Senin, Oktober 28, 2013

Ayam halal atau haram- kajianku ke 6




Landasan Ayam halal dan jawabannya.



Sebagian orang menyatakan bahwa Ayam di halalkan karena hadis, orang yang berangkat jumatan juga akan mendapat pahala sebagaimana berhadyu Ayam atau berkorban Ayam. Sedang hadis tsb sahih . Berkorban Ayam, gunanya untuk dimakan oleh kaum fakir.
Saya katakan : Hadis tsb sekalipun sahih tapi belum layak dibuat pegangan. dan saya bisa mengatakan lemah karena redaksinya kacau dari satu riwayat ke riwayat yang lain sebagaimana ketetapan dalam ilmu  mustholah hadis. Lihat pada bab sebelumnya . Bila berkorban Ayam diperkenankan, maka sudah tentu banyak kalangan sahabat atau nabi sendiri memakannya . Dan hadisnya tidak kami temukan.
Selama hidupnya Rasulullah SAW  dan para sahabat tidak pernah berkorban dengan Ayam atau telor. Beliau hanya berkorban dengan kambing. Begitu juga para sahabatnya. 
Hadis tsb juga hanya dari Abu Hurairah . Selain sahabat Abu Hurairah, tiada yang meriwayatkannya kecuali dari jalur yang sangat lemah.  Dan kalimat hadis itu juga tidak menyatakan bahwa Ayam dan telor halal. Juga tidak menunjukkan  haram.

Sampai sekarang, kami belum menjumpai hadis sahih yang menyatakan bahwa Nabi atau para sahabatnya memakan Ayam. Bila ada, maka masalah sudah bisa di putuskan yaitu Ayam tidak boleh di haramkan. Jadi Ayam saat itu di biarkan hidup sebagaimana burung – burung yang lain.
Bila hadis tsb sahih mengapa tiada ulama yang memperkenankan berhadyu atau berkorban  dengan Ayam. Pendapat ini sudah populer di kalangan ahli fikih.
Ibnu Hajar berkata:
لِأَنَّ الْهَدْيَ لَا يَكُوْنُ مِنْهُمَا
Karena hadyu tidak diperkenankan dari keduanya –ya`ni dari Ayam atau telor[1]
 Menurut ulama Syafiiyah, Hanafiyah dan Hambaliyah, tidak diperkenankan berhadyu dengan Ayam atau telor. [2]

Ada orang yang menyatakan Ayam halal karena ayat :
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi --karena sesungguhnya semua itu kotor-- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."[3]
Karena ayat tsb, maka Ayam di halalkan . Ayam tidak di sebut didalamnya.
Al qasim berkata:
كَانَتْ عَائِشَةُ إِذَا سُئِلَتْ عَنْ كُلِّ ذِيْ نَابٍ وَكُلِّ ذِيْ مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِِ قِالِتْ لَا أَجِدُ فِيْمَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا ثُمَّ تَقُوْلُ إِنَّ الْبُوْمَةَ لَيَكُوْنُ فِيْهَا
Bila Aisyah – istri Nabi Saw di tanya tentang hewan yang bertaring atau burung yang bercakar, beliau menjawab  dengan ayat :
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi --karena sesungguhnya semua itu kotor-- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Beliau berkata : Burung hantu juga di halalkan.
Saya katakan:   Lemah. Karena ada perawi bernama Abu Kholid Al ahmar . 
Jadi kisah tsb tidak bisa di buat pegangan. Karena itu tidak di cantumkan di kutubut tis`ah. Permulaan orang yang mencantumkannya sepengetahuan saya adalah Ibnu Aby Syaibah dan tiada ulama lain yang berani mencantumkan kecuali beliau  lalu di kutip oleh ulama lainnya. Pada hal Ibnu Abi Syaibah adalah orang Mesir yang tinggal di Kufah – Irak dan wafat pada tahun 235 H.  Bila sahih, maka tikus, Singa, kucing bisa di halalkan dan hal itu tidak mungkin. Binatang buas dan yang bercakar bukan makanan para sahabat atau Rasul.
Bila ada orang yang berpegangan dengan ayat 45 Al an`am itu, maka bisa di jawab bahwa ayat tsb di turunkan di Mekkah sedang hadis – hadis yang mengharamkan binatang bercakar terjadi di Medinah. Ini lah pendapat Abdullah bin Al Mubarak, Syafi`I, Ahmad, Ishak . dan itulah pendapat Abu Hanifah. [4]
Sudah menjadi ijma` ulama tahi,air kencing,serangga yang menjijikkan adalah haram. Pada hal tidak di cantumkan dalam ayat alan`am 45, kata Imam Qurthubi. 
وَرَأَى الشَّافِعي رَحِمَهُ الله التَّعَلُّقَ بَأَخْبَارٍ نَقَلَهَا الآحَادُ وَتَرَكَ مُوْجِبَ الآيَةِ لَهَا
Imam Syafii juga berpendapat untuk berpegangan kepada hadis aahad – hadis yang diriwayatkan oleh satu orang sahabat untuk mengecualikan pengertian ayat yang umum . Termasuk hadis larangan binatang buas bertaring dan burung yang bercakar [5]kata Abd Malik  bin Abdillah  bin Yusuf Al Juwaini  Abul Maali.

Imam Nawawi berkata: Imam Malik juga berlandaskan ayat an`am 45, lalu menyatakan makruh makan binatang yang bercakar.
Saya katakan : Beliau berkata seperti itu dan tidak punya landasan dari hadis. Ia sekedar pendapatnya dan beliau sendiri  berkata
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُخْطِىءُ وَ أُصِيْبُ ، فَانْظُرُوا فِى  رَأْيِى فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَخُذُوا بِهِ .
Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa, kadang benar, kadang salah. Lihatlah pendapatku, mana yang cocok dengan hadis, ambillah.

Bila benar berpegangan kepada pendapat Imam Malik maka ada konsekwensinya yaitu, makan daging burung hantu, Garuda , nasar dll di perbolehkan. Sebab Imam Malik hanya berpegangan kepada ayat an`am 45 saja. Lalu mengapa tiada sahabat yang memakannya, apakah kita berani menyuruh orang memakannya sekalipun para sahabat dan Nabi SAW tidak memakannya. Kita bisa jadi biang perbuatan mungkar.
Ali bin Ahmad bin Said bin Hazem, lahir  353, wafat 456 H berkata :
وَتَحْرِيْمُ لحُُوْمِ الدَّجَاجِ لِأَنَّهَا مُسْتَحِيْلَةٌ عَنِ الْمُحَرَّمَاتِ 
Daging Ayam di haramkan karena dagingnya berasal dari makanan kotor. 



[1] Fathul bari nomer hadis 832. Syarah zarqani 296/1
[2] Fathul bari nomer hadis 832.
[3]   Al An`am 45
[4] Tuhfatul ahwadzi 45/5
[5] Al burhan fii usulil fikih 772/2

Artikel Terkait

1 komentar:

  1. Baarakallahu fiek, ya Ustaadz Mahrus Ali.
    Mengenai artikel di atas, ana tdk sependapat dgn antum, krn ternyata terdapat riwayat shahieh yg menjelaskan kehalalannya. Alhamdulillah.

    قال البخاري : حَدَّثَنَا يَحْيَى ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ، عَنْ سُفْيَانَ ، عَنْ أَيُّوبَ ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ ، عَنْ زَهْدَمٍ الْجَرْمِيِّ ، عَنْ أَبِي مُوسَى يَعْنِي الْأَشْعَرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ دَجَاجًا

    Al-Bukhaari berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahya, katanya: telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyaan, dari Ayyuub. dari Abu Qilaabah, dari Zahdam Al Jarmi, dari Abi Musa -yaitu Al-Asy'ari- radhiyallahu 'anhu, katanya: "Aku pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam makan daging ayam."
    HR. Al-Bukhaari. Ash-Shahieh no.5517

    كتاب الذبائح والصيد
    باب لحم الدجاج
    ---
    Dgn tak lupa bersyukur kepada Allah yg telah memberikan kepada ana begitu banyak manfaat dan informasi baru yg ana peroleh dr artikel2 antum.

    Semoga Allah menjaga ana dan antum.
    Johansyah, Bekasi

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan