Kamis, November 21, 2013

SMS dari Sumut



SMS  dari Nisa Sumatra Utara sbb:
Ni prtanyaannya,
klo stlh rukuk tangannya sedakep lg kyk semula boleh gak?
Ada gak dalilnya?

Saya jawab:
Tidak , tiada dalilnya, akalan saja.
Dia kirim sms lagi:

Dulu ada ibu2 yg sholt di msjd dekat tpt tinggl kami trus dilakukannya sprti itu, ibu itu blg ada dalilnya tp gk kutanya yg mn dalilnya, rupanya pas kutanya sm ustadz kami, ustadz itu blg mreka menggunakn dalil kira2 gn bunyinya, stlh rukuk kembalikanlah tangan pd posisi semula, jd mreka beranggapan posisi semula itu ya tngannya sedakep, bapak  stuju gak kyk gt?

Saya jawab:
Tidak  setuju.

Komentarku ( Mahrus ali):

Saya kutip tulisanAl-Ustadz Abu Ishaq Muslim sbb:  
2. Irsal (kedua tangan dilepas di samping badan, tidak disedekapkan).

Alasannya, tidak ada dalil dari as-Sunnah yang jelas menunjukkan qabdh ketika berdiri i’tidal.
Adapun hadits Wail z yang dijadikan sebagai dalil qabdh, sama sekali tidak menunjukkan qabdh yang dikehendaki (yaitu qabdh setelah rukuk), karena qabdh yang ada dalam hadits Wail adalah sebelum rukuk. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh dua jalur hadits berikut ini.
a. Dari Abdul Jabbar ibnu Wail, dari Wail, dari Alqamah ibnu Wail dan maula mereka, keduanya menyampaikan dari Wail ibnu Hujr z,
أَنّهُ رَأَى النَّبِيَّ n رَفَعَ يَدَيْهِ حِيْنَ دَخَلَ فِي الصَّلاَةِ، كَبَّرَ –وَصَفَ هَمَّامٌ– حِيَالَ أُذُنَيْهِ. ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ، أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنَ الثَّوْبِ ثُمَّ رَفَعَهَا، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ. فَلَمَّا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ؛ رَفَعَ يَدَيْهِ، فَلَمَّا سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ.
“Ia pernah melihat Nabi n mengangkat kedua tangannya setinggi kedua telinganya— sebagaimana disifatkan oleh perawi bernama Hammam—ketika masuk dalam shalat seraya bertakbir. Kemudian beliau berselimut dengan pakaiannya (memasukkan kedua lengannya ke dalam baju), lalu meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. Tatkala hendak rukuk, beliau mengeluarkan kedua tangannya dari pakaiannya kemudian mengangkat keduanya lalu bertakbir dan rukuk. Ketika mengucapkan, ‘Sami’allahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memuji-Nya)’, beliau mengangkat kedua tangannya. Di saat sujud, beliau sujud di antara dua telapak tangannya.” (HR. Muslim no. 894)
b. Dari Ashim ibnu Kulaib, dari ayahnya, dari Wail ibnu Hujr z, ia berkata,
لَأَنْظُرَنَّ إِلَى صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ n كَيْفَ يُصَلِّي؟ قَالَ: فَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ n فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَكَبَّرَ فَرَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى حَاذَتَا أُذُنَيْهِ، ثُمَّ أَخَذَ شِمَالَهُ بِيَمِيْنِهِ، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ رَفَعَهَا مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيهِ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ رَفَعَهُمَا مِثْلَ ذلِكَ. فَلَمَّا سَجَدَ وَضَعَ رَأْسَهُ بِذَلِكَ الْمَنْزِلِ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ ثُمَّ جَلَسَ، فَفَتَرشَ رِجْلَهُ الْيُسْرى… وَأَشَارَ بِالسَّبَابَةِ… الْحَدِيثَ
Aku sungguh-sungguh akan memerhatikan shalat Rasulullah n, bagaimana tata cara beliau shalat. Wail berkata, “Bangkitlah Rasulullah, menghadap kiblat lalu bertakbir, kemudian mengangkat kedua tangannya hingga bersisian dengan kedua telinganya. Setelah itu beliau memegang tangan kiri beliau dengan tangan kanan. Di saat hendak rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya seperti tadi lalu meletakkan keduanya di atas kedua lututnya. Ketika mengangkat kepalanya dari rukuk, beliau juga mengangkat kedua tangan seperti yang sebelumnya. Ketika sujud, beliau meletakkan kepalanya di antara kedua tangannya. Kemudian duduk dengan membentangkan kaki kirinya… dan memberi isyarat dengan jari telunjuk….” (HR. Abu Dawud no. 726, an-Nasa’i no. 889, dan selain keduanya dengan sanad yang sahih, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Abi Dawud no. 716—717).
Dalam riwayat Ibnu Majah (no. 810) disebutkan ada ucapan Wail z:
رَأَيْتُ النَّبِيَّ n يُصَلِّي فَأَخَذَ شِمَالَهِ بِيَمِيْنِهِ
“Aku pernah melihat Nabi n shalat, beliau memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya.”
Dari hadits di atas dipahami bahwa bersedekap itu dilakukan pada berdiri yang awal, sebelum berdiri saat bangkit dari rukuk. Seandainya ada bersedekap saat bangkit dari rukuk, niscaya Wail tidak akan luput dalam menyebutkannya. Yang memperkuat hal ini adalah riwayat Ibnu Idris dari Ashim secara ringkas dengan lafadz:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ n حِيْنَ كَبَّرَ أَخَذَ شِمَالَهِ بِيَمِيْنِهِ
“Aku pernah melihat Rasulullah n setelah bertakbir memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya
Tidak seorang pun sahabat yang meriwayatkan hadits tentang tata cara shalat Nabi n yang secara terang-terangan menyebutkan adanya sedekap setelah rukuk1.
Tidak ada satu nash pun yang menunjukkan Rasulullah n melakukan sedekap setelah bangkit dari rukuk tersebut. Seandainya beliau melakukannya, niscaya akan dinukilkan kepada kita. Sementara itu, seperti kata Ibnu Taimiyah t, “Sungguh semangat dan keinginan kuat terkumpul pada sahabat untuk menukilkan semisal masalah ini. Apabila ternyata tidak ada penukilannya, berarti hal itu merupakan dalil bahwa perbuatan tersebut tidak pernah terjadi. Seandainya terjadi, niscaya akan diriwayatkan.” (Risalah Masyru’iyatul Qabdh fil Qiyam al-Ladzi Qabla ar-Ruku’ Dunal Ladzi Ba’dahu, al-Imam Allamatul Muhaddits al-Albani t2).
Al-Imam al-Allamah al-Muhaddits al-Albani t berkata, “Hadits yang dikenal dengan hadits al-Musi’u shalatahu:
ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا، (فَيَأْخُذَ كُلُّ عِظَامٍ مَأْخَذَهُ)
وَفِي رِوَايَةٍ: وَإِذَا رَفَعْتَ فَأَقِمْ صَلْبَكَ، وَارْفَعْ رَأْسَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ إِلَى مَفَاصِلِهَا
“Kemudian angkatlah kepalamu (dari rukuk) sampai engkau berdiri lurus [hingga setiap tulang mengambil posisinya].”
Dalam satu riwayat, “Apabila engkau bangkit, tegakkanlah tulang sulbimu, angkatlah kepalamu hingga tulang-tulang kembali ke persendiannya.”
Hadits di atas diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari t dari Abu Hurairah z dalam Shahihnya no. 793. Adapun tambahan dalam tanda kurung dan riwayat setelahnya adalah dari hadits Rifa’ah ibnu Rafi’ z yang diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad t dalam Musnadnya.
Yang dimaksud dengan ‘izham (tulang) di sini adalah tulang yang berangkai di punggung (tulang belakang)….”
Beliau t menyatakan, “Sebagian saudara kami dari kalangan ulama Hijaz dan lainnya berdalil dengan hadits ini untuk menyatakan disyariatkannya meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri (bersedekap) saat berdiri dari rukuk. Namun, pendalilan mereka tersebut amat jauh karena sedekap yang dimaksudkan tidak disebutkan dalam hadits yang dijadikan sebagai dalil. Apabila yang jadi sandaran adalah kalimat ‘hingga tulang kembali kepada persendiannya’, yang dimaksud ‘izham di situ adalah tulang belakang. Yang menguatkan hal ini adalah riwayat tentang perbuatan Rasulullah n,
وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اسْتَوَى، حَتَّى يَعُوْدَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ.
“Saat mengangkat kepalanya (dari rukuk), beliau berdiri lurus hingga setiap faqar kembali ke tempatnya.” (HR. al-Bukhari no. 828) (al-Ashl, 2/700)
Faqar adalah rangkaian tulang punggung, mulai bagian paling atas di dekat leher sampai tulang ekor, sebagaimana disebutkan dalam al-Qamus.
Adapun yang dinukilkan dari al-Imam Ahmad t sebagaimana dinukil putranya, Shalih ibnul Ahmad, dalam Masail-nya hlm. 90, “Jika ia mau, ia melepas kedua tangannya ketika bangkit dari rukuk. Jika mau pula, ia bisa meletakkan keduanya,” adalah ijtihad beliau, bukan dari hadits yang marfu’ dari Nabi n.
Pendapat irsal ini lebih menenangkan hati kami (penulis). Wallahu ta’ala a’lam wal ‘ilmu ‘indallah.[1]

Komentarku ( Mahrus ali):
Tentang hadis sedekap seluruhnya  bukan sebagiannya cacat, lemah dan saya telah terangkan cacatnya dalam  serial “ salat tanpa  sedekap” lihatlah disana. Bila  waktu berdiri ketika salat saja tidak bersedekap, apalagi setelah rukuk, maka sudah tentu tidak bersedekap. Karena itu, masalah tsb tidak pernah menjadi pembahasan di kalangan sahabat atau penduduk Medinah waktu Imam Malik.
Mau nanya hubungi kami:
088803080803.( Smartfren) 081935056529 ( XL )

Dengarkan pengajian - pengajianku

Alamat rumah: Tambak sumur 36 RT 1 RW1 Waru Sidoarjo. Jatim.


[1] http://aljauziyahi.blogspot.com/2013/05/posisi-tangan-saat-itidal.html
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan