Rabu, Desember 31, 2014

Sudah Lama “Ngaji” Tetapi Akhlak Tidak Baik


Penyusun: Raehanul Bahraen
“Akh, ana lebih senang bergaul dengan ikhwan yang akhlaknya baik walaupun sedikit ilmunya”.
[SMS seorang ikhwan]

“Kok dia suka bermuka dua dan dengki sama orang lain,
padahal ilmunya masya Alloh,
saya juga awal-awal “ngaji” banyak tanya-tanya agama sama dia”.
[Pengakuan seorang akhwat]
“Ana suka bergaul dengan akh Fulan, memang dia belum lancar-lancar amat baca kitab tapi akhlaknya sangat baik, murah senyum, sabar, mendahulukan orang lain, tidak egois, suka menolong dan ana lihat dia sangat takut kepada Alloh, baru melihatnya saja, ana langsung teringat akherat”.
[Pengakuan seorang ikhwan]
Mungkin fenomena ini kadang terjadi atau bahkan sering kita jumpai di kalangan penuntut yang sudah lama “ngaji”.
[ ngaji: istilah yang ma’ruf, yaitu seseorang mendapat hidayah untuk beragama sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah dengan pemahaman salafus shalih, istilah ini juga identik dengan penuntut ilmu agama ]
Ada yang telah ngaji 3 tahun atau 5 tahun bahkan belasan tahun tetapi akhlaknya tidak berubah menjadi lebih baik bahkan semakin rusak.
Sebagian dari kita sibuk menuntut ilmu tetapi tidak berusaha menerapkan ilmunya terutama akhlaknya.
Sebaliknya mungkin kita jarang melihat orang seperti dikomentar ketiga yang merupakan cerminan keikhlasannya dalam beragama meskipun nampaknya ia kurang berilmu dan semoga tulisan ini menjadi nasehat untuk kami pribadi dan yang lainnya.
~ Akhlak adalah salah satu tolak ukur iman dan tauhid

Hal ini yang perlu kita camkan sebagai penuntut ilmu agama,
karena akhlak adalah cerminan langsung apa yang ada di hati, cerminan keikhlasan dan penerapan ilmu yang diperoleh.
Lihat bagimana A’isyah rodhiallohu ‘anha mengambarkan langsung akhlak Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan teladan dalam iman dan tauhid,
A’isyah rodhiallohu ‘anha berkata:
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau adalah Al-Quran”
[HR. Muslim no. 746, Abu Dawud no. 1342 dan Ahmad 6/54]

Yang berkata demikian Adalah A’isyah rodhiallohu ‘anha,
Istri yang paling sering bergaul dengan beliau,
dan perlu kita ketahui bahwa salah satu barometer ahklak seseorang adalah bagaimana akhlaknya dengan istri dan keluarganya.
Rasulolluh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.”
[H.R. Tirmidzi dan beliau mengomentari bahwa hadits ini hasan gharib sahih. Ibnu Hibban dan Al-Albani menilai hadits tersebut sahih].
Akhlak dirumah dan keluarga menjadi barometer karena seseorang bergaul lebih banyak dirumahnya, bisa jadi orang lain melihat bagus akhlaknya karena hanya bergaul sebentar.
Khusus bagi suami yang punya “kekuasaan” atas istri dalam rumah tangga, terkadang ia bisa berbuat semena-mena dengan istri dan keluarganya karena punya kemampuan untuk melampiaskan akhlak jeleknya dan hal ini jarang diketahui oleh orang banyak.
Sebaliknya jika di luar rumah mungkin ia tidak punya tidak punya kemampuan melampiaskan akhlak jeleknya baik karena statusnya yang rendah (misalnya ia hanya jadi karyawan rendahan) atau takut dikomentari oleh orang lain.
Dan tolak ukur yang lain adalah takwa sehingga Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkannya dengan akhlak,
beliau bersabda :
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada.
Iringilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.”
(HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rohimahullohu menjelaskan hadist ini :
“Barangsiapa bertakwa kepada Alloh, merealisasikan ketakwaannya dan berakhlak kepada manusia -sesuai dengan perbedaan tingkatan mereka- dengan akhlak yang baik, maka ia medapatkan kebaikan seluruhnya, karena ia menunaikan hak hak Alloh dan Hamba-Nya.
[Bahjatu Qulubil Abror hal 62, cetakan pertama, Darul Kutubil ‘ilmiyah]
Demikian pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ
“Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia”
(HR At-Tirmidzi, Ibnu Maajah dan Al-Haakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
~ Tingginya ilmu bukan tolak ukur iman dan tauhid
Karena ilmu terkadang tidak kita amalkan, yang benar ilmu hanyalah sebagai wasilah/perantara untuk beramal dan bukan tujuan utama kita.
Oleh karena itu Alloh Azza wa Jalla berfirman :
جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.”
[Al-Waqi’ah: 24]
Alloh TIDAK berfirman :
جَزَاء بِمَا كَانُوا يعَلمُونَ
“Sebagai balasan apa yang telah mereka ketahui.”
Dan cukuplah peringatan langsung dalam Al-Qur’an bagi mereka yang berilmu tanpa mengamalkan :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَْ كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan hal yang tidak kamu perbuat.
Amat besar kebencian Allah bahwa kamu mengatakan apa saja yang tidak kamu kerjakan.”
(QS.Ash-Shaff : 3)
Dan bisa jadi Ilmunya tinggi karena di karuniai kepintaran dan kedudukan oleh Alloh sehingga mudah memahami, menghapal dan menyerap ilmu.
~ Ilmu Agama hanya sebagai wawasan?

Inilah kesalahan yang perlu kita perbaiki bersama,
sebagian kita giat menuntut ilmu karena menjadikan sebagai wawasan saja,
agar mendapat kedudukan sebagai seorang yang tinggi ilmunya, dihormati banyak orang dan diakui keilmuannya.
Kita perlu menanamkan dengan kuat bahwa niat menambah ilmu agar menambah akhlak dan amal kita.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan :

“Salah satu tanda kebahagiaan dan kesuksesan adalah tatkala seorang hamba semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah juga tawadhu’ dan kasih sayangnya.
Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya.”
[Al-Fawa’id hal 171, Maktabah Ast-Tsaqofiy]
Sibuk belajar ilmu fiqh dan Ushul, melupakan ilmu akhlak dan pensucian jiwa
Yang perlu kita perbaiki bersama juga, sebagian kita sibuk mempelajari ilmu fiqh, ushul tafsir, ushul fiqh, ilmu mustholah hadist dalam rangka memperoleh kedudukan yang tinggi, mencapai gelar “ustadz”, menjadi rujukan dalam berbagai pertanyaan. Akan tetapi terkadang kita lupa mempelajari ilmu akhlak dan pensucian jiwa, berusaha memperbaiki jiwa dan hati kita, berusaha mengetahui celah-celah setan merusak akhlak kita serta mengingat bahwa salah satu tujuan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus adalah untuk menyempurnakan Akhlak manusia.
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلاَقِ”
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
[H.R. Al-Hakim dan dinilai sahih oleh beliau, adz-Dzahabi dan al-Albani].
~ Ahlak yang mulia juga termasuk dalam masalah aqidah
Karena itu kita jangan melupakan pelajaran akhlak mulia, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memasukkan penerapan akhlak yang mulia dalam permasalahan aqidah.
Beliau berkata :
“Dan mereka (al-firqoh an-najiah ahlus sunnah wal jama’ah) menyeru kepada (penerapan) akhlak yang mulia dan amal-amal yang baik.
Mereka meyakini kandungan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Yang paling sempuna imannya dari kaum mukminin adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka“.
Dan mereka mengajakmu untuk menyambung silaturahmi dengan orang yang memutuskan silaturahmi denganmu, dan agar engkau memberi kepada orang yang tidak memberi kepadamu, engkau memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadamu, dan ahlus sunnah wal jama’ah memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, bertetangga dengan baik, berbuat baik kepada anak-anak yatim, fakir miskin, dan para musafir, serta bersikap lembut kepada para budak.
Mereka (Ahlus sunnah wal jama’ah) melarang sikap sombong dan keangkuhan, serta merlarang perbuatan dzolim dan permusuhan terhadap orang lain baik dengan sebab ataupun tanpa sebab yang benar.
Mereka memerintahkan untuk berakhlak yang tinggi (mulia) dan melarang dari akhlaq yang rendah dan buruk”.
[lihat Matan ‘Aqiidah al-Waashithiyyah]
~ Bagi yang sudah “ngaji” Syaitan lebih mengincar akhlak bukan aqidah
Bagi yang sudah “ngaji”, yang notabenenya insyaAlloh sudah mempelajari ilmu tauhid dan aqidah, mengetahui sunnah, mengetahui berbagai macam maksiat, tidak mungkin syaitan mengoda dengan cara mengajaknya untuk berbuat syirik, melakukan bid’ah, melakukan maksiat akan tetapi syaitan berusaha merusak Akhlaknya.
Syaitan berusaha menanamkan rasa dengki sesama, hasad, sombong, angkuh dan berbagai akhlak jelak lainnya.
Syaitan menempuh segala cara untuk menyesatkan manusia, tokoh utama syaitan yaitu Iblis berikrar untuk hal tersebut setelah Alloh azza wa jalla menghukumnya dan mengeluarkannya dari surga,
maka iblis menjawab:
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَْ ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

“Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan(menghalang-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka.
Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”
(Al-A’raf: 16-17)
Kita butuh teladan akhlak dan takwa
Disaat ini kita tidak hanya butuh terhadap teladan ilmu tetapi kita lebih butuh teladan ahklak dan takwa, sehingga kita bisa melihat dengan nyata dan mencontoh langsung akhlak dan takwa orang tersebut terutama para ustadz dan syaikh.
Yang perlu kita camkan juga, jika menuntut ilmu dari seseorang yang pertama kali kita ambil adalah akhlak dan adab orang tersebut baru kita mengambil ilmunya.
Ibu Imam Malik rahimahullahu, sangat paham hal ini dalam mendidik anaknya, beliau memerhatikan keadaan putranya saat hendak pergi belajar.
Imam Malik rahimahullahu mengisahkan:

“Aku berkata kepada ibuku:
‘Aku akan pergi untuk belajar.’
‘Kemarilah!’
kata ibuku,
‘Pakailah pakaian ilmu!’
Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu.
Setelah itu dia berpesan:
‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan:
‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)!
Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.
(Waratsatul Anbiya’, dikutip dari majalah Asy Syariah No. 45/IV/1429 H/2008, halaman 76 s.d. 78)
Kemudian pada komentar ketiga :
“Baru melihatnya saja, ana langsung teringat akherat”
Hal inilah yang kita harapkan, banyak teladan langsung seperti ini. Para ulama pun demikian sebagaimana Ibnul Qoyyim rahimahullahu berkata:
“Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami mendatangi beliau, maka dengan hanya memandang beliau dan mendengarkan ucapan beliau, maka hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.”
[Al Waabilush Shayyib hal 48, cetakan ketiga, Darul Hadist, Maktabah Syamilah]
~ Sudah lama “ngaji” tetapi kok susah sekali memperbaiki Akhlak?

Memang memperbaiki Akhlak adalah hal yang tidak mudah dan butuh “mujahadah”
perjuangan yang kuat.
Selevel para ulama saja membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memperbaiki akhlak.
Berkata Abdullah bin Mubarak rahimahullahu :
طلبت الأدب ثلاثين سنة وطلبت العلم عشرين سنة كانوا يطلبون الأدب ثم العلم
“Saya mempelajari adab selama 30 tahun dan saya mempelajari ilmu (agama) selama 20 tahun, dan ada-lah mereka (para ulama salaf) memulai pelajaran mereka dengan mempelajari adab terlebih dahulu kemudian baru ilmu”.
[Ghayatun-Nihayah fi Thobaqotil Qurro I/446, cetakan pertama, Maktabah Ibnu Taimiyyah, Maktabah Syamilah]
Dan kita tetap terus menuntut ilmu untuk memperbaiki akhlak kita karena ilmu agama yang shohih tidak akan masuk dan menetap dalam seseorang yang mempunyai jiwa yang buruk.
Imam Al Ghazali rahimahullahu berkata:
“Kami dahulu menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali hanya karena Allah ta’ala.”
[Thabaqat Asy Syafi’iyah, dinukil dari tulisan ustadz Kholid syamhudi, Lc, majalah Assunah].
Jadi hanya ada kemungkinan ilmu agama tidak akan menetap pada kita ataupun ilmu agama itu akan memperbaiki kita.
Jika kita terus menerus menuntut ilmu agama maka insya Alloh ilmu tersebut akan memperbaiki akhlak kita dan pribadi kita.
~ Mari kita perbaiki akhlak untuk dakwah
“orang salafi itu ilmunya bagus, ilmiah dan masuk akal tapi keras dan mau menang sendiri”
[pengakuan seseorang kepada penyusun]
Karena akhlak buruk, beberapa orang menilai dakwah ahlus sunnah adalah dakwah yang keras, kaku, mau menang sendiri, sehingga beberapa orang lari dari dakwah dan menjauh.
Sehingga dakwah yang gagal karena rusaknya ahklak pelaku dakwah itu sendiri.
Padahal rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
“Mudahkan dan jangan mempersulit, berikan kabar gembira dan jangan membuat manusia lari”
[HR. Bukhari, Kitabul ‘Ilmi no.69]
Karena Akhlak yang buruk pula ahlus sunnah berpecah belah, saling tahzir, saling menjauhi yang setelah dilihat-lihat, sumber perpecahan adalah perasaan hasad dan dengki, baik antar ustadz ataupun antar muridnya.
Dan kita patut berkaca pada sejarah bagaimana Islam dan dakwah bisa berkembang karena akhlak pendakwahnya yang mulia.
~ Jangan lupa berdoa agar akhlak kita menjadi baik
Dari Ali bin Abi Thalib Rodhiallahu ‘anhu bahwa Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam salah satu do’anya beliau mengucapkan:
,أَللَّهُمَّ اهْدِنِيْ لِأَحْسَنِ الأَخْلَاقِ, فَإِنَّهُ لَا يَهْدِيْ لِأَحْسَنِهَا إِلَّاأَنْتَ
وَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَالَايَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَاإِلَّاأَنْتَ

“Ya Alloh, tunjukkanlah aku pada akhlak yang paling baik, karena tidak ada yang bisa menunjukkannya selain Engkau.
Ya Alloh, jauhkanlah aku dari akhlak yang tidak baik, karena tidak ada yang mampu menjauhkannya dariku selain Engkau.”
(HR. Muslim 771, Abu Dawud 760, Tirmidzi 3419)
Dan doa dijauhkan dari akhlak yang buruk :
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ
“Ya Alloh, aku berlindung kepadamu dari akhlak, amal dan hawa nafsu yang mungkar”
(HR. Tirmidzi no. 3591, dishohihkan oleh Al-Albani dalam Dzolalul Jannah: 13)
Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
Walamdulillahi robbil ‘alamin.
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis dan memperbaiki akhlak kami
Di share  oleh Khadija Nur Khairunnisa Salsabila di the way of salaf

Senin, Desember 29, 2014

Perusahaan Nakal Mewajibkan Karyawannya Menggunakan Atribut Natal




 Perusahaan  Nakal Mewajibkan Karyawannya Menggunakan Atribut Natal


JAKARTA (voa-islam) - Natal sudah usai, tapi tetap saja karyawan masihs ada yang menggunakan  atribut sinterklas. Terlihat masih adanya ada beberapa perusahaan yang nakal dan masih mewajibkan karyawan muslimnya mengenakan atribut Natal. Hal ini terlihat di beberapa gerai atau outlet di beberapa pusat perbelanjaan di Jakarta. 

Saat wartawan situs voa-islam mengunjungi pusat perbelanjaan di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (28/12) kemarin, terlihat dua kawaryawan gerai makanan ringan D'Crepes memakai topi santa claus saat melayani konsumennya. Ketika ditanya apa keyakinanya, dua karyawan ini mengaku beragama Islam. "Saya Islam pak," jawab Ilham singkat 

Dia mengaku bahwa pihak perusahaan yang mewajibkan dirinya memakai atribut Natal. Belum diketahui secara pasti kapan atribut itu mulai dan sampai kapan dipakainya. Menurut Ilham, atribut itu sengaja dipakainya guna menarik konsumen. 

"Saya nggak tau pak soal surat (larangan) itu. Suruh perusahaan pakai, saya pakai," ujar Ilham ketika ditanya soal surat larangan bagi perusahaan untuk memaksakan pemakaian atribut Natal. 

Pemandangan serupa juga terlihat di restoran "Remboelan" yang berada di lantai empat pusat berbelanjaan tersebut. Bahkan, seluruh karyawan baik laki-laki dan perempuan di restoran bagi kalangan atas ini terlihat memakai atribut Natal. 

Sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris berkirim surat kepada perusahaan ritel, restoran, cafe, dan pusat perbelanjaan. Isi surat itu melarang pihak perusahaan untuk memaksakan karyawannya, khususnya karyawan muslimah yang mengenakan hijab memakai atribut Natal. 

Menurutnya, pemaksaan pemakainya atribut natal terhadap karyawan tanpa terkecuali, merupakan sikap intoleran dan bertentangan dengan Pasal 29 UUD 1945. 

"Menurut saya ini tindakan yang intoleran. Karena tidak menghargai hak dan keyakinan beragama bahkan bertentangan dengan Pasal 29 UUD 1945," ujar Fahira.

Terkait dengan sikap sinis terhadap upayanya ini, senator asal DKI ini mengaku bisa memahaminya. Sebab baru pertama kali persoalan pemakaian atribut natal terjadi di Indonesia. Untuk itu Fahira berharap kepada semua anggota senator maupun parlemen di seluruh Indonesia, khususnya beragama muslim untuk ikut berjuang bersamanya. 

"Saya berharap semua pihak bisa paham dan membantu apa yang saya perjuangkan. Jika memang ingin bersikap toleran jangan memaksakan kehendaknya sendiri terhadap suatu kelompok atau golongan," pungkas Fahira.  [robiawan/voa-islam.com]
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Layak sekali, bukan masalah aneh lagi bila kalangan kristen meminta pegawainya  untuk mengenakan atribut sinterklas. Mereka memperjuangkan keyakinannya untuk menampakkan budaya itu tampak banyak yang melakukannya. Mereka bersemangat untuk itu , takkan melewatkan kesempatan natal ini. Bahkan bila perlu masih mencari kesempatan yang lain. Pada hal, kaum muslimin saling berebutan untuk menanggalkan busana khas muslimahnya.  Lalu mengenakan  rok busana wanita kafir. Kalangan kafirin paling benci syiar busana Islami ini.  Kafirin  sangat suka kaum muslimah tinggalkan  busananya  yang Islami. Apalagi bila banyak wanita yang mengenakannya di kota atau desa. Ingat saja ayat ini:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.  Ali imran 120


Jawabanku ke 33 tentang kaharaman cuka



 BápĄké Şąľmä  dari kota Malang menulis : Cuka membuat hilang akal..? Buktinya?
Semua tahu dibuat dgn cuka?
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Masalah kita ya akhi bukan khamar yang memabukkan, tapi cuka yang dibuat dari khamar itu haram sekalipun enak dibuat camouran masakan atau campuran lalap  makanan. Khamar dilarang dan apa yang terbuat dari padanya juga dilarang.
· 
Abu Zila alumni El Instituto Tecnológico y de Estudios Superiores de Occidente , menulis : Cuka termasuk makanan yang baik. Tidak ada dalil yang mengharamkannya, sehingga ia halal hukumnya.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Ini hadis yang melarang Khamar dibuat cuka.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ أَبَا طَلْحَةَ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَيْتَامٍ وَرِثُوا خَمْرًا قَالَ أَهْرِقْهَا قَالَ أَفَلَا أَجْعَلُهَا خَلًّا قَالَ لَا *

Dari Anas bin Malik , sesungguhnya Abu Tholhah ( ayah tiri Anas ra ) bertanya kepada Nabi S.A.W. tentang yatim – yatim yang punya warisan khamar “.
Rasulullah S.A.W. menjawab : “Tumpahkan “.
Abu Tholhah bertanya :” Apakah tidak kita bikin cuka ? “.
Rasulullah S.A.W. bersabda :” Tidak boleh “.9( sahih )

تحفة الأحوذي - (ج 3 / ص 369)
قَالَ الْخَطَّابِيُّ فِي الْمَعَالِمِ : تَحْتَ حَدِيثِ أَنَسٍ فِي هَذَا بَيَانٌ وَاضِحٌ أَنَّ مُعَالَجَةَ الْخَمْرِ حَتَّى تَصِيرَ خَلًّا غَيْرُ جَائِزٍ . وَلَوْ كَانَ إِلَى ذَلِكَ سَبِيلٌ لَكَانَ مَالُ الْيَتِيمِ أَوْلَى الْأَمْوَالِ بِهِ لِمَا يَجِبُ مِنْ حِفْظِهِ وَتَثْمِيرِهِ وَالْحَيْطَةِ عَلَيْهِ ، وَقَدْ كَانَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ إِضَاعَةِ الْمَالِ ، فَعُلِمَ أَنَّ مُعَالَجَتَهُ لَا تُطَهِّرُهُ وَلَا تَرُدُّهُ إِلَى الْمَالِيَّةِ بِحَالٍ . اِنْتَهَى
Al khatthabi dalam kitab al ma`alim berkata: Dibawah hadis Anas disini ada keterangan yang jelas, bahwa mengolah khamar menjadi cuka tidak boleh ( haram). Bila hal itu boleh, maka harta anak yatim merupakan harta paling layak  untuk dijadikan cuka. Sebab  ia harus  di jaga, di kembangkan dan di pelihara. Sungguh Rasulullah SAW telah melarang menyiakan harta. Sudah maklum bahwa mengolah khamar  menjadi cuka  itu tidak bisa membikinnya suci dan tidak bisa di kembalikan menjadi harta dengan cara apapun…………., selesai. Tuhafatul ahwadzi  369/3
تحفة الأحوذي - (ج 3 / ص 369)
قُلْتُ : وَالْحَقُّ أَنَّ تَخْلِيلَ الْخَمْرِ لَيْسَ بِجَائِزٍ لِحَدِيثِ الْبَابِ ، وَلِحَدِيثِ أَنَسٍ الْمَذْكُورِ ، وَمَنْ قَالَ بِالْجَوَازِ فَلَيْسَ لَهُ دَلِيلٌ .
Aku ( Syaukani ) berkata: Yang benar adalah membikin khamar menjadi cuka adalah dilarang  karena ada hadis  dalam bab ini dan karena ada hadis  Anas tsb. Barang siapa yang memperbolehkan, harus mendatangkan dalil.  Tuhfatul ahwadzi 369/3.


Abu Zila menyatakan lagi:
Dan yang menguatkan bahwa cuka termasuk makanan yang baik adalah riwayat :

عَنْ عَائِشَةَ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " نِعْمَ الْأُدُمُ أَوِ الْإِدَامُ الْخَلُّ ".

Dari ‘Aaisyah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sebaik-baik bumbu/lauk adalah cuka” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2051, At-Tirmidziy no. 1840, Ibnu Maajah no. 3316, Ad-Daarimiy no. 2055, dan yang lainnya].

Komentarku ( Mahrus  ali ):
Meski hadis Aisyah itu di riwayatkan oleh Muslim tapi  tetap tafarrud pada perawi bernama  Sulaiman bin Bilal. Hadis tsb lemah. Bahkan munkar, bukan hadis  sahih yang bisa dibuat pegangan, tapi lemah yang harus dilepaskan.
روى سليمان بن بلال عن هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة عن النبي صلى الله عليه وسلم ( نعم الإدام الخل ) (18) و ( بيت لا تمر فيه جياع أهله ) (19)
سئل عنهما أبو حاتم فقال ( هذا حديث منكر بهذا الإسناد ) (20)
وقال ابن رجب ( ذكرنا أن كثيرا من الحفاظ استنكروه ـ يعني الحديث الأول ـ على سليمان بن بلال ، منهم أحمد وأبو حاتم وأحمد بن صالح وغيرهم ، وكذلك قال جماعة منهم في حديث ( بيت لا تمر فيه جياع أهله ) بهذا الإسناد ) (21)
(18)
مسلم (1621) ، الترمذي (1845) ، ابن ماجة (3316)
(19)
مسلم (2046) ، أبوداود (3831) ، الترمذي (1820) ، ابن ماجة ( 3327)
(20)
علل الحديث (2/293)
(21)
شرح علل الترمذي (2/ 651)
Sulaiman bin Bilal dari Hisyam  bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah dari Nabi SAW " Sebaik baik  bumbu  adalah cuka. ( 18 ) . Dan rumah yang tidak ada kurma akan membikin lapar penghuninya. ( 19 ) .
Abu Hatim ditanya tentang dua hadis itu, lalu di jawab: Hadis ini adalah munkar dengan sanad ini. ( 20 )
Ibn Rajab berkata: Kami sebutkan bahwa kebanyakan  hafidh  hadis ingkar kepadanya – ya`ni  hadis  pertama yang disandarkan kepada Sulaiman bin Bilal itu.  Di antara mereka adalah Imam Ahmad, Abu Hatim, Ahmad  bin Shalih dll. Begitu  juga segolongan mereka  menyatakan seperti itu pada hadis " Rumah yang tidak ada kurma akan membikin keluarganya  lapar " dengan sanad ini.

Anda menyatakan lagi:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَ أَهْلَهُ الْأُدُمَ، فَقَالُوا: مَا عِنْدَنَا إِلَّا خَلٌّ، فَدَعَا بِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ بِهِ، وَيَقُولُ: " نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ "

Dari Jaabir bin ‘Abdillah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada keluarganya tentang lauk. Mereka berkata : “Tidak ada di sisi kami kecuali cuka”. Maka beliau menyuruh untuk diambilkan dan kemudian makan dengannya. Beliau bersabda : “Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2052, At-Tirmidziy no. 1839 & 1842, Ibnu Abi Syaibah 8/337, Ahmad 3/301 & 304 & 353 & 364 & 379 & 389 & 390 & 400, Ad-Daarimiy no. 2054, Abu Daawud no. 3820 & 3821, dan yang lainnya].
Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai hal ini.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Sebetulnya sudah dijawab dalam jawaban – jawaban yang lalu tentang kelemahan hadis Jabir itu karena kontradiksi antara satu riwayat dan lainnya.

Dalam Shahih Muslim yang lain no. 3824 juga bisa datang sebagai mutaba’ah hadits Jabir,

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَ أَهْلَهُ الْأُدُمَ فَقَالُوا مَا عِنْدَنَا إِلَّا خَلٌّ فَدَعَا بِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ بِهِ وَيَقُولُ نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ

1. Dari Jabir bin Abdillah , sesungguhnya Nabi S.A.W. bertanya kepada keluarganya tentang bumbu ,lalu mereka menjawab : “ Kami tidak memiliki sesuatu kecuali cuka ,beliau memintanya ,lalu makan dengannya dan berkata :” lauk terbaik adalah cuka – lauk terbaik adalah cuka “.
Lihat pula hadis riwayat Muslim sbb:
و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا حَجَّاجُ بْنُ أَبِي زَيْنَبَ حَدَّثَنِي أَبُو سُفْيَانَ طَلْحَةُ بْنُ نَافِعٍ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا فِي دَارِي فَمَرَّ بِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَشَارَ إِلَيَّ فَقُمْتُ إِلَيْهِ فَأَخَذَ بِيَدِي فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَى بَعْضَ حُجَرِ نِسَائِهِ فَدَخَلَ ثُمَّ أَذِنَ لِي فَدَخَلْتُ الْحِجَابَ عَلَيْهَا فَقَالَ هَلْ مِنْ غَدَاءٍ فَقَالُوا نَعَمْ فَأُتِيَ بِثَلَاثَةِ أَقْرِصَةٍ فَوُضِعْنَ عَلَى نَبِيٍّ فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرْصًا فَوَضَعَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَخَذَ قُرْصًا آخَرَ فَوَضَعَهُ بَيْنَ يَدَيَّ ثُمَّ أَخَذَ الثَّالِثَ فَكَسَرَهُ بِاثْنَيْنِ فَجَعَلَ نِصْفَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ وَنِصْفَهُ بَيْنَ يَدَيَّ ثُمَّ قَالَ هَلْ مِنْ أُدُمٍ قَالُوا لَا إِلَّا شَيْءٌ مِنْ خَلٍّ قَالَ هَاتُوهُ فَنِعْمَ الْأُدُمُ هُوَ
2. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah, Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun Telah mengabarkan kepada kami Hajjaj bin Abu Zainab, Telah menceritakan kepadaku Abu Sufyan Thalhah bin Nafi' dia berkata; Aku mendengar Jabir bin 'Abdullah radliallahu 'anhu berkata: "Pada suatu hari aku sedang duduk di rumahku, tiba-tiba Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lewat. Beliau memberi isyarat kepadaku lalu aku berdiri menemui beliau. Beliau memegang tanganku (mengajakku pergi bersama beliau). Kami berjalan hingga sampai ke rumah sebagian  isteri beliau. Beliau masuk dan mempersilahkanku pula masuk. Karena itu aku masuk sampai ruangan dalam ( ruangan husus istri ). Beliau bertanya kepada isterinya: 'Adakah kamu sedia makanan? ' Jawab mereka; 'Ada! ' Maka dibawanya tiga buah roti bulat pipih lalu dihidangkannya ke hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau ambil sebuah lalu di letakkannya dihadapan beliau, kemudian diambilnya sebuah lagi lalu diletakkannya di hadapanku. Sesudah itu yang ketiga dipotong separuhnya diambil oleh beliau dan separuhnya lagi diletakkannya di hadapanku. Kemudian beliau bertanya: 'Apakah ada lauk pauk? ' Mereka Menjawab; 'Tidak ada apa-apa selain cuka.' Kata beliau: 'Bawalah kemari! Sebaik-baik lauk adalah cuka.'  HR Muslim 3826
حَدَّثَنِي يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ يَعْنِي ابْنَ عُلَيَّةَ عَنْ الْمُثَنَّى بْنِ سَعِيدٍ حَدَّثَنِي طَلْحَةُ بْنُ نَافِعٍ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُاأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِي ذَاتَ يَوْمٍ إِلَى مَنْزِلِهِ فَأَخْرَجَ إِلَيْهِ فِلَقًا مِنْ خُبْزٍ فَقَالَ مَا مِنْ أُدُمٍ فَقَالُوا لَا إِلَّا شَيْءٌ مِنْ خَلٍّ قَالَ فَإِنَّ الْخَلَّ نِعْمَ الْأُدُمُ  قَالَ جَابِرٌ فَمَا زِلْتُ أُحِبُّ الْخَلَّ مُنْذُ سَمِعْتُهَا مِنْ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و قَالَ طَلْحَةُ مَا زِلْتُ أُحِبُّ الْخَلَّ مُنْذُ سَمِعْتُهَا مِنْ جَابِرٍ حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنِي أَبِي حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ طَلْحَةَ بْنِ نَافِعٍ حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ إِلَى مَنْزِلِهِ بِمِثْلِ حَدِيثِ ابْنِ عُلَيَّةَ إِلَى قَوْلِهِ فَنِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ وَلَمْ يَذْكُرْ مَا بَعْدَهُ
3.Telah menceritakan kepadaku Ya'qub bin Ibrahim Ad Dauraqi, Telah menceritakan kepada kami Ismail yaitu Ibnu 'Ulayyah dari Al Mutsanna bin Sa'id, Telah menceritakan kepadaku Thalhah bin Nafi' bahwa dia mendengar Jabir bin Abdullah berkata; 'Suatu hari aku diajak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ke rumahnya, kemudian beliau mengeluarkan sepotong roti. Beliau bertanya kepada istri-istrinya: "Apakah ada lauk pauk?" Mereka menjawab; 'Tidak ada, kecuali sedikit cuka. Lalu beliau bersabda: 'Sesungguhnya cuka adalah sebaik-baik lauk.' Jabir berkata; 'Aku menyukai cuka sejak aku mendengarnya dari Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan Thalhah berkata; Aku menyukai cuka sejak aku mendengarnya dari JabirTelah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali Al Jahdlami Telah menceritakan kepadaku Bapaku, Telah menceritakan kepada kami Al Mutsanna bin Sa'id dari Thalhah bin Nafi', Telah menceritakan kepada kami Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, mengajak dia ke rumahnya seperti yang disebutkan pada Hadits 'Ulayyah hingga sabda beliau: 'Sebaik-baik lauk adalah cuka.' Tanpa menyebutkan kalimat lain sesudah itu.  HR Muslim 3825
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ الْمُثَنَّى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ طَلْحَةَ بْنِ نَافِعٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَ الْأُدْمُ الْخَلُّ
4. Telah menceritakan kepada kami Waki' dari Al Mutsanna bin Sa'id sesungguhnya Abu Sufyan, Tholhah bin Nafi' dari Jabir bin Abdullah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baik lauk adalah cuka".  HR Ahmad 13708
حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبَ وَسَأَلَ أَهْلَهُ الْأُدْمَ قَالُوا مَا عِنْدَنَا إِلَّا خَلٌّ قَالَ فَدَعَا بِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ بِهِ وَيَقُولُ نِعْمَ الْأُدْمُ الْخَلُّ
5.Telah menceritakan kepada kami 'Affan Telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah Telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr dari Abu Sufyan dari Jabir, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah meminta lauk kepada keluarganya. Mereka menjawab, kami tidak memiliki kecuali cuka. (Jabir bin Abdullah radliyallahu'anhuma) berkata; lalu beliau memintanya lalu beliau makan dan bersabda: "Lauk terbaik adalah cuka".  14397  HR Ahmad.
خْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا طَلْحَةُ بْنُ نَافِعٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ دَخَلْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَهُ فَإِذَا فِلَقٌ وَخَلٌّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلْ فَنِعْمَ الْإِدَامُ الْخَلُّ
6. Telah mengabarkan kepada kami 'Amru bin Ali berkata; telah menceritakan kepada kami Yahya berkata; telah menceritakan kepada kami Al Mutsanna bin Sa'id berkata; telah menceritakan kepada kami Thalhah bin Nafi' dari Jabir berkata, "Aku bersama Nabi shallallahu 'alahi wa sallam memasuki rumahnya, dan ternyata di dalam ada beberapa potong roti dan cuka, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Makanlah, lauk yang paling enak adalah cuka." Nasai 3736.
حدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ حَجَّاجِ بْنِ أَبِي زَيْنَبَ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَ الْإِدَامُ الْخَلُّ مَا أَقْفَرَ بَيْتٌ فِيهِ خَلٌّ
7. Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Yazid dari Hajjaj bin Abu Zainab dari Abu Sufyan dari Jabir berkata; Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baik lauk adalah cuka, dan tidak akan menjadi miskin rumah yang di dalamnya terdapat cuka".  HR Ahmad 14729
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Dalam  hadis pertama , tidak ada keterangan Jabir di ajak ke rumah Rasulullah SAW
Juga tidak ada keterangan tiga roti yang di makan
Dalam hadis kedua  ada tambahan keterangan sbb:
Pada suatu hari aku sedang duduk di rumahku, tiba-tiba Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lewat. Beliau memberi isyarat kepadaku lalu aku berdiri menemui beliau. Beliau memegang tanganku (mengajakku pergi bersama beliau). Kami berjalan hingga sampai ke rumah sebagian  isteri beliau. Beliau masuk dan mempersilahkanku pula masuk. Karena itu aku masuk sampai ruangan dalam ( ruangan husus istri – jadi melewati batas tabir hijab ). Beliau bertanya kepada isterinya: 'Adakah kamu sedia makanan? ' Jawab mereka; 'Ada! ' Maka dibawanya tiga buah roti bulat pipih lalu dihidangkannya ke hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau ambil sebuah lalu di letakkannya dihadapan beliau, kemudian diambilnya sebuah lagi lalu diletakkannya di hadapanku. Sesudah itu yang ketiga dipotong separuhnya diambil oleh beliau dan separuhnya lagi diletakkannya di hadapanku

Komentarku ( Mahrus  ali ):
Pada hal hadis itu dikatakan oleh Jabir kepada orang yang sama yaitu Abu Sofyan.
Dalam  hadis yang ketiga ada tambahan keterangan sbb:
'Suatu hari aku diajak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ke rumahnya, kemudian beliau mengeluarkan sepotong roti
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Pada hadis kedua tadi diterangkan tiga roti. Tapi di hadis yang ketiga diterangkan sepotong roti bukan tiga. Ini kontradiksi yang tidak diperbolehkan dalam meriwayatkan hadis. Terkesan membingungkan
Lalu ada keterangan tambahan lagi:
Jabir berkata; 'Aku menyukai cuka sejak aku mendengarnya dari Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan Thalhah berkata; Aku menyukai cuka sejak aku mendengarnya dari Jabir
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Keterangan tambahan ini tidak ada dalam hadis kedua dan ke tiga.
Hadis  ke  lima  sbb:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah meminta lauk kepada keluarganya. Mereka menjawab, kami tidak memiliki kecuali cuka. (Jabir bin Abdullah radliyallahu'anhuma) berkata; lalu beliau memintanya lalu beliau makan dan bersabda: "Lauk terbaik adalah cuka".  14397  HR Ahmad
Komentarku ( Mahrus  ali ):
Dalam hadis yang kelima ini, sahabat Jabir  tidak di ajak makan bersama Nabi SAW, juga tidak ada keterangan Jabir di pegang tangannya, tidak keterangan satu roti atau tiga dll.
Pada hal, hadis itu dikatakan  oleh Jabir kepada Abu Sofyan. Dan ini menurut riwayat dia saja, sudah banyak bertentangan.
Dalam  hadis yang ketujuh. Rasulullah SAW  tidak bertanya  kepada keluarganya tentang makanan, tapi langsung ada beberapa potong  roti dan cuka. Malah  dalam  hadis  yang ketujuh  ada tambahan sbb:
tidak akan menjadi miskin rumah yang di dalamnya terdapat cuka".  HR Ahmad 14729
Seluruh  riwayat tsb dari satu orang  yaitu Abu Sofyan atau Thalhah bin Nafi`dari Jabir. Tapi redaksinya berbeda, lalu kejadian yang sesungguhnya itu bagaimana ? Disana sini ada pengurangan dan tambahan kalimat, bahkan kalimat yang kontradiksi. Hadis  dengan redaksi sedemikian ini namanya kacau redaksinya dan tidak bisa dikumpulkan. Dan ini sisi kelemahan hadis tentang cuka adalah lauk pauk yang terbaik.
Dalam ilmu mustholahul hadis di katakan :
وَذُو اخْتِلاَفِ سَنَدٍ أَوْ مَتْنٍ    مُضْطَرِبٌ عِنْدَ أُهَيْلِ اْلفَنِ
      Kekacauan sanad atau redaksi termasuk mudhtharib menurut ahli mustholah hadis.
Jadi  hadis  tsb lemah sekali, tidak boleh dibuat pegangan tapi lepaskan saja. Suatu  hal yang   perlu diperhatikan adalah  tiada keterangan  hadis  bahwa  para sahabat menyimpan khamar, lalu dibuat  cuka. Bila  cuka itu makanan Rasulullah SAW, maka  akan banyak para sahabat yang menyimpan khamar lalu dibuat cuka dan akan dijual belikan di pasar. Hal  itu sebagaimana  banyak  cuka dan Ayam di jual belikan di pasar kita, karena  kita  suka Ayam dan Cuka. 


Mau nanya hubungi kami:
088803080803( Smartfren). 081935056529 (XL )  https://www.facebook.com/mahrusali.ali.50
 



Doa syi`ah dengan angkat quran di kepala

  Doa orang - orang Syi`ah  waktu shalat di malam - malam yang diperkirakan jatuhnya lailaatul qadr . Syi`ah tidak mau tarawih karena di anggap bikinan Umar bin Khatthab dan kelirulah mereka, tidak berada di jalan yang benar. Sayang karena kebencian , maka  segala pendapat dan kesuksesan Umar bin Khatthab tidak diakui. Tapi kegagalan dan kejelekan Abdullahn bin Saba` yang membikin perpecahan kaum muslimin malah di agungkan. Tentang Quran di atas kepala ada ikhwan yang bilang quran dari cetakan Majma` malik fahd. Ia hadiah dari Saudi yang diberikan ke jamaah haji seluruh dunia. Pada hal Syi`ah katakan quran itu sdh di tahrif ada perobahan, BUkan asli. Ini adalah kontradiksi ajaran Syi`ah Mengapa digunakan untuk tawassul dalam berdoa. Rasul , Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husain sendiri tidak menjalankannya. Mereka menyelisihi Imam Ali dan Husain. Itu adalah kebid`ahan yang di ada - adakan bukan apa adanya dlm beragama


Mirip ketika pelantikan yang dilakukan oleh hakim dengan meletakkan quran di atas kepala orang yang dilantik. Realitanya Hakim dan yang dilantik bersumpah untuk menyalahi hukum al Quran yang di taruh di atas kepala untuk di injak dengan memeraktekkan hukum sekuler yang jelas membuang hukum quran

Mau nanya hubungi kami:
088803080803( Smartfren). 081935056529 (XL )  https://www.facebook.com/mahrusali.ali.50
 

Minggu, Desember 28, 2014

Keluarga Besar Kasasebah Berlepas Diri dari Mu'adz Sang Pilot Yordania yang Ditangkap oleh ISIS




YORDANIA (voa-islam.com) – Jumat (27/12/14) berkenaan dengan pilot Yordania yang ditangkap oleh pasukan Daulah Islamiyyah, Mu’az Kasasebah, keluarga besar Kasasebah membuat pernyataan dan dipublikasikan di jejaring sosial twitter.
Dalam pernyataan tersebut, kabilah Kasasebah di Yordania menyatakan berlepas diri dari si pilot yang berasal dari kabilah tersebut.
“Kami dari keluarga Kasasebah di mamlakah hasyimiyah Yordania mengumumkan keberlepasan diri dari yang bernama Mu’adz Kasasebah dan siapa saja yang ikutserta dalam Koalisi Internasional mengagresi saudara-saudara kami di Suriah tercinta, terutama sang anak durhaka Mu’adz Kasasebah” tuturnya.
Keluarga besar Kasasebah dalam pernyataan itu mengajak kepada siapa saja agar tidak menyalahkan kabilah Kasasebah atas perbuatan yang telah dilakukan oleh Mu’adz Kasasebah. Sebelumnya, Mu’adz Kasasebah, yang merupakan pilot pesawat tempur Koalisi Internasional dari Yordania, ditangkap oleh Daulah Islamiyyah (ISIS).[usamah/dbs]

Sabtu, Desember 27, 2014

Khitan lelaki dan perempuan

Oleh Abu Anisa
Bismillah.
Khitan bagi wanita juga disyariatkan
sebagaimana halnya bagi pria.
Memang, masih sering muncul
kontroversi seputar khitan bagi
wanita, baik di dalam maupun di
luar negeri. Perbedaan dan
perdebatan tersebut terjadi karena
berbagai alasan dan sudut pandang
yang berbeda. Yang kontra bisa jadi
karena kurangnya informasi tentang
ajaran Islam, kesalahan
penggambaran tentang khitan yang
syar’I bagi wanita, dan mungkin juga
memang sudah antipati terhadap
Islam. Lepas dari kontroversi
tersebut, selaku seorang muslim, kita
punya patokan dalam menyikapi
segala perselisihan, yaitu
dikembalikan kepada
Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-
Nya.
ﻓَﺈِﻥ ﺗَﻨَﺎﺯَﻋْﺘُﻢْ ﻓِﻲ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓَﺮُﺩُّﻭﻩُ
ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝِ ﺇِﻥ ﻛُﻨﺘُﻢْ
ﺗُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ۚ
ﺫَٰﻟِﻚَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻭَﺃَﺣْﺴَﻦُ ﺗَﺄْﻭِﻳﻠًﺎ
“Kemudian jika kalian berlainan
pendapat tentang sesuatu,
kembalikanlah ia kepada Allah (al-
Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Hal itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (an-Nisa’: 59)
Setelah kita kembalikan kepada
Allah Subhanahu wata’ala dan
Rasul-Nya, serta telah jelas apa yang
diajarkan oleh Allah Subhanahu
wata’ala dan Rasul-Nya, kewajiban
kita adalah menerima ajaran
tersebut sepenuhnya dan tunduk
sepenuhnya dengan senang hati
tanpa rasa berat. Allah Subhanahu
wata’ala berfirman,
ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻗَﻮْﻝَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺇِﺫَﺍ
ﺩُﻋُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻟِﻴَﺤْﻜُﻢَ
ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺃَﻥ ﻳَﻘُﻮﻟُﻮﺍ ﺳَﻤِﻌْﻨَﺎ ﻭَﺃَﻃَﻌْﻨَﺎ ۚ
ﻭَﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ
Sesungguhnya jawaban orangorang
mukmin, apabila mereka dipanggil
kepada Allah dan Rasul-Nya agar
Rasul menghukumi (mengadili) di
antara mereka ialah ucapan, “Kami
mendengar dan kami patuh.” Dan
mereka itulah orangorang yang
beruntung. (an-Nur: 51)
Tentang sunat bagi wanita, tidak
diperselisihkan tentang
disyariatkannya. Hanya saja para
ulama berbeda pendapat, apakah
hukumnya hanya sunnah atau
sampai kepada derajat wajib.
Pendapat yang kuat (rajih) adalah
wajib dengan dasar bahwa ini adalah
ajaran para nabi sebagaimana dalam
hadits,
ﺍﻟْﻔِﻄْﺮَﺓُ ﺧَﻤْﺲٌ - ﺃَﻭْ ﺧَﻤْﺲٌ ﻣِﻦَ
ﺍﻟْﻔِﻄْﺮَﺓِ ﺍﻟْﺨِﺘَﺎﻥُ، ﻭَﺍ ﺳْﺎﻟِْﺘِﺤْﺪَﺍﺩُ،
ﻭَﻧَﺘْﻒُ ﺍﻟْﺈِﺑْﻂِ، ﻭَﺗَﻘْﻠِﻴﻢُ ﺍﻟْﺄَﻇْﻔَﺎﺭِ
ﻭَﻗَﺺُّ ﺍﻟﺸَّﺎﺭِﺏِ
“Fitrah ada lima—atau lima hal
termasuk fitrah—: khitan, mencukur
bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak,
menggunting kuku, dan menggunting
kumis.” (Sahih, HR. al- Bukhari dan
Muslim)
Fitrah dalam hadits ini ditafsirkan
oleh ulama sebagai tuntunan para
nabi, tentu saja termasuk Nabi
Ibrahim ‘Alaihissalam, dan kita
diperintah untuk mengikuti
ajarannya. Allah Subhanahu
wata’ala berfirman,
ﺛُﻢَّ ﺃَﻭْﺣَﻴْﻨَﺎ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﺃَﻥِ ﺍﺗَّﺒِﻊْ ﻣِﻠَّﺔَ
ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﺣَﻨِﻴﻔًﺎ ۖ
Kemudian Kami wahyukan kepadamu
(Muhammad), “Ikutilah agama
Ibrahim, seorang yang hanif.” (an-
Nahl: 123)
Alasan yang kedua, ini adalah
pembeda antara muslim dan kafir
(nonmuslim). Pembahasan ini dapat
dilihat lebih luas dalam kitab
Tuhfatul Maudud karya Ibnul
Qayyim rahimahullah dan Tamamul
Minnah karya asy-Syaikh al-Albani
rahimahullah.
Bagian Manakah yang Dikhitan?
Ini adalah pembahasan yang sangat
penting karena hal inilah yang
menjadi sebab banyaknya
kontroversi. Dari sinilah pihak-pihak
yang kontra memandang sinis
terhadap khitan untuk kaum wanita.
Perlu diingat, jangan sampai kita
membenci ajaran agama Islam dan
berburuk sangka terhadapnya,
lebihlebih jika kita tidak tahu secara
benar tentang ajaran Islam dalam hal
tersebut, termasuk masalah ini.
Perlu diketahui, khitan wanita telah
dikenal di berbagai negeri di Afrika,
Asia, dan wilayah yang lain. Di
Afrika dikenal istilah khitan firauni
(khitan ala Fir’aun) yang masih
berlangsung sampai sekarang.
Karena sekarang banyak pelakunya
dari muslimin, pihak-pihak tertentu
memahami bahwa itulah ajaran
Islam dalam hal khitan wanita,
padahal yang melakukan khitan
firauni bukan hanya muslimah.
Khitan tersebut sangat sadis dan
sangat bertentangan dengan
ajaranajaran Islam.
Seperti apakah khitan firauni
tersebut? Ada beberapa bentuk:
1 . Dipangkas kelentitnya
(clitoridectomy ).
2. Ada juga yang dipotong sebagian
bibir dalam vaginanya.
3. Ada juga yang dijahit sebagian
lubang tempat keluar haidnya.
Sebuah pertanyaan diajukan kepada
al-Lajnah ad-Daimah.
Kami wanita-wanita muslimah dari
Somalia. Kami tinggal di Kanada dan
sangat tertekan dengan adat dan
tradisi yang diterapkan kepada kami,
yaitu khitan firauni, yang pengkhitan
memotong klitoris seluruhnya,
dengan sebagian bibir dalam
kemaluan dan sebagian besar bibir
luar kemaluan. Itu bermakna
menghilangkan organ keturunan yang
tampak pada wanita, yang berakibat
memperjelek vagina secara total.
Setelahnya lubang dijahit total, yang
diistilahkan dengan ar-ratq, yang
mengakibatkan rasa sakit yang luar
biasa bagi wanita saat malam
pernikahan dan saat melahirkan.
Bahkan karena hal itu, tidak jarang
sampai mereka memerlukan operasi.
Selain itu, hal ini juga mengakibatkan
seksualitas yang dingin dan
menyebabkan berbagai macam kasus
medis, seorang wanita kehilangan
kehidupan, kesehatan, atau
kemampuannya berketurunan. Saya
akan melampirkan sebagian hasil
studi secara medis yang menerangkan
hal itu. Kami ingin mengetahui
hukum syar’i tentang perbuatan ini.
Sungguh, fatwa Anda semua terkait
dengan masalah ini menjadi
keselamatan banyak wanita
muslimah di banyak negeri. Semoga
Allah Subhanahu wata’ala
memberikan taufik kepada Anda
semua dan memberikan kebaikan.
Semoga Allah Subhanahu wata’ala
menjadikan Anda sekalian simpanan
kebaikan bagi muslimin dan
muslimat.
Jawab: Apabila kenyataannya seperti
yang disebutkan, khitan model
seperti yang disebutkan dalam
pertanyaan tidak diperbolehkan
karena mengandung mudarat yang
sangat besar terhadap seorang
wanita. Padahal Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
ﻻَ ﺿَﺮَﺭَ ﻭَ ﺿِﺮَﺍﺭَ
“Tidak boleh memberikan mudarat. ”
Khitan yang disyariatkan adalah
dipotongnya sebagian kulit yang
berada di atas tempat senggama. Itu
pun dipotong sedikit, tidak
seluruhnya. Hal ini berdasarkan
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam kepada pengkhitan,
“Apabila kamu mengkhitan,
potonglah sedikit saja dan jangan
kamu habiskan. Hal itu lebih
mencerahkan wajah dan lebih
menyenangkan suami.” (HR. al-
Hakim, ath-Thabarani, dan selain
keduanya) Allah Subhanahu
wata’ala lah yang memberi taufik.
Semoga Allah l memberikan
shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarganya, dan para
sahabatnya. (Tertanda: Abdul Aziz
bin Abdullah bin Baz [Ketua], Abdul
Aziz Alu Syaikh [Wakil Ketua],
Abdullah Ghudayyan [Anggota],
Shalih al-Fauzan [Anggota], dan Bakr
Abu Zaid [Anggota] fatwa no. 20118)
Dalam pandangan ulama Islam dari
berbagai mazhab, yang dipotong
ketika wanita dikhitan adalah kulit
yang menutupi kelentit yang
berbentuk semacam huruf V yang
terbalik. Dalam bahasa Arab bagian
ini disebut qulfah dan dalam bahasa
Inggris disebut prepuce . Bagian ini
berfungsi menutupi klitoris atau
kelentit pada organ wanita,
fungsinya persis seperti kulup pada
organ pria yang juga dipotong dalam
khitan pria. Khitan wanita dengan
cara semacam itu mungkin bisa
diterjemahkan dalam bahasa Inggris
dengan prepucectomy . Berikut ini
kami nukilkan beberapa penjelasan
para ahli fikih.
• Ibnu ash-Shabbagh rahimahullah
mengatakan, “Yang wajib atas
seorang pria adalah dipotong kulit
yang menutupi kepala kemaluan
sehingga terbuka semua. Adapun
wanita, dia memiliki selaput (kulit
lembut yang menutupi klitoris, -pen. )
semacam jengger ayam yang terletak
di bagian teratas kemaluannya dan
berada di antara dua bibir
kemaluannya. Itu dipotong dan
pokoknya (klitorisnya) yang seperti
biji kurma ditinggal (tidak
dipotong).”
• Al-Mawardi rahimahullah berkata,
“Khitan wanita adalah dengan
memotong kulit lembut pada vagina
yang berada di atas tempat masuknya
penis dan di atas tempat keluarnya
air kencing, yang menutupi (kelentit)
yang seperti biji kurma. Yang
dipotong adalah kulit tipis yang
menutupinya, bukan bijinya.”
• Dalam kitab Hasyiyah ar-Raudhul
Murbi’ disebutkan, “Di atas tempat
keluarnya kencing ada kulit yang
lembut semacam pucuk daun, berada
di antara dua bibir kemaluan, dan
dua bibir tersebut meliputi seluruh
kemaluan. Kulit tipis tersebut
dipotong saat khitan. Itulah khitan
wanita.”
• Al-‘Iraqi rahimahullah mengatakan,
“Khitan adalah dipotongnya kulup
yang menutupi kepala penis seorang
pria. Pada wanita, yang dipotong
adalah kulit tipis di bagian atas
vagina.” Dari kutipan-kutipan di
atas, jelaslah kiranya seperti apa
khitan yang syar’I bagi wanita.
Namun, ada pendapat lain dari
kalangan ulama masa kini, di
antaranya asy-Syaikh al-Albani, yaitu
yang dipotong adalah klitoris itu
sendiri, bukan kulit lembut yang
menutupinya, kulup, atau prepuce .
Sebelum ini, penulis pun cenderung
kepada pendapat ini. Tetapi,
tampaknya pendapat ini lemah,
dengan membandingkan dengan
ucapan-ucapan ulama di atas.
Namun, pemilik pendapat ini pun
tidak mengharuskan semua wanita
dikhitan, karena tidak setiap wanita
tumbuh klitorisnya. Beliau hanya
mewajibkan khitan yang demikian
pada wanita-wanita yang kelentitnya
tumbuh memanjang. Ini biasa terjadi
di daerahdaerah yang bersuhu sangat
panas, semacam Sa’id Mesir (Epper
Egypt), Sudan, dan lain-lain. Banyak
wanita di daerah tersebut memiliki
kelentit yang tumbuh, bahkan
sebagian mereka tumbuhnya pesat
hingga sulit melakukan ‘hubungan’.
(Rawai’uth Thib al-Islami , 1/109,
program Syamilah)
Berdasarkan keterangan di atas,
jelaslah khitan yang tidak syar’i,
yaitu khitan firauni, khitan menurut
pendapat yang lemah, dan khitan
syar’i sebagaimana penjelasan ulama
di atas. Oleh karena itu, tiada celah
bagi siapa pun untuk mengingkari
khitan yang syar’i, karena khitan
yang syar’I bagi wanita sejatinya
sama dengan khitan bagi pria. Tidak
ada kerugian sama sekali bagi yang
bersangkutan. Bahkan, wanita
tersebut akan mendapatkan berbagai
maslahat karena banyaknya hikmah
yang terkandung. Di antaranya,
dikhitan akan lebih bersih karena
kotoran di sekitar kelentit akan
mudah dibersihkan, persis dengan
hikmah khitan pada kaum pria.
Bahkan, khitan akan sangat
membantu wanita dalam
hubungannya dengan suaminya,
karena dia akan lebih mudah
terangsang dan mencapai puncak
yang dia harapkan. Hikmah yang
paling utama adalah kita bisa
melaksanakan tuntunan para nabi
dan beribadah kepada
Allah Subhanahu wata’ala dengan
melaksanakannya.
Yang aneh, orang-orang yang anti-
Islam di satu sisi mendiskreditkan
Islam dengan alasan khitan wanita,
padahal khitan ini juga dilakukan di
negeri nonmuslim, walau tidak
dengan nama khitan. Bahkan,
tindakan ini menjadi pengobatan
atau solusi bagi wanita yang
kesulitan mencapai orgasme, dan
solusi ini berhasil. Pada 1958, Dr.
McDonald meluncurkan sebuah
makalah di majalah General
Practitioner yang menyebutkan
bahwa dia melakukan operasi ringan
untuk melebarkan kulup wanita
pada 40 orang wanita, baik dewasa
maupun anak-anak, karena besarnya
kulup mereka dan menempel dengan
klitoris. Operasi ringan ini bertujuan
agar klitoris terbuka dengan cara
menyingkirkan kulup tanpa
menghabiskannya. Dr. McDonald
menyebutkan bahwa dirinya
dibanjiri ucapan terima kasih oleh
wanita-wanita dewasa tersebut
setelah operasi. Sebab, menurut
mereka, mereka bisa merasakan
kepuasan dalam hubungan biologis
pertama kali dalam kehidupannya.
Seorang dokter ahli operasi
kecantikan di New York ditanya
tentang cara mengurangi kulup
klitoris dan apakah hal itu operasi
yang aman. Dia menjawab, caranya
adalah menghilangkan kulit yang
menutupi klitoris. Kulit ini terdapat
di atas klitoris, menyerupai bentuk
huruf V yang terbalik. Terkadang
kulit ini kecil/sempit, ada pula yang
panjang hingga menutupi klitoris.
Akibatnya, kepekaan pada wilayah
ini berkurang sehingga mengurangi
kepuasan seksual. Sesungguhnya
memotong kulit ini berarti
mengurangi penutup klitoris. David
Haldane pernah melakukan
wawancara—yang kemudian
diterbitkan di majalah Forum UK di
Inggris—dengan beberapa ahli
spesialis yang melakukan penelitian
tentang pemotongan kulup pada
vagina. Di antara hasil wawancara
tersebut sebagaimana berikut ini.
David Haldane melakukan
wawancara dengan dr. Irene
Anderson, yang menjadi sangat
bersemangat dalam hal ini setelah
mencobanya secara pribadi. Operasi
ini dilakukan terhadapnya pada 1991
sebagai pengobatan atas kelemahan
seksualnya. Ia mendapatkan hasil
yang luar biasa sebagaimana
penuturannya. Ia kemudian
mempraktikkannya pada sekitar
seratus orang wanita dengan kasus
yang sama (kelemahan seksual).
Semua menyatakan puas dengan
hasilnya, kecuali tiga orang saja.
(Khitanul Inats ) Sungguh benar
sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi
wasallam kepada para pengkhitan
wanita saat itu,
ﺇِﺫَﺍ ﺧَﻔَﻀْﺖِ ﻓَﺄَﺷِﻤِّﻲ ﻭَﻻَ
ﺗَﻨْﻬَﻜِﻲ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺃَﺳْﺮَﻯ ﻟِﻠْﻮَﺟْﻪِ
ﻭَﺃَﺣْﻈَﻰ ﻟِﻠﺰَّﻭْﺝِ
“Apabila engkau mengkhitan,
potonglah sedikit saja dan jangan
engkau habiskan. Hal itu lebih
mencerahkan wajah dan lebih
menguntungkan suami.” (HR. ath-
Thabarani, dll. Lihat ash- Shahihah
no. 722)
Sungguh, hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam ini termasuk
mukjizat yang nyata. Selaku seorang
muslim, kita jelas meyakininya.
Ringkas kata, orang-orang kafir pun
mengakui kebenarannya. Selanjutnya
kami merasa perlu menerangkan
langkah-langkah pelaksanaan khitan
wanita karena informasi tentang hal
ini sangat minim di masyarakat kita,
bahkan bisa dikatakan hampir tidak
ada penjelasan yang mendetail. Yang
ada hanya bersifatnya global,
padahal informasi ini sangat urgen.
Sebetulnya, rasanya tabu untuk
menjelaskan di forum umum
semacam ini. Namun, ini adalah
syariat yang harus diketahui dengan
benar, dan “Sesungguhnya Allah
tidak malu dari kebenaran.” Kami
menyadari bahwa kekurangan
informasi dalam hal ini bisa berefek
negatif yang luar biasa:
1. Anggapan yang negatif tehadap
syariat Islam.
2. Bagi yang sudah menerima Islam
dan ajarannya, lalu ingin
mempraktikkannya, bisa jadi salah
praktik (malapraktik), akhirnya
sunnah ini tidak terlaksana dengan
benar. Bahkan, bisa jadi terjerumus
ke dalam praktik khitan firauni yang
kita sebut di atas sehingga terjadilah
kezaliman terhadap wanita yang
bersangkutan, dan mungkin kepada
orang lain.
Maka dari itu, sebelumnya kami
mohon maaf. Kami hanya ingin
menjelaskan langkah-langkah khitan.
Jika ada kata-kata yang kurang
berkenan, harap dimaklumi.
Tata Cara Pelaksanaan Khitan
Wanita
1. Siapkan kejiwaan anak yang
hendak dikhitan. Hilangkan rasa
takut dari dirinya. Bekali orang
tuanya dengan menjelaskan
hukumnya dengan bahasa yang
sederhana dan menyenangkan.
2. Sterilkan alat-alat dan sterilkan
pula daerah yang hendak dikhitan.
3 . Gerakkan atau tarik qulfah
(prepuce ) ke belakang hingga
terpisah atau tidak lekat lagi dengan
ujung klitoris, hingga tampak
pangkal atas prepuce yang
bersambung dengan klitoris. Hal ini
akan mempermudah pemotongan
kulit bagian luar sekaligus bagian
dalam prepuce tersebut tanpa
melukai sedikit pun klitorisnya
sehingga prepuce tidak tumbuh
kembali. Apabila prepuce dan klitoris
sulit dipisahkan, hendaknya khitan
ditunda sampai hal itu mudah
dilakukan.
4. Lakukan bius lokal pada lokasi—
meski dalam hal ini ada perbedaan
pendapat ulama—dan tunggu sampai
bius itu benar-benar bekerja.
5. Qulfah ( prepuce ) ditarik ke atas
dari ujungnya menggunakan jepit
bedah untuk dijauhkan dari klitoris.
Perlu diperhatikan, penarikan
tersebut diusahakan mencakup kulit
luar dan kulit dalam prepuce, lalu
dicapit dengan jepit arterial. Perlu
diperhatikan juga, jangan sampai
klitoris ikut tercapit. Setelah itu,
potong kulit yang berada di atas
pencapit dengan gunting bengkok,
lalu biarkan tetap dicapit sekitar 5—
10 menit untuk menghindari
pendarahan, baru setelah itu dilepas.
Jika terjadi pendarahan setelah itu,
bisa dicapit lagi, atau bisa dijahit
dengan senar 0/2 dengan syarat
tidak bertemu dan menempel lagi
antara dua sisi prepuce yang telah
terpotong. Tutuplah luka dengan
kasa steril dan diperban. Perban bisa
dibuang setelah empat jam. Apabila
terjadi pendarahan di rumah, tahan
lagi dengan kapas dan konsultasikan
ke dokter. Hari – hari berikutnya ,
jaga kebersihannya dengan air
garam atau semacamnya. Sangat
perlu diperhatikan, jangan sampai
dua sisi prepuce yang telah terpotong
bertemu lagi atau menyambung,
atau bersambung dan menempel
dengan klitoris.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah
mengeluarkan fatwa tentang masalah khitan
wanita yang terdapat dalam Keputusan
Fatwa Majelis Ulama Indonesi Nomor 9A
Tahun 2008 Tentang Hukum Pelarangan
Khitan Terhadap Perempuan.
Dalam fatwa tersebut, MUI menegaskan
bahwa khitan bagi wanita adalah makromah
(bentuk pemuliaan). MUI juga menjelaskan
bahwa pelarangan khitan terhadap
perempuan adalah bertentangan dengan
ketentuan syariat Islam karena khitan, baik
laki-laki maupun perempuan, termasuk
fitrah (aturan) dan syiar Islam.
Dalam fatwanya tersebut, MUI juga
menjelaskan batas atau cara khitan
perempuan. Pelaksanaan khitan terhadap
perempuan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Khitan perempuan dilakukan cukup
dengan hanya menghilangkan selaput
(jaldah/colum/preputium) yang menutupi
klitoris.
2. Khitan perempuan tidak boleh dilakukan
secara berlebihan, seperti memotong atau
melukai klitoris (insisi dan eksisi) yang
mengakibatkan dharar (keburukan).
Berkata Ibnu Taimiyah : "Manfaat khitan
wanita adalah untuk menstabilkan
syahwatnya, karena apabila wanita tidak
dikhitan maka syahwatnya akan sangat
besar.” (Majmu’ Fatawa 21/114)
Wallahu a’lam