Senin, September 09, 2013

Selamatkan NU dari Pengaruh JIL dan SYIAH



selamatkan NU

Syi’ah, di sana Menghujat Sahabat di sini Jualan Ukhuwah
Slogan mengedepankan ukhuwah Islamiyah dan persatuan yang dilontarkan tokoh Syi’ah di Indoneia ditepis oleh pengamat aliran sesat di Indonesia. Ukhuwah Islamiyah yang mana? Mereka (Syi’ah) menghina para sahabat, sedang kita Ahlus Sunnah menghormati para shabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para kyai NU (Nahdlatul Ulama) pun resah, ada indikasi masuknya paham Syiah di tubuh NU karena adanya amalan kader yang mulai tak selaras dengan NU. Dicontohkan, banyak kader NU yang menganggap pajak sama dengan zakat, padahal esensi keduanya jelas berbeda. “Ini jelas akibat pengaruh pemikir-pemikir Syiah yang pura-pura masuk NU,” tegas M. Zaim Ahmad Ma’soem juru bicara Forum Pengasuh Pondok Pesantren dalam pertemuan di Pondok Pesantren Langitan, Kecamatan Widang, Senin (29/2).
Lebih tegas dari itu dikatakan, NU dengan Syiah tidak bisa bekerjasama, karena bagaikan air dengan minyak.
Masalah slogan ukhuwah dari tokoh Syi’ah yang ditepis oleh pengamat, dan berita tentang NU Tak Ada Tawar Menawar Aqidah dengan Syiah tergambar dalam tulisan yang dimuat di situs hidayatullah.com berikut ini:


Dusta, Himbauan Ukhuwah Islamiyah Kaum Syiah
Tuesday, 06 April 2010 06:01 Nasional

Ahlul Bait Indonesia menyerukan pentingnya persatuan, kebersamaan dan ukhuwah Islamiyah. Tapi itu dinilai hanya kedok oleh pengamat
Pernyataan Ketua Pengarah Acara Silaturahmi Nasional Ahlul Bait Indonesia V yang juga tokoh Syiah Indonesia, Hasan Daliel al Aydrus, yang menyerukan persatuan dan kebersamaan untuk membangun kewibawaan Bangsa Indonesia dan ukhuwah kaum muslimin, dinilai penulis buku buku “Paham dan Aliran Sesat di Indonesia” Hartono Ahmad Jaiz, sebagai pernyataan yang absurd, bohong, dan hanya upaya menyembunyikan kedok. Peneliti soal aliran sesat di Indonesia ini menilai, pernyataan Daliel tersebut merupakan kebohongan dan dusta.
“Jelas ini bohong dan dusta. Ukhuwah Islamiyah yang mana?. Mereka menghina para sahabat. Syiah yang ada di dunia ini imamnya itu jelas, adalah ghulat,” kata Ahmad Jaiz, ketika dimintai keterangannya , Senin (05/04) kemarin.
Syiah Ghulat adalah kelompok Syiah yang berlebihan dalam memuja Sayidina Ali bin Abu Thalib, bahkan menganggapnya sebagai Tuhan dan roh Allah adalah roh Ali.
Kalau memamg akan dilakukan dialog antar Sunni dan Syiah, menurut Ahmad Jaiz, maka sudah pasti kaum syiah akan memilih juru bicara atau tokoh yang sudah dikenal kuat pembelaannya terhadap aliran syiah dan pengusung paham sepilis (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme).
“Kalau seperti itu pilihan mereka, berarti mereka sudah percaya diri. Mereka (syiah, red) sudah merasa kuat dengan dukungan dari ulama yang dekat dengan syiah, seperti Said Aqil Siradj dan Gusdur,” sebut Ahmad Jaiz.
Menurut Ahmad Jaiz, kekeliruan Daliel adalah pernyataannya yang sangat mengagung-agungkan persatuan dan ukhuwah ummat Islam di atas segala-galanya, padahal aqidah tidak mungkin bersatu.
“Di Iran pusat Syiah sendiri, tidak ada masjid sunni yang bisa berdiri. Padahal gereja, sinagog tetap dibiarkan berdiri. Ulama-ulama sunni dibunuhi. Madrasah dihancurkan. Persatuan apa yang mau ditegakkan?. Ukhuwah yang mana kalau seperti ini?,” lanjutnya.
Sehingga, tegas Ahmad Jaiz, seruan silatnas Ahlul Bait Indonesia yang menyerukan persatuan dan kebersamaan untuk membangun kewibawaan bangsa Indonesia dan ukhuwah kaum muslimin, adalah kebohongan yang besar.
Lebih jauh, Hartono mengumpamakan kaum Syiah dengan seorang dukun. “Siapa yang tau seorang dukun yang musyrik bisa lolos naik haji. Begitupun kaum syiah,” jelas Ahmad Jaiz.
Ahmad Jaiz mewanti-wanti kepada kaum muslimin untuk mawas diri dengan segala bentuk aliran sesat dan sempalan-sempalan Islam yang ada saat ini, termasuk aliran syiah. Sebab kata dia, gerakan semacam itu akan semakin gencar dalam setiap aksinya dengan cara bergabung kepada gerakan sepilis dan kebebasan berkeyakinan.
“Ummat Islam harus waspada dan mawas diri, sebab mereka akan bergabung dengan sepilis dan gerakan kebebasan berkeyakinan,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ketua Pengarah Acara Silaturahmi Nasional Ahlul Bait Indonesia V yang juga tokoh Syiah Indonesia, Hasan Daliel al Aydrus, menyatakan, pihaknya siap duduk bersama satu meja dengan kalangan Ahlussunnah dalam mendialogkan masalah Sunni dan Syiah di Indonesia dengan dimediasi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Acara silatnas Ahlul Bait Indonesia tersebut juga menyerukan pentingnya kebersamaan dan persatuan untuk membangun kewibawaan Bangsa Indonesia dan kaum muslimin.
Silaturahmi Nasional Ahlul Bait Indonesia ke V ini digelar di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Acara yang berlangsung selama 3 hari pada tanggal 02 hingga 04 April 2010 itu ikut dihadiri Ketua Mahkamah Konstitusi Machfud MD, mantan Kepala BIN, A.M.Hendropriyono, Menteri Kehutanan Zulkfli Hasan, pendiri penerbit Mizan, Haidar Bagir, sejumlah ustadz Syi’ah Ahlul Bait Indonesia, Hasan Dalil Alaydrus, Omar Othman Shihab, serta Direktur Islamic Cultural Center (pusat kebudayaan Iran), Mohsen Hakimollahi.
Acara dihari 250-an orang dari berbagai yayasan dan mejelis taklim ahlul bait dari Aceh hingga Papua.
***
Bagi NU, Tak Ada Tawar Menawar Aqidah dengan Syiah
Bagi Nahdhatul Ulama (NU), untuk urusan akidah, tak ada lagi tawar menawar dengan Syiah
Kewaspadaan Nahdlatul Ulama (NU) terhadap kaum Syiah nampaknya tak terbendung. Senin lalu, dalam pertemuan ratusan ulama NU yang tergabung dalam Forum Pengasuh Pondok Pesantren bertemu di Pondok Pesantren Langitan, Kecamatan Widang, Senin (29/2), pembicaraan masalah Syiah diungkap kembali. Menurut para ulama, ajaran Syi’ah bahkan sudah merasuk dalam tubuh NU.
Menurut M. Zaim Ahmad Ma’soem, juru bicara forum mengatakan, indikasi masuknya paham Syiah di tubuh NU karena adanya amalan kader yang mulai tak selaras dengan NU. Dia mencontohkan, banyak kader NU yang menganggap pajak sama dengan zakat, padahal esensi keduanya jelas berbeda. “Ini jelas akibat pengaruh pemikir-pemikir Syiah yang pura-pura masuk NU,” tegas Ma’soem.
“Racun” lain yang tidak kalah mengkhawatirkannya, lanjut Ma’soem, adalah pluralisme dan liberalisme yang diusung Ulil Abshar Abdala dengan bendera Islam Liberalnya.
Kewaspadaan masalah ini dibenarkan oleh Ketua PWNU Jatim KH Moch. Hasan Mutawakkil ’Alallah. Menurut Pengasuh Pesantren Zainul Hasan, Genggong, ini, sikap waspada para kiai NU itu dikarenakan mereka (ulama NU, red) ingin membentengi organisasi NU agar tak kemasukan paham Syiah.
“NU sebagai ormas sosial punya kewajiban menjaga pemahaman aqidah ahlussunnah wal jamaah. Jika kiai-kiai itu bersemangat, tak lain untuk memproteksi dan menjaga aqidah,” ujarnya
Menurut Mutawakkil, ancaman Syiah di Indonesia tak hanya pada masalah aqidah, namun juga sudah mulai pada tingkat politik kenegaraan.
“Jika urusan politik kenegaraan, NU bisa elastis, namun jika sudah menyangkut aqidah, itu sudah tak bisa ditawar, “ tambahnya.
Menurut Mutawakkil, sebenarnya, kewaspadaan NU tak hanya pada Syiah, juga paham transnasional yang dibawa kaum liberal ke Indonesia.
“Liberal itu menafsirkan ayat-ayat Allah sesuai dengan kehendak hatinya. Inti ajarannya, ia ingin menjadikan agama ini sebagai budaya. Ia mencontohkan kasus di Barat, di mana kaum gereja tak berdaya menghadapi serangan liberal sehingga memunculkan tren perkawinan sejenis, baik di kalangan gay atau penganut lesbian.
Sebelum ini, Habib Achmad Zein Alkaf, anggota Komisi Fatwa MUI Jatim yang juga anggota Syuriah PWNU Jatim telah menulis “Export Revolusi Syiah ke Indonesia”. Sebelumnya, ia menyampaikan, penerbitan buku itu dilakukan guna menghadapi Muktamar NU di Makassar.
“Jelang Muktamar NU ke-32 di Makasar, kami minta warga NU jangan memilih pemimpin yang berafiliasi dengan Syiah. NU dengan Syiah tidak bisa bekerjasama, karena bagaikan air dengan minyak,” ujarnya.
Sekalipun sudah ada upaya dari para kyai NU untuk membendung Syi’ah sebelum Muktamar NU ke-32 di Makassar 23-28 Maret 2010, namun justru yang terpilih sebagai ketua umum NU dalam muktamar itu adalah sosok yang sudah dikenal sebagai pembela Syi’ah. Bagaimana perjalanan NU ke depan dengan dipimpin oleh Ketua Umumnya Said Aqil Siradj, yang sejak ada seminar nasional yang menyoroti sesatnya Syiah 1997, Said Aqil Siraj telah pasang badan untuk membela Syi’ah? Sementara itu suara kyai-kyai NU yang masih sayang-sayang terhadap aqidah tampak sebegitu tak ada tawar menawar dengan Syi’ah. Yang jelas, ini semua adalah urusan Ummat Islam pada umumnya, bukan hanya urusan NU, dalam hal menghadapi bahaya kesesatan Syi’ah ini.
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan