Minggu, September 01, 2013

SMS dari Purworejo, wanita haid, potong kuku , rambut dan baca al Quran boleh ?



Asss... Ustad saya mau tanya kalau orang haid boleh tidak baca Alpuran dan potong rambut dan kuku terima kasih atas jawabnya ,wasaalam

Wss. Silahkan potong kuku atau  gunting  rambut. Untk  bc  al  quran masih 
 hilaf. 

Komentarku ( Mahrus ali): 
Itulah jawaban saya, lantas  saya kaji hadis – hadisnya yang melarang baca al Quran bagi  orang junub termasuk haid ternyata lemah sekali, tidak bisa di buat pegangan tapi lepaskan saja. Karena itu, silahkan  baca al quran bagi orang yang haid atau junub.

Ust Abu Muawiyah menulis sbb:
Tidak boleh bagi yang berhadats besar untuk membaca Al-Qur`an. Ini adalah mazhab Al-Hanafiah, Imam Malik -dalam salah satu riwayat-, Asy-Syafi’iyah, dan Ahmad -dalam sebuah riwayat-. Ini juga adalah pendapat Al-Hasan, An-Nakhai, Az-Zuhri, Qatadah, Atha`, Said bin Jubair, dan merupakan pendapat mayoritas ulama.
Mereka berdalil dengan beberapa hadits berikut:
a.    Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:

لاَ تَقْرَأُ الْحَائِضُ وَلاَ الْجُنُبُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ
“Wanita yang haid dan juga orang yang junub tidak boleh membaca sedikit pun dari Al-Qur`an.” (HR. At-Tirmizi: 1/236 dan Ibnu Majah: 1/195)
Hadits ini berasal dari dua jalan:
Pertama: Dari riwayat Ismail bin Ayyasy dari Musa bin Uqbah Al-Qurasyi dari Nafi’ dari Ibnu Umar, sementara riwayat Ismail dari para perawi Hijaz adalah riwayat yang lemah, dan ini di antaranya.
Kedua: Dari jalan seorang lelaki dari Abui Ma’syar Najih dari Musa bin Uqbah dan seterusnya. Sisi kelemahannya jelas, karena adanya rawi yang mubham (tidak tersebut namanya) dan Abu Ma’syar telah dinyatakan lemah oleh Al-Hafizh dalam At-Taqrib.
Karenanya Al-Hafizh berkata dalam Al-Fath (1/409), “Hadits Ibnu Umar lemah dari seluruh jalan-jalannya.” Lihat juga Ilal Ibnu Abi Hatim (1/49)
Lafazh ini juga diriwayatkan dari Jabir secara marfu’ (dari Nabi) akan tetapi di dalam sanadnya ada Muhammad bin Al-Fadhl seorang rawi yang matruk (ditinggalkan haditsnya), dan juga diriwayatkan darinya secara mauquf (dari ucapannya) akan tetapi di dalam sanadnya ada Yahya bin Abi Unaisah dan dia adalah seorang pendusta. Demikian disebutkan dalam At-Talkhish Al-Habir karya Ibnu Hajar (1/138), dan lihat juga Al-Irwa` hadits no. 192
b.    Dari Ali -radhiallahu anhu- secara marfu’:

لَمْ يَكُنْ يُحْجِبُهُ عَنِ الْقُرْآنِ إِلاَّ الْجَنَابَةُ
“Tidak ada sesuatu pun yang memisahkan beliau (Nabi) -shallallahu alaihi wasallam- dari Al-Qur`an kecuali junub.” (HR. Abu Daud: 1/155, At-Tirmizi: 1/98,99, An-Nasai: 1/157, dan Ibnu Majah: 1/195)
Dan dalan sebuah lafazh, “Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- biasa membacakan Al-Qur`an kepada kami dalam keadaan apapun, selama beliau tidak dalam keadaan junub.” (HR. At-Tirmizi: 1/98)
Hadits ini juga berlaku bagi wanita yang haid karena keduanya adalah hadats akbar.
Ini juga adalah hadits yang lemah karena berasal dari riwayat Abdullah bin Salamah, seorang rawi yang rusak hafalannya di akhir hidupnya, dan ini adalah riwayatnya setelah hafalannya berubah, sebagaimana yang dikatakan oleh Syu’bah bin Al-Hajaj –rahimahullah- dan didukung oleh Al-Baihaqi. Al-Khaththabi berkata -sebagaimana dalam At-Talkhish (1/139)-, “Ahmad menyatakan lemahnya hadits ini.”
c.    Juga dari Ali beliau berkata, “Saya melihat Nabi -shallallahu alaihi wasallam- berwudhu kemudian beliau membaca beberapa ayat Al-Qur`an. Kemudian beliau bersabda:

هَكَذَا لِمَنْ لَيْسَ جُنُبًا. فَأَمَّا الْجُنُبُ فَلاَ وَلاَ آيَةٌ
“Demikianlah sepantasnya bagi orang yang tidak junub, adapun orang yang junub maka dia tidak boleh membaca walaupun satu ayat.” (HR. Ahmad: 1/110)
Hadits ini berasal dari riwayat Abu Al-Gharif dari Ali, sementara Abu Al-Gharif adalah rawi yang majhul. Selain itu, hadits ini diperselisihkan apakah dia marfu’ dari Nabi ataukah mauquf atas Ali. Yang kuat dalam masalah ini bahwa hadits ini mauquf dari perkataan Ali bin Abi Thalib. Lihat keterangannya dalam Al-Ahkam Al-Mutarattibah alal Haidh wan Nifas hal. 23-24
d.    Dari Abdullah bin Malik Al-Ghafiqi bahwa dia mendengar Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Jika saya berwudhu dalam keadaan junub maka saya makan dan minum, tapi saya tidak akan membaca (Al-Qur`an) sampai saya mandi.” (HR. Al-Baihaqi: 1/308)
Hadits ini dinyatakan lemah oleh An-Nawawi dalam Al-Majmu’ (2/180).
e.    Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda:

إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللهَ وَأَنَا عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ
“Sesungguhnya saya tidak senang berzikir kepada Allah kecuali dalam keadaan thaharah.”
Akan tetapi hadits ini tidak menunjukkan tidak bolehnya membaca Al-Qur`an, karena paling tinggi kita katakan ketidaksenangan beliau ini hanya mempunyai hukum makruh. Dengan dalil ucapan Aisyah -radhiallahu anha-, “Nabi -alaihishshalatu wassalam- selalu berzikir kepada Allah dalam setiap keadaan.”
f.    Dari Abdullah bin Rawahah dia berkata:

قَدْ نَهَى النَّبِيُّ أَنْ يَقْرَأَ أَحَدُنَا الْقُرْآنَ وَهُوَ جُنُبٌ
“Sungguh Nabi -alaihishshalatu wassalam- telah melarang kami untuk membaca Al-Qur`an dalam keadaan junub.”
Sanad hadits ini terputus karenanya dia adalah hadits yang lemah, sebagaimana yang dinyatakan oleh An-Nawawi dalam Al-Majmu’ (2/180)
2.    Boleh bagi orang yang berhadats besar untuk membaca Al-Qur`an. Ini adalah pendapat Malik -dalam riwayat yang paling masyhur darinya- dan merupakan mazhab Al-Malikiah, juga merupakan salah satu pendapat Asy-Syafi’i, Ahmad -dalam satu riwayat darinya-, dan juga merupakan mazhab Azh-Zhahiriah dan juga pendapat dari Said bin Al-Musayyab. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiah dan Ibnu Al-Mundzir.
Dalil-dalil mereka sebagai berikut:
a.    Sudah masyhur dalam riwayat-riwayat yang shahih bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- mengirim surat yang di dalamnya tertulis beberapa ayat Al-Qur`an kepada para pembesar orang kafir sementara kekafiran adalah hadats besar. Ini menunjukkan bolehnya orang yang haid dan junub untuk menyentuh dan membaca Al-Qur`an.
b.    Dari Aisyah beliau berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَذْكُرُ اللهَ فِي كُلِّ أَحْيَانِهِ
“Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- selalu berzikir kepada Allah pada setiap keadaannya.” (HR. Muslim: 1/282)
c.    Dari Aisyah bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda kepada dirinya tatkala dia haid saat perjalanan menuju haji:

اِفْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوْفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِيْ
“Lakukan apa saja yang dilakukan oleh orang yang berhaji, kecuali tawaf di Ka’bah sampai kamu suci.” (HR. Al-Bukhari: 1/77 dan Muslim: 2/873)
d.    Ibnu Hazm meriwayatkan dalam Al-Muhalla (1/105) dari Ibnu Abbas -radhiallahu anhuma- bahwa beliau membaca Al-Qur`an dalam keadaan junub.
e.    Membaca Al-Qur`an adalah termasuk zikir kepada Allah dan dia senantiasa dianjurkan, karenanya barangsiapa yang mengklaim terlarangnya dalam keadaan hadats akbar maka hendaknya dia mendatangkan dalil, dan tidak ada satu pun dalil shahih dalam masalah ini sebagaimana yang telah diterangkan.
3.    Membaca Al-Qur`an dibolehkan bagi wanita haid dan nifas tapi tidak dibolehkan bagi orang yang junub. Ini adalah salah satu pendapat dari Imam Malik dan salah satu pendapat dalam mazhab Al-Hanabilah.
Hal itu karena hadats mereka (haid dan nifas) timbul bukan karena kehendak mereka akan tetapi sudah ketentuan dari Allah, berbeda halnya dengan junub yang biasanya timbul karena kehendak dirinya.
Waktu haid dan nifas juga lebih lama dibandingkan junub. Jika para wanita yang haid dan nifas dilarang membaca Al-Qur`an maka akan menyulitkan mereka dan bisa saja hafalan mereka hilang jika tidak diulangi dalam jangka waktu yang lama, terlebih dalam nifas yang lamanya 40 hari. Adapun junub, maka dia bisa dihilangkan pada saat itu juga dengan segera mandi.

Tarjih:
Yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat kedua yang menyatakan bolehnya orang yang berhadats akbar untuk membaca Al-Qur`an. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Imam Asy-Syaukani -rahimahullah-[1].

Komentarku ( Mahrus ali): 
Benar apa yang telah ditulis oleh Ust Abu Muawiyah kecuali kalimat : terlebih dalam nifas yang lamanya 40 hari..
Komentarku ( Mahrus ali): 
Masa nifas empat puluh hari tidak memiliki dalil yang kuat> Seluruh dalilnya adalah lemah.  Untuk masalah nifas di wajibkan salat lihat dalam buku karya istri saya, “Kewajiban salat bagi wanita yang nifas”. Karena tiada hadis yang melarang bagi wanita yang nifas bukan haid untuk menjalankan salat. Dan tiada hadis yang memerintah baginya  untuk meninggalkan salat.Hadis  yang memerintah meninggalkan salat hanya bagi wanita yang haid bukan nifas. Silahkan di cari.

Mau nanya hubungi kami:
088803080803.( Smart freand) 081935056529 ( XL )
Alamat rumah: Tambak sumur 36 RT 1 RW1
                           Waru Sidoarjo. Jatim.







[1] http://al-atsariyyah.com/ahkam-al-muhdits.html
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan