Selasa, Agustus 12, 2014

Advokat Merah Putih: Pencapresan Jokowi Cacat Hukum


Rabu, 13 Agustus 2014, 05:44 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Aliansi Advokat Merah Putih berencana akan menghadirkan saksi ahli dalam sidang gugatan pencapresan Joko Widodo (Jokowi) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Rabu (13/8). Gugatan tersebut telah didaftarkan kepada PTUN dengan Nomor Perkara 116/PLW/2014/PTUN-JKT pada 6 Juni lalu.

Ketua Tim Aliansi Advokat Merah Putih, Suhardi Somomoeljono mengatakan, gugatan dilayangkan lantaran proses pencapresan Jokowi dinilai tidak memenuhi persyaratan dan melanggar undang-undang. Pasalnya, status Jokowi menabrak Pasal 7 Ayat 1 dan Ayat 3 UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam aturan tersebut, kata dia, tertulis seorang gubernur atau kepala daerah lainnya yang akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai calon presiden (Capres) atau calon wakil presiden (Cawapres) harus meminta izin kepada presiden secara resmi dan tertulis.

Tiadanya izin dari Presiden SBY membuat pencapresan Jokowi layak digugat. Dia merujuk pada 13 Mei lalu, saat Jokowi bertemu Presiden SBY untuk menjadi presiden dan tidak membawa izin resmi dan surat dukungan dari partai pengusung.

"Jadi, dia ke Istana sebagai seorang pribadi, bukan kepala daerah yang membawa surat dukungan menjadi capres dari partai pengusung. Hal ini yang belum bisa diterima," katanya kepada wartawan, kemarin.

Suhardi menyatakan, pencapresan Jokowi juga melanggar Pasal 19 Ayat 1,2,dan 3 PP 14/2009 yang menyebutkan kepala daerah yang dicalonkan partai politik atau gabungan partai politik sebagai capres atau cawapres harus mengajukan permohonan izin kepada presiden serta harus menyampaikan surat permohonan izin kepada paling lambat tujuh hari sebelum didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Fakta di lapangan, menurut dia, Jokowi mendaftarkan diri sebagai capres pada 19 Mei 2014. "Sedangkan, dia bertemu Presiden SBY tanggal 13 Mei, dan itu pun tidak membawa surat rekomendasi dari partai pengusung. Jadi, itu tidak sah bila merujuk pada peraturan pemerintah tersebut," cetus Suhardi.

Suhardi melanjutkan, konsekuensi hukum bila gugatan Aliansi Advokat Merah Putih diterima majelis hakim PTUN maka penetapan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla sebagai pasangan presiden dan wakil presiden periode 2014-2019 adalah cacat hukum. Karena itu, bisa terjadi delegitimasi hasil Pilpres 2014 yang berdampak pada goyahnya sistem pemerintahan Indonesia.
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan