu ( suaranya ).
 
وفي رواية الحاكم على شرط الشيخين خشخشتك أمامي
Menurut riwayat al Hakim sesuai persaratan perawi Bukhari Muslim dalam kitab sahihnya : Gemerincing  senjata mu di mukaku
 وفي رواية ابن السكن دوي نعليك
Menurut riwayat Ibn Sakan (دوي نعليك ) suara kedua sandalmu
Menurut riwayat Bukhari : دَفَّ نَعْلَيْكَ
التوضيح لشرح الجامع الصحيح (9/ 117)
والدف: السير السريع
Dalam kitab taudhih lisyarhil jami` 117/9
Daf  artinya  jalan cepat.
مطالع الأنوار على صحاح الآثار (3/ 44)
سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ" (9) بالفتح لا غير، أي: صوت مشيك فيهما
Dalam kitab matholiul anwar 44/3
Aku mendengar  suara jalanmu  dengan kedua sandalmu .
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Ada juga yang mengartikan jalan pelan kedua sandalmu dan inilah  yang cocok dengan kamus.
فيض الباري على صحيح البخاري (2/ 569)
قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ دَفَّ نَعْلَيْكَ يَعْنِى تَحْرِيكَ
Abu Abdillah berkata:  Daffa  na`laika  adalah gerakan kedua  sandalmu.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Redaksi hadis yang kacau belau itu, bila saya ingin mengetahui mana sebenarnya kalimat yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dan mana kalimat yang bukan perkataan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, tapi dari kedustaan perawi hadis,  maka  saya tidak bisa menentukannya. Kalau semua kalimat kalimat itu   di katakan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam jelas  tidak mungkin. Sebab, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata sekali, bukan dua atau tiga atau empat kali pada Bilal. Mungkin juga Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak bersabda , tapi perawi pendusta yang mengatakan seperti itu, bukan perawi jujur. Apalagi hadis itu tidak dikenal dikalangan sahabat dan tabiin sebagaimana populer dikalangan kita. Ia hadis muttafaq alaih , tapi redaksinya mukhtalaf alaih.
 Maksudnya, hadis itu muttafaq alaih – disepakati oleh Bukhari dan Muslim tapi redaksinya kacau belau.
Ada redaksi yang kacau  dari pertanyaan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pada Bilal dlm  hadis muttafaq alaih ini:
 
 يَا بِلَالُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ
1. “Hai Bilal, kebaikan apa yang paling engkau harapkan pahalanya dalam Islam, karena aku telah mendengar suara gerakan  kedua sandalmu di surga.”
بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الْجَنَّةِ
2. “Dengan apa kamu mendahuluiku ke surga?
مشكاة المصابيح (1/ 416)
1326 -[5] (صَحِيح)
Al bani menyatakan hadis tsb sahih. Di saat Tirmidzi yang meriwayatkannya menyatakan:
قال الترمذي حديث حسن غريب
Imam Tirmidzi berkata: Hadis  tsb adalah hasan gharib ( nyeleneh )  lihat kitab Takhrij Ihya`  531/1
Jawaban Bilal kacau juga.
مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُورًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ
 1. “Kebaikan yang paling aku harapkan pahalanya adalah aku belum pernah berwudhu  atau mandi jinabat, baik siang maupun malam, kecuali aku melakukan  shalat  yang bisa saya lakukan dengan wudhu atau mandi jinabat itu.
مَا أَذْنَبْتُ قَطُّ إِلَّا صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَمَا أَصَابَنِي حَدَثٌ قَطُّ إِلَّا تَوَضَّأْتُ وَرَأَيْتُ أَنَّ للهِ عَلَيَّ رَكْعَتَيْنِ
2. “Aku belum pernah melakukan dosa kecuali aku salat sunah dua rakaat setelahnya, dan aku belum pernah hadats, kecuali aku berwudhu setelahnya dan kewajiban bagi ku  untuk salat sunah dua rakaat karena Allah.”
مَا أَحْدَثْتُ إِلَّا تَوَضَّأْتُ، وَمَا تَوَضَّأْتُ إِلَّا رَأَيْتُ أَنَّ لِلَّهِ عَلَيَّ رَكْعَتَيْنِ
مسند الروياني (2/ 277)
3. Aku belum pernah hads kecuali aku berwudhu , dan aku tidak pernah berwudhu kecuali aku berpendapat wajib bagiku  untuk menjalankan shalat  dua rakaat.  ( Musnad Royani ) ,
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Disini tanpa kalimat: “Aku belum pernah melakukan dosa kecuali aku salat sunah dua rakaat setelahnya,
الثمر المستطاب في فقه السنة والكتاب (1/ 12)
 يا رسول الله ما أذنت قط إلا صليت ركعتين ولا أصابني حدث قط إلا توضأت عنده
4. Wahai Rasulullah, aku sama  sekali tidak ber adzan kecuali aku menjalankan shalat  dua rakaat  dan bila aku hadas, maka aku berwudhu . ( tanpa menjalankan  shalat  dua rakaat setelah wudhu ).    Kitab Tsamar mustathob 12/1
HR Ibnu Huzaimah  dalam kitab sahihnya  .
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Lantas mana yang jawaban Bilal yang asli dan mana yang palsu. Pada hal pertanyaan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam  kepada Bilal sekali dan Bilalpun menjawab juga sekali bukan  dua atau tiga kali.
  Bila  hadis suara kedua sandal  terdengar ini di katakan sahih, maka  redaksi yang mana yang lemah dan mana yang sahih. Bila dikatakan sahih semuanya, maka tidak mungkin. Bila dikatakan masing masing perawi meriwayatkan bil ma`na, maka dijawab, pengertian yang mana  yang benar. Masing – masing dari pengertiannya saling menyalahkan bukan saling mendukung.  Kita harus kembali kepada pakem mustholah hadis sbb:
وَذُو اخْتِلاَفِ سَنَدٍ أَوْ مَتْنٍ    مُضْطَرِبٌ عِنْدَ أُهَيْلِ اْلفَنِ
      Kekacauan sanad atau redaksi termasuk mudhtharib menurut ahli mustholah hadis.
Bila dikatakan: Hadis muttafaq alaih mesti sahih, maka kita jawab: Mana yang sahih dari redaksi yang kacau itu dan mana yang lemah. Kita sulit sekali memilah – milah, tidak mudah. Paling tepat kembali kepada kaidah umum mustholah tadi.
 Hadis tentang Bilal tadi ternyata di buat sandaran oleh ahli bid`ah atas bolehnya membuat bid`ah hasanah, karena Bilal membuat sesuatu tanpa perintah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam  dan ini namanya bid`ah juga.

Kesimpulan :
1.    Maksud hadis suara sandal Bilal  hanya dari Abu Hurairah adalah ditilik  dari sanad yang paling sahih.
2.    Hadits tersebut juga diriwayatkan  dari Amir  bin Al Husaib-Buraidah.
3.    tafarrudnya perawi kufah sebagai tanda kelemahan  suatu  hadis.
4.    Redaksi hadis yang kacau belau itu, sulit dipilih mana sebenarnya kalimat yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dan mana kalimat yang bukan perkataan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, tapi dari kedustaan perawi hadis
5.    Sulit diketahui mana yang jawaban Bilal yang asli dan mana yang palsu   
6.    Kekacauan sanad atau redaksi termasuk mudhtharib menurut ahli mustholah hadis.


[1] Mausuah Ruwatil Hadits 4717
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan