Sabtu, November 22, 2014

Jawabanku ke 19 untuk komentator di fbku

Kata pengantar:
Mulut pencela yang hina, bukan mulut yang mulia.
Mencela kepada kebenaran adalah tindakan yang tak terpuji. Ia biasanya  di lakukan  oleh orang kafir ketika menolak kebenaran. Saya ingat firmanNya:
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ(10)هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ(11)مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ(12)عُتُلٍّ بَعْدَ ذَلِكَ زَنِيمٍ
Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa,yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya, Qalam 10- 13

Seorang muslim mesti tidak suka mencela kepada ajaran yang di sampaikan kepadanya ,apalagi yang berdalil. Seorang muslim akan berterima kasih di beri tahu sesuatu yang bermanfaat padanya, karena dia ingat perkataan Imam Syafii:
مَهْمَا قُلْتُ مِنْ قَوْلٍ أَوْ أَصَّلْتُ مِنْ أَصْلٍ فَبَلَغَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم خِلاَفُ مَا قُلْتُ، فَالْقَوْلُ مَا قَالَهُ صلى الله عليه وسلم
Sekalipun saya sudah mengatakan sesuatu atau telah ku bikin suatu kaidah, lalu ada hadis Rasulullah SAW yang bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka  perkataan yang benar adalah sabda  Rasulullah SAW.
  Kita  cukup menjalankan ayat:
وَالْعَصْرِ(1)إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ(2)إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ(3)
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.  Surat al ashr
Dan kita diperintahkan  untuk kembali kepada al Quran dan hadis sebagaimana ayat:
فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللهِ والرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ والْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَاَحْسَنُ تَاْوِيْلاً.

"Jika kamu saling berbantah-bantahan dalam sesuatu perkara, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (as-Sunah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".  An-Nisa, 4:59.



 Ini ada link membahas tentang faedah tentang ayam. Didalamnya disebutkan hadits bahwa nabi pernah makan ayam. Coba dicek ustadz.. Semoga Allah mempermudah

Komentarku ( Mahrus  ali ):
Saya kutipkan sedikit saja yang berkaitan dengan tema kita ini, bukan  hal yang tiada kaitannya. Bila  ingin detilnya bisa di rujuk ke link aslinya  di atas :
Anda tentu kenal dengan ayam. Bahkan mungkin memeliharanya. Ayam adalah hewan unggas yang telah terdomestikasi hidup bersama manusia. Ayam peliharaan merupakan keturunan langsung dari salah satu subspesies ayam hutan yang dikenal sebagai ayam hutan merah (Gallus gallus) atau ayam bangkiwa (bankiva fowl). Kawin silang antarras ayam telah menghasilkan ratusan galur unggul atau galur murni dengan bermacam-macam fungsi; yang paling umum adalah ayam potong (untuk dipotong) dan ayam petelur (untuk diambil telurnya). Ayam biasa dapat pula dikawin silang dengan kerabat dekatnya, ayam hutan hijau, yang menghasilkan hibrida mandul yang jantannya dikenal sebagai ayam bekisar. Dengan populasi lebih dari 24 miliar pada tahun 2003, Firefly's Bird Encyclopaedia menyatakan ada lebih banyak ayam di dunia ini daripada burung lainnya. Ayam memasok dua sumber protein dalam pangan: daging ayam dan telur .   Baca : http://id.wikipedia.org/wiki/Ayam

Berikut akan disajikan sedikit faedah tentang ayam bagi saudara-saudaraku kaum muslimin, terutama sekali tertuju bagi Anda : penggemar ayam, pemelihara ayam, peternak ayam, penggemar daging ayam, penggemar mie ayam, dan penggemar telor ayam. Sebagaimana kata pepatah : tak kenal, maka tak sayang….
1.      Daging ayam adalah halal.
Hal itu dikarenakan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah memakannya.
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ زَهْدَمٍ، عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: " رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ لَحْمَ دَجَاجٍ "،
قَالَ: وَفِي الْحَدِيثِ كَلَامٌ أَكْثَرُ مِنْ هَذَا، وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَى أَيُّوبُ السَّخْتِيَانِيُّ هَذَا الْحَدِيثَ أَيْضًا عَنْ الْقَاسِمِ التَّمِيمِيِّ، وَعَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ زَهْدَمٍ
Telah menceritakan kepada kami Hannaad : Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Sufyaan, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari Zahdam, dari Abu Muusaa, ia berkata : “Aku pernah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memakan daging ayam”.
At-Tirmidziy berkata : “Di dalam hadits ini terdapat perkataan yang lebih banyak dari ini. Hadits ini hasan shahih. Ayyuub As-Sukhtiyaaniy juga meriwayatkan hadits ini dari Al-Qaasim At-Tamiimiy, dari Abu Qilaabah, dari Zahdam” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1827; shahih].
Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhaariy no. 5518 & 6649 & 6721 & 7555, Muslim no. 1649, An-Nasaa’iy no. 4347 dan dalam Al-Kubraa no. 4840, At-Tirmidziy no. 1826, Al-Huamidiy no. 783, Ad-Daarimiy no. 2055-2056, Ahmad 4/394 & 397 & 401 & 406, Ibnu Hibbaan no. 5255, Abu ‘Awaanah no. 5926-5935, Ibnul-Jaaruud dalam Al-Muntaqaa no. 864, dan yang lainnya; dari beberapa jalan, dari Zahdam, dari Abu Muusaa radliyallaahu ’anhu.
Para ulama tidak berbeda pendapat tentang kehalalan daging ayam.
Adapun larangan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memakan burung yang mempunyai cakar, maka maksudnya adalah burung yang memburu mangsanya dengan menggunakan cakarnya [Al-Hayawaanaat, hal. 23].

Maksudnya  hadis  sbb :
     Sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ الْحَكَمِ، عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Mu’aadz Al-‘Anbariy : Telah menceritakan kepada kami ayahku : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Al-Hakam, dari Maimuun bin Mihraan, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan semua jenis hewan buas yang memiliki taring dan burung yang mempunyai cakar” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1934].



Komentarku ( Mahrus  ali ):
Hadis yang digunakan untuk menghalalkan Ayam juga hadis yang telah kita kaji bersama, bukan saya kaji sendiri. Tapi anda sebagai pembaca juga  urun rembuk dan saya cantumkan apa yang menjadi unek – unek anda lalu  saya jawab dan saya  tunjukkan solusinya.
  Tiada lain, hadis yang  di buat landasan untuk menghalalkan Ayam adalah hadis  Zahdam  yang tafarrud, nyeleneh dan tidak ditopang oleh hadis lain. Sudah kita bahas  di jawaban yang lalu dan sekarang tidak perlu di bahas lagi. Kita  butuh dalil yang sahih untuk menghalalkan Ayam. Ternyata kita bersama dalam membahas ini, ingat bukan saya sendiri – tidak menjumpai hadis selain itu.
Tentang  mikhlab di artikan cakar yang memangsa juga telah sering dibahas di jawaban yang lalu. Lalu bila  di tanya  cakar  yang tidak memangsa bahasa arabnya apa ? Maka orang akan diam seribu bahasa. Seandainya  mampu , akan menjawab dengan lantang.
Dalam masalah tidak boleh mentakwil  ini, saya  ingat Syaikh Athiyah bin Muhammad Salim  berkata :

ِلأَنَّ السَّلَفَ يَقُوْلُوْنَ: نَحْنُ لاَ نُئَوِّلُ آيَاتِ الصِّفَاتِ، مِثْلُ: { يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ } [الفتح:10]، { الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

Karena sesungguhnya generasi  salaf ( para sahabat ) tidak pernah mentakwil ayat – ayat sifat  seperti ayat :
يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ

Tangan Allah di atas tangan mereka.  Al fath 10
Dan ayat :

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

Allah yang Maha pengasih bersemayam di Arasy. Syarah Bulughul maram 209/9

Komentarku ( Mahrus  ali ):
Aneh bin ajaib juga bila mengartikan mikhlab, mereka yang menghalalkan Ayam  mentakwil. Dari kalangan ulama  yang anti takwil dalam masalah asma` dan sifat, kini mengharuskan  takwil dalam  masalah mikhlab Ayam ini  dengan berbagai argumentasinya. Mengapa mereka tidak konsis  tanpa takwil  terhadap  kata mikhlab sebagaimana mereka anti pati takwil dalam masalah asma` was sifat ( sifat dan asma Allah ).
Itulah agama hawa nafsu bukan dengan landasan wahyu. Kita  ini butuh dalil  tanpa pendapat bukan pendapat tanpa dalil agar agama Islam ini dimurnikan lagi setelah dikotori pendapat manusia. Dan islam  tidak menjadi agama yang sudah dirobah – robah oleh pendapat manusia  sebagaimana apa yang dialami oleh agama kristen dan Yahudi yang sudah kotor dan tidak bersih lagi. Saya ingat ayat :
فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلاَّ قَلِيلًا مِنْهُمْ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Maidah 13


Elfizon Anwar yang   Tinggal di Kota Tangerang menulis :
 ada dua mslh yg cukup rumit yakni shalat di tanah dan makan ayam, ya smg kita mampu menyikapinya dng arif bijaksana.
Komentarku ( Mahrus  ali ):
 Arif dan Bijak itu wahai shahibku Elfizon Anwar  itu mengikuti  dalil langsung tanpa  di tunda lagi  untuk mengikuti ayat :
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
Sesungguhnya mereka (para nabi dan orang – orang saleh ) adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo`a kepada Kami dengan harap  rahmat Allah dan takut kepada siksaanNya. Dan mereka adalah orang-orang yang tunduk kepada Kami. Al Anbiya` 90

Arif  dan bijak mengikuti al Quran dan orang yang serong atau serampangan, bromocorah adalah orang yang menyelisihinya, dimanapun dan kapanpun dia berada.
Saya ini menjalankan salat di atas tanah dan tidak makan Ayam , Telor  dan cuka  sudah sepuluh tahun bukan dua atau tiga tahun. Kenyataannya mudah saja, tidak sulit. Saya berkata jujur, bukan dusta atau meng ada – ada.
 Karena Rasulullah SAW selalau  menjalankan salat  wajib bukan salat sunat di tanah dan tidak pernah di sajadah, maka saya jalankan bersama  jamaah saya. Bila  saya  tidak  menjalankannya  seperti  tata  cara salat Rasulullah SAW, saya hawatir  termasuk menyelisihi beliau. Saya ingat ayat:
وَيَا قَوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِي أَن يُصِيبَكُم مِّثْلُ مَا أَصَابَ قَوْمَ نُوحٍ أَوْ قَوْمَ هُودٍ أَوْ قَوْمَ صَالِحٍ ۚ وَمَا قَوْمُ لُوطٍ مِّنكُم بِبَعِيدٍ
Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu.  89 Hud
Kadang kalimat  Syiqaqi  itu di artikan menyelisihi
أيسر التفاسير للجزائري - (ج 2 / ص 186)
{ لا يجرمنكم شقاقي } : أي لا تكسبنكم مخالفتي أن يحل بكم من العذاب ما حل يقوم نوح والأقوام من بعدهم
Jangan sampai anda menyelisihi aku membikin anda kalian  tertima azab yang pernah di alami  oleh kaum Nuh dan kaum – kaum setelahnya.  Aisarut tafasir 186/2

Ulama Salaf Atha` bin Abi Rabah mewajibkan salat di tanah dan mengharamkan salat di sajadah

فَقَدْ نَقَلَ ابْنُ حَزْمٍ فِي الْمُحَلَّى عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ : أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ الصَّلاَةُ فِي مَسْجِدٍ إلاَّ عَلَى اْلأَرْضِ
Sungguh Ibnu Hazem ( lahir 353 , wafat 456 H ) dalam kitab Al Muhalla telah mengutip pernyataan Atho` bin Abu Robah haram melakukan salat di masjid kecuali diatas tanah
Menjelang wafat , Rasulullah saw masih tetap melakukan salat di atas tanah sebagaimana hadis sbb : Aisyah ra berkata :
لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاشْتَدَّ بِهِ وَجَعُهُ اسْتَأْذَنَ أَزْوَاجَهُ فِي أَنْ يُمَرَّضَ فِي بَيْتِي فَأَذِنَّ لَهُ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ رَجُلَيْنِ تَخُطُّ رِجْلاَهُ فِي اْلأَرْضِ بَيْنَ عَبَّاسٍ وَرَجُلٍ آخَرَ
Ketika sakit parah,Nabi saw, minta izin kepada istri-istri beliau agar di rawat di rumah ku ,lalu mereka memberikan izin padanya . Beliau keluar bersandar diantara dua orang ,kedua kakinya menyeret ditanah ( tanah masjid ) antara Abbas dan lelaki lain ( Ali bin Abu Tholib )    
  Ibnu Rajab pengarang Fathul bari mengharuskan salat wajib di tanah, bukan keramik,karpet,koran

فتح الباري لابن رجب - (ج 3 / ص 150)
الْمُرَادُ مِنْ هَذَا اْلحَدِيْثِ هَاهُنَا : أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - لَمْ يَكُنْ يُصَلِّي اْلمَكْتُوْبَةَ إِلاَّ عَلَى اْلأَرْضِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ ، فَأَمَّا صَلاَةُ الْفَرِيْضَةِ عَلَى اْلأَرْضِ فَوَاجِبٌ لاَ يَسْقُطُ إِلاَّ فِي صَلاَةِ شِدَّةِ اْلخَوْفِ ، كما قال تعالى: { فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً } [البقرة :239] .
Ibnu Rajab berkata dalam kitab Fathul bari 150/3 sbb:
Maksud hadis tsb ( hadis Nabi turun dari kendaraan ketika menjalankan salat wajib ) adalah sesungguhnya Nabi SAW tidak akan menjalankan salat wajib kecuali di tanah dengan menghadap kiblat. Untuk menjalankan salat fardhu di atas tanah ( langsung bukan di sajadah atau keramik ) adalah wajib kecuali dalam salat waktu peperangan atau keadaan yang menakutkan sebagaimana firman Allah taala sbb:
Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan
Saya ambilkan artikel di link ini:
http://mantankyainu.blogspot.com/2013/10/postingan-yang-menarik-perhatian.html

Tadi siang ketika membuka facebook, saya berkunjung ke sebuah halaman fanspage muslim, Maarif Islam. Dari sekian postingan yang dipublikasikannya, ada satu di antaranya yang menyita perhatian saya. Postingan tersebut mengungkap perkara kening yang bersentuhan tanah di saat sujud dalam pelaksanaan shalat.
Hal menarik yang saya tangkap dari postingan tersebut adalah soal perkara “menyentuh tanah” dan “tanpa penghalang”. Di sana disebutkan bahwa Untuk lebih lengkapnya, mari kita simak bersama isi postingan tersebut yang sudah saya kutip di bawah ini:
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - kutipan - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
[Tahukah Anda?]
[
Sujud dalam shalat itu wajib dilakukan di atas tanah. Wajib hukumnya menyentuhkan kening langsung di atas tanah tanpa penghalang.
Ini dalil-dalilnya:
~Dari literatur SYIAH:
1.                     Imam ash-Shadiq as berkata, “Sujud di atas tanah adalah suatu kewajiban.” (Wasail Syiah juz 3 hal.)
2.                     Berkata Imam Ja’far ash-Shadiq as, “Janganlah kamu sujud kecuali di atas tanah atau apa-apa yang… tumbuh dari tanah.” (Biharul Anwar juz 85 hal. 149, al-Kafi juz 3 hal. 330).
3.                     Seseorang bertanya tentang sujud di atas sorban sedangkan dahinya tidak menyentuh tanah.Berkata Imam ash-Shadiq as, “Tidak boleh sehingga sampai mengena dahinya ke tanah.” (Wasail Syiah juz 3 hal. 609).
4.                     “Hisyam bin hakam bertanya kepada Imam ash-Shadiq as, ‘Beritahu aku wahai putra Rasulullah tentang apa-apa yang boleh sujud di atasnya dan apa-apa yang tidak boleh?’ Beliau menjawab, ‘Boleh sujud di atas tanah atau apa-apa yang tumbuh dari tanah, kecuali yang dapat dimakan atau yang dapat dipakai‘.” (Wasail Syiah juz 3 hal. 591).
~Dari literatur SUNNI:
1.                     Dari Anas bin Malik berkata, “Kami shalat bersama Rasulullah SAW di musim yang sangat panas, salah satu dari kami mengambil kerikil lalu diletakkan di tangannya, apabila kerikil tadi sudah dingin lalu kerikil tersebut diletakkan dan dipakai untuk sujud di atasnya.” (Sunan Baihaqi juz 2 halo 105, Nailul authar juz 2 hal. 268).
2.                     Dari Abdullah bin Abbas, “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW shalat di atas Khumroh -tikar yang terbuat dari daun pohon kurma sebesar wajah-.” (Musnad Ahmad bin Hambal juz 1 hal. 269/ 309/29/358; Sahih Tirmizi juz 2 hal. 151).
3.                     Dari Abdullah bin Umar, “Bahwasannya Rasulullah SAW shalat di atas Khumroh (tikar yang terbuat dari daun pohon kurma sebesar wajah).” (Musnad Ahmad bin Hambal juz 2 haI. 92; Sunan Tirmizdi juz 2 hal. 151)
4.                     Dari Wail berkata, “Aku melihat Nabi SAW apabila beliau sujud, beliau meletakkan dahi dan hidungnya di atas tanah.” (Ahkamul Qur ‘an lil Jash Shoh, juz 3 hal. 36 Musnad Ahmad Bin Hanbal, juz 4 hal. 315).
Kesimpulannya, meski saat itu telah ada kain, namun Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya tidak sujud di atasnya kecuali langsung di atas tanah atau apa-apa yang tumbuh darinya.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Nah, yang hendak saya tanyakan adalah..

  • Apakah isi riwayat dari Sunni dan Syiah seperti yang dituliskan di atas adalah benar demikian?
  • Bila benar demikian, bagaimana dengan kesahihan sajadah yang umumnya digunakan sebagai alas kening sujud dalam shalat selama ini?

Mohon pencerahannya… :)



Komentarku ( Mahrus ali ):
1.                     Berkata Imam Ja’far ash-Shadiq as, “Janganlah kamu sujud kecuali di atas tanah atau apa-apa yang… tumbuh dari tanah.” (Biharul Anwar juz 85 hal. 149, al-Kafi juz 3 hal. 330).
Komentarku ( Mahrus ali ):
Tentang  sujud di tanah sudah benar, tidak salah, bahkan begitulah realita perbuatan Rasulullah SAW. Namun tentang sujud diprkenankan  ke  sesuatu yang tumbuh dari tanah  ini yang baru bagi saya, bukan  barang lama> ia mungkin  di ambilkan  dari Rasul  pernah melakukan sujud di atas khumrah – yaitu tikar kecil atau sajadah yang cukup  digunakan untuk muka, sedang  tangan dan seluruh aggota  sujud masih tetap menyentuh tanah.
Setahu saya, Rasul bersujud  ke khumrah itu ketika salat sunah dan tidak pernah sepengetahuan saya, beliau melakukan ketika menjalankan salat wajib. Ini point yang tidak boeh diabaikan, tapi perlu mendapat perhatian yang lebih. Dan kita hanya  mengikuti Rasu da tidak boleh menyelesihinya di bidang salat atau lainnya.
Beliau dalam  salat wajib selalu  sujud ke tanah
Di katakan lagi  dalam artikel tsb.
2.                     “Hisyam bin hakam bertanya kepada Imam ash-Shadiq as, ‘Beritahu aku wahai putra Rasulullah tentang apa-apa yang boleh sujud di atasnya dan apa-apa yang tidak boleh?’ Beliau menjawab, ‘Boleh sujud di atas tanah atau apa-apa yang tumbuh dari tanah, kecuali yang dapat dimakan atau yang dapat dipakai‘.” (Wasail Syiah juz 3 hal. 591).
Komentarku ( Mahrus ali): 
Ini masalah baru, bukan masalah lama. Maksudnya baru saya tahu, dimana sejak kecil, saya belum mendengar atau membacanya. Ini ber arti pengalaman baru yang jelek bukan  yang baik. Mengapa demikian, dan mengapa harus begitu?
Karena setahu saya dalam salat wajib, Rasulullah SAW tidak pernah menjalankannya di atas khumrah, sajadah atau tikar, lalu bagaimanakan bisa di katakan  boleh.Lihat di polemik saya tentang salat ditanah. Klik disini: http://mantankyainu.blogspot.com/2011/02/polemik-ke-i-tentang-salat-tanpa-alas.html
Di katakan dalam artikel tsb sbb:
3.    Dari Anas bin Malik berkata, “Kami shalat bersama Rasulullah SAW di musim yang sangat panas, salah satu dari kami mengambil kerikil lalu diletakkan di tangannya, apabila kerikil tadi sudah dingin lalu kerikil tersebut diletakkan dan dipakai untuk sujud di atasnya.” (Sunan Baihaqi juz 2 halo 105, Nailul authar juz 2 hal. 268).
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا عَبَّادٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا نُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ فَآخُذُ قَبْضَةً مِنْ حَصًى فِي كَفِّي أُبَرِّدُهُ ثُمَّ أُحَوِّلُهُ فِي كَفِّي الْآخَرِ فَإِذَا سَجَدْتُ وَضَعْتُهُ لِجَبْهَتِي
Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah dia berkata; telah menceritakan kepada kami 'Abbad dari Muhammad bin 'Amr dari Sa'id bin Al Harits dari Jabir bin 'Abdullah dia berkata; "Kami pernah shalat Zhuhur bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, lalu aku mengambil segenggam kerikil di telapak tanganku untuk kudinginkan. Kemudian aku pindahkan ke telapak tanganku yang lain, dan jika aku sujud maka aku letakkan kerikil itu pada dahiku."   HR Nasai  1071 .
مشكاة المصابيح - (ج 1 / ص 221)
1011 - [ 34 ] ( حسن
Dalam kitab Misykatul mashabih 221/1 Al bani menyatakan hadis tsb hasan.
Komentarku ( Mahrus ali): 
Bukhari, Muslim dan Tirmidzi tidak meriwayatkannya.
وعلّق عليه البيهقي بقوله قَالَ الشَّيْخُ رَحِمَهُ اللَّهُ : وَلَوْ جَازَ السُّجُودُ عَلَى ثَوْبٍ مُتَّصِلٍ بِهِ لَكَانَ ذَلِكَ أَسْهَلُ مِنْ تَبْرِيدِ الْحَصَا فِى الْكَفِّ ، وَوَضْعِهَا لِلسُّجُودِ عَلَيْهَا وَبِاللَّهِ التَّوْفِيقُ. السنن الكبرى للبيهقي [ مشكول ] - (ج 2 / ص 239)
Imam Baihaqi memberikan komentar: Syaikh Rahimahullah berkata: Seandainya boleh sujud di atas pakaian yang di pakai, maka akan lebih mudah dari pada  mendinginkan kerikil di tapak tangan, lalu di letakkan ke tempat  sujud untuk  disujudi, wabillahit taufik     Sunan Kubro lil baihaqi  239/2.
    Komentarku ( Mahrus ali):
Karena itu, sujud di sajadah jelas tidak diperkenankan. Dimana para sahabat yang melakukan salat  di tanah yang sangat panas saja  tidak mau mengenakan tikar atau kain untuk hamparan sujud. Mengapa mereka tidak mau, pada hal layak sekali mereka mengenakan hamparan sujud dengan alasan tanah sangat panas. Tapi mereka tidak mau mengenakannya , karena mereka anggap  kain untuk sujud itu tidak diperkenankan. Bila  diperkenankan, maka  mereka akan mengambil  yang ringan dan mudah bukan yang berat dan sulit.
Bila sujud di hamparan kain diperbolehkan, maka  mereka akan membawa sajadah, tikar, sapu tangan atau lainnya dari pada menggemgam kerikil seperti itu.
المستدرك على الصحيحين للحاكم مع تعليقات الذهبي في التلخيص - (ج 1 / ص 268)
هذا حديث صحيح على شرط مسلم
تعليق الذهبي قي التلخيص : على شرط مسلم
Al Hakim menyatakan : Ini hads sahih dengan menggunakan persaratan periwayatan perawi  Muslim dan dibenarkan oleh Dzahabi. Mustadrak ……. 268/1
Di katakan  dalam artikel tsb sbb:
4.    Dari Abdullah bin Abbas, “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW shalat di atas Khumroh -tikar yang terbuat dari daun pohon kurma sebesar wajah-.” (Musnad Ahmad bin Hambal juz 1 hal. 269/ 309/29/358; Sahih Tirmizi juz 2 hal. 151).
5.    Dari Abdullah bin Umar, “Bahwasannya Rasulullah SAW shalat di atas Khumroh (tikar yang terbuat dari daun pohon kurma sebesar wajah).” (Musnad Ahmad bin Hambal juz 2 haI. 92; Sunan Tirmizdi juz 2 hal. 151)

Komentarku ( Mahrus ali): 
Untuk hadis riwayat Ibn Abbas itu masih mutlak, tiada keterangan saat itu  Rasulullah SAW menjalankan salat wajib atau sunat, begitu juga hadis riwayat Ibnu Umar. Jadi masih belum bisa di buat pegangan untuk memperbolehkan menjalankan salat wajib di atas sajadah. Untuk hadis riwayat Ibn Umar, maka penyusun kitab al Kamil menyatakan sbb:
الكامل 5 - (ج 1 / ص 396)
حدثنا أبو عبد الرحمن النسائي ثنا قتيبة ثنا العطاف بن خالد عن نافع عن بن عمر قال كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلي على الخمرة وهذا ما أعلم رواه عن العطاف بهذا الإسناد غير قتيبة
Iintinya  tiada yang meriwayatkan hadis Ibnu Umar itu Al atthaf  dengan sanad ini kecuali Kutaibah.
Kalimat ini menunjukkan hadis tsb gharib menurut beliau. 

Mau nanya hubungi kami:
088803080803( Smartfren). 081935056529 (XL )  https://www.facebook.com/mahrusali.ali.50

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan