Sabtu, Februari 25, 2012

Komentarku kepada sosok Ahmad Sumargono ( Gogon )

Sumargono bukanlah sosok politisi dan dai yang muncul karena fasilitas yang didapat dari kebaikan atau belas kasihan orang lain. Ia juga bukan tipikal politisi yang tampil bak selebritis yang "dimanjakan" oleh publisitas agar namanya selalu "terjaga" dan "melambung" dengan segenap kosmetik politik yang penuh "cover", atau membutuhkan stamina permainan yang selalu menyiapkan citra diri (image) yang dibangun lewat jargon-jargon atau cerita mistik guna mengabsahkan kehebatan seorang tokoh.
Dalam buku Ahmad Sumargono, Dai & Aktifis Pergerakan Islam yang Mengakar di Hati Umat, dijelaskan bahwa alumni UI yang akrab dipanggil Gogon ini adalah seorang anak bangsa sebagaimana aktivis lainnya yang lahir dari suatu pergulatan pemikiran dan aksi perjuangan sosial dari bawah. Secara alamiah, ketika ia mulai menemukan pilihan "ideologi" perjuangan dan manakala sosialisasi yang secara intens diperolehnya, maka secara naluriah dan hikmah, mulailah ia terjun ke medan aktivitas di lingkungannya: mengorganisir remaja dan jamaah Masjid Nurun ala Nurin; belajar berorganisasi dari seniornya di kampus dan di HMI; mengikuti kursus politik dari Mas Dahlan; belajar agama dari Kiai Mohammad Sobari. Ia pun berinteraksi secara terus-menerus dengan tokoh politik dari kalangan Masyumi seperti Natsir, Buya Hamka, Buya Malik dan lainnya melalui ceramah-ceramah mereka.
Ditambah dengan buku-buku gerakan yang dibacanya, Gogon mulai menapak ke padang dakwah di belantara Jakarta pada era 1970-1980-an. Ia berceramah dari mushola ke mushola, dari halaqoh ke halaqoh di kampus-kampus, lingkungan remaja masjid dan aktivitas training yang dilakukan oleh ormas Islam. Nampaknya potensi dan talenta Gogon mulai tergosok untuk menjadi sosok figur yang dikenal. Sikap kritisnya menjadikan dirinya sebagai sasaran "tembak" di masa rezim Orde Baru, bahkan ia dicap sebagai orang "berbahaya" atau dangerous man.
Gogon tidak berhenti sampai di sini. Ia lalu bergabung dengan Korps Mubalig (KMJ) Jakarta pada 1980-an, sebuah organisasi dakwah yang menghimpun segenap dai yang kritis. Setelah Dalali Umar, ia kemudian menjadi ketua KMJ. Melalui KMJ ini, mulailah namanya dikenal, terutama di wilayah Jakarta, sebagai penceramah yang lugas dan keras tanpa kehilangan argumentasi dan fakta serta dengan cara yang tidak emosional.
Wilayah perhatian dakwahnya menjadi lebih luas ketika KISDI berdiri dan Gogon tampil sebagai ketua harian wadah tersebut. Kritikannya bertumpu pada kondisi umat Islam yang selalu dimarjinalkan dan dizalimi dalam kancah politik di satu sisi, serta gugatannya atas keadaan umat Islam di berbagai wilayah dunia yang mengalami penderitaan akibat hegemoni Barat terhadap dunia Islam di sisi lainnya.
Kasus bangsa Palestina, Kashmir, Moro, Patani, Afghanistan, Bosnia, Kosovo, Chechnya, Aljazair, Turki dan Irak menjadi perhatian dari pernyataan-pernyataan dan pidato Gogon di tengah jamaah pengajian maupun kalangan pers. Saat itulah ia mulai memasuki wilayah percaturan politik nasional dan mulai dikenal serta dekat dengan kalangan muda Islam yang selama 20 tahun berada dalam tekanan politik yang hebat dari pemerintah Orde Baru. Ia sering diminta berceramah dan memberikan kursus-kursus intensif soal agama yang dihubungkan dengan kemasyarakatan. Kemauan yang kuat untuk mau turun membina anak-anak muda Islam mengingatkan penulis kepada sosok Mas Dahlan Ranuwihardjo. Apakah Gogon mengambil contoh darinya? Yang jelas ia pernah tinggal dengan Mas Dahlan selama tiga tahun.
Mas Dahlan merupakan salah satu contoh pejuang politik yang mau membina anak-anak muda secara intens, dinamis dan ikhlas melalui kursus-kursus politiknya. Ini juga mengingatkan penulis pada para tokoh besar dalam sejarah, seperti HOS Tjokroaminoto. Bukankah ia memiliki murid yang kemudian tercatat dalam sejarah besar bangsa: Soekarno, Kartosuwiryo dan Semaun. Atau Haji Agus Salim, yang melahirkan murid-muridnya seperti Mohammad Natsir, Soekiman, Mohammad Roem, Syamsurizal, yang sangat disegani. Demikian pula Mohammad Hatta dan Syahrir dengan kelompok studinya, dan pemimpin bangsa lainnya yang juga membina kadernya.
Gogon juga sangat dikenal kalangan muda dan aktivis. Rumahnya yang berada di kawasan Jakarta Timur, tepatnya di lintasan Jalan H. Baping, pada saat-saat tertentu sering dijubeli anak-anak muda serta tokoh dari berbagai lapisan dan wilayah, tidak terbatas dari Jakarta saja. Di tempat ini secara khusus sering diadakan pelatihan, kursus keagamaan dan peningkatan wacana keumatan maupun politik. Selain itu, tempat ini juga menjadi markas untuk mengorganisir sebuah event seperti rapat akbar, aksi protes, demo, pernyataan pers sampai pada aktivitas yang bersifat membangun solidaritas serta aksi sosial.
Gogon bagai "bola bekel" politik, ia menukik ke bawah hingga ke tingkat massa dan menyentuh aspirasinya, lalu melambung lagi ke atas hingga akrab dengan kalangan elit politik lainnya. Ia bergerak dinamis, lincah, karena tanggap terhadap berbagai persoalan umat dan bangsa dengan memotivasi massa untuk mau peduli dalam menyuarakan keadilan dan kemerdekaan. Gogon pun menghimpun berbagai eksponen kekuatan umat melalui kegiatan silaturahmi secara kontinyu, dan membangun muara persepsi kepada semua pihak untuk membangun cita-cita bersama. Apabila di era Orde Baru ia hanya mampu membangun dan masuk jaringan dari kelompok kecil lalu bergerak ke organisasi sosial yang lebih formal dan terorganisir dengan berjuang di luar parlemen, maka di era Reformasi Gogon tampil dalam arena organisasi massa yang lebih luas jangkauannya, yaitu Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI) yang diketuainya;
Membangun Wadah Perjuangan: KMJ, KISDI dan GPMI
Berdakwah di lapisan bawah (grass roots) bukan perkara yang mudah, apalagi dakwah yang disampaikannya "beraroma" kesadaran politik dan bersikap kritis dengan keadaan yang dihadapi umat di negeri ini. Era 1980-an merupakan era yang penuh getir dan risiko bagi seorang dai seperti Sumargono. Ia harus siap menghadapi rasa keterasingan (alienasi), karena apa yang disampaikan, sekalipun dengan jujur dan tulus ikhlas, bila masuk wilayah politik dapat terkena "pinalti" dari pihak keamanan dengan berbagai tudingan. Ini dialaminya ketika masuk ke "penjara" karena tudingan sebagai aktivis DI/TII. Celakanya pada masa itu, orang yang masuk dan keluar dari penjara karena persoalan politik akan mengalami alienasi sosial, karena orang akan ragu, segan untuk mendekat, khawatir terbawa-bawa akibatnya.
a. Korps Mubalig Jakarta (KMJ). Gogon bergabung dengan Korps Mubalig Jakarta (KMJ), sebuah lembaga yang menghimpun para mubalig di Jakarta, pada tahun 1980-an selepas dari tahanan. Korps Mubalig Jakarta lahir sebagai kepedulian para dai untuk memperkuat barisan guna menghadapi berbagai isu dan tantangan dalam dunia dakwah. Mulanya KMJ dipimpin oleh KH. Dalali Umar, namun karena terjadi kemelut, maka kepemimpinan dipercayakan kepada Sumargono. Organisasi ini sampai sekarang tetap berdiri dan terus berkembang.
b. Komite Solidaritas Indonesia untuk Dunia Islam (KISDI). Nama KISDI tidak asing di kalangan aktivis dan pengamat sosial politik dan keagamaan, khususnya di kalangan umat Islam. Sejak kelahiran organisasi ini pada tahun 1986, nama Ahmad Sumargono seakan identik dengan lembaga tersebut. Komite ini sebenarnya digagas oleh tokoh senior Masyumi yang disegani yaitu DR. Mohammad Natsir (almarhum) dan sejumlah tokoh lainnya seperti Hussein Umar, Jami'at Jufri, Zaqi dan Kholil Ridwan (Ketua MUI sekarang, red). Mulanya wadah ini didirikan oleh berbagai kalangan umat untuk merespons dan membangun solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina. Anggotanya terdiri dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Korps Mubalig Jakarta (KMJ), Al-Irsyad dan sebagainya. Gogon sendiri diberi kepercayaan sebagai Ketua Harian KISDI.
Melihat namanya, KISDI seyogianya lebih berorientasi pada kasus-kasus internasional, akan tetapi dalam prakteknya, lembaga ini lebih banyak menggugat masalah domestik: kasus jilbab, perjudian, miras, makanan haram, masalah kristenisasi, sekulerisasi dan Aliran Kepercayaan. Dalam perkembangannya KISDI juga melakukan social action terhadap berbagai peristiwa yang diderita umat Islam di berbagai belahan dunia: penderitaan rakyat Palestina di kamp-kamp pengungsian, Umat Islam di Kashmir, Filipina Selatan, Afghanistan, Bosnia-Herzegovina, Kosovo dan lainnya. Sebaliknya KISDI sangat getol melakukan pengutukan terhadap tindakan biadab Israel dan sikap Amerika Serikat yang ?bermusuhan? terhadap perjuangan umat Islam. Ini dilakukan dengan aksi protes melalui demo dan unjuk rasa. Selain itu aksi yang bernuansa politis (political action) juga dilakukan, misalnya protes dalam persoalan persepsi yang salah atas berbagai kerusuhan di tanah air -- Tasikmalaya, Kupang, Ambon sampai ke Poso; juga perjuangannya yang penuh komitmen yang menuntut penerapan syariat Islam. Sikap Gogon sebagai "komandan" KISDI yang tanpa tedeng aling-aling ini memang membuat dia sering dicurigai.
Karena protesnya terhadap berbagai pihak, mulai dari majalah Jakarta-Jakarta, harian Kompas, dan CSIS, tidaklah mengherankan jika Gogon dan KISDI dianggap oleh banyak pihak sebagai kelompok yang garang. "Kami bergerak karena kepentingan umat Islam terancam," ucap Gogon sebagai Wakil Ketua KISDI.
c. Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI). Wadah ini lahir di tengah-tengah suasana eforia sosial dan politik bangsa Indonesia di masa Reformasi, tepatnya pada bulan Syawal tahun 2000. Gogon sebagai tokoh utama penggagas ini mendapatkan dukungan yang sangat luas dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat. Lahirnya wadah ini dilatarbelakangi oleh suasana eforia bangsa yang berimbas kepada umat Islam. Berdirinya partai-partai politik dan organisasi-organisasi yang demikian banyak, ditambah adanya "ketegangan" politik antara kalangan Nasionalis Islam dengan Nasionalis sekuler yang basis pendukungnya juga sama-sama umat Islam, mendorong untuk berdirinya wadah Islam yang dapat mencairkan situasi itu. Lebih dari itu kelahiran GPMI diharapkan mampu menjadi "jembatan emas" untuk merajut silaturahmi di antara berbagai lapisan elit Islam yang beredar di berbagai organisasi dan partai. Hal lainnya adalah perlunya wadah yang dapat memberikan perhatian secara lebih holistik menyangkut problematika umat dan bangsa dan itu hanya dapat dilakukan bila segenap potensi umat dapat "duduk" bersama dan membicarakannya dengan nuansa persaudaraan.
Ketika GPMI dideklarasikan, sejumlah tokoh dari berbagai latar belakang aktivitas turut hadir: mulai dari kalangan ulama, partisan, wartawan, artis, cendekiawan kampus, pemuda, sampai kalangan massa. Dalam suasana silaturahmi yang diadakan di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan, tersedia acara-acara penting selain deklarasi itu sendiri. Sambutan disampaikan H. Ahmad Sumagono, SE selaku Ketua Umum GPMI. Ia menjelaskan panjang lebar mengenai latar belakang, maksud dan tujuan berdirinya organisasi GPMI, yang saat ini telah ada sejumlah perwakilan di tingkat Wilayah dan Cabang. Puncak acaranya adalah pembacaan "Pernyataan Keprihatinan" GPMI terhadap berbagai perkembangan nasional yang terjadi, ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal GPMI. Hadir dalam acara itu antara lain dari kalangan Partai maupun militer.
Pengurus besar GPMI telah melakukan rapat kerja yang dilakukan di Cisarua Bogor dengan hasil, dirumuskannya AD/ART, Pedoman Kerja Organisasi dan Struktur Organisasi yang telah disetujui dalam rapat pleno. Sebagai organisasi yang bergerak pada aktivitas sosial, GPMI sangat peduli memberikan bantuan dan santunan akibat korban banjir, kebakaran, gempa bumi, serta pembagian hewan qurban bagi para dhuafa. Dalam membangun wacana, maka GPMI telah melakukan sejumlah diskusi, pelatihan bagi para pemuda yang putus sekolah, sampai kepada menghadirkan pembicara yang profesional di bidangnya, dan melakukan aksi kritis untuk peduli terhadap aspirasi publik dengan melakukan tablig akbar. Hal lain adalah melakukan kunjungan ke sejumlah tokoh dan ulama untuk menguatkan tali silaturahmi, di antaranya menjadi tamu kehormatan Wakil Presiden Hamzah Haz di kantor dinasnya.
Menuju Ukhuwah Politik
Islam dan dunia politik merupakan dua sisi dalam satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Islam bukan "agama" yang hanya memberikan petunjuk mengenai keyakinan akan keberadaan Tuhan dan bagaimana ritualitas itu harus dilakukan (yang bersifat ubudiah). Sebaliknya, Islam merupakan din, suatu petunjuk yang memberikan bimbingan atau guidance mengenai bagaimana manusia itu dapat beriman dengan baik dan benar, sekaligus beramal shaleh.
Lapangan amal shaleh itu dalam prinsipnya sangatlah luas. Dalam Alquran sangat banyak ayat yang menyuruh manusia dan orang beriman untuk berpikir, merenung dan memikirkan kejadian alam, penciptaan dan bagaimana mengambil pelajaran terhadap kejadian-peristiwa masa lalu, termasuk gambaran suatu kaum, bangsa, pemimpin yang zalim, fasik dan pemimpin yang alim, dan hikmah. Alquran juga memberikan penjelasan yang tegas dan nyata mengenai untuk apa Rasul diutus dan mengapa Islam dikatakan sebagai ajaran yang sempurna, sebagai ajaran untuk semua zaman.
Relevansinya. Spirit Islam tentang manusia adalah bahwa manusia diciptakan dari yang satu, dan sesama manusia itu adalah saudara, karena itu konsep ukhuwah atau persaudaraan menjadi penting sebagai seorang mukmin. (Pz/SumberAhmad Sumargono, Dai & Aktifis Pergerakan Islam yang Mengakar di Hati Umat)

Judul : Kilas Balik Perjuangan Dakwah Almarhum Gogon



Komentarku ( Mahrus ali ):

 Ada artikel lagi sbb:
Metrotvnews.com, Jakarta: Almarhum Ahmad Sumargono menurut politikus Irgan Chairul adalah seorang negarawan yang tegas, jelas dan tidak pernah bersikap abu-abu.

"Dia adalah anggota DPR yang cukup kritis dan selalu berani menyuarakan pendapatnya. Ahmad juga merupakan pribadi progresif dan cenderung radikal," kata Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Irgan Chairul, yang juga kolega Ahmad di Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009 di Jakarta, Jumat (24/2).

Salah satu kejelasan sikap politik Ahmad Sumargono, dalam ingatan Irgan, terlihat dalam perjuangannya menyuarakan kepentingan umat Islam dan menyatukan berbagai kelompok dalam agama itu.

"Saya punya kenangan yang berkesan dengan beliau, pernah pada 2008 lalu ada polisi wanita yang dipindah tugaskan hanya karena dia memakai jilbab, begitu Ahmad mengetahui hal tersebut, dia mengajak saya untuk menemui pimpinan Kepolisian Republik Indonesia," kata dia.

Sikap spontan Ahmad dalam membela simbol-simbol Islam tersebut menurut Irgan sering disalahpahami oleh sebagian orang sebagai radikalisme, padahal menurut Irgan, perbuatan itulah yang membuat Ahmad disegani oleh kawan maupun lawan politiknya.

Pembelaan Ahmad terhadap simbol Islam seperti jilbab merupakan fenomena yang agak janggal karena dia adalah mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang hampir seangkatan dengan Nurcholis Madjid.

Pemikiran Nurcholis, yang menjadi Ketua Pengurus Besar HMI periode 1966-1968 (Ahmad Sumargono mulai menjadi mahasiswa 1963), sebagaimana telah diketahui sangat mengedepankan politik Islam yang substansial dan anti penggunaan simbol agama dalam kehidupan negara.

Slogan yang paling terkenal dari almarhum Nurcholis adalah "Islam yes, partai Islam no".

Namun pemikiran Nurcholis yang banyak diikuti oleh kader HMI tersebut nampaknya tidak membekas di benak Ahmad, bahkan dia akhirnya malah menjadi politikus Partai Bulan Bintang yang berhaluan Islam.

"Fakta ini menunjukkan bahwa Ahmad adalah pribadi yang kuat, yang tidak mudah terpengaruh arus besar," kata Irgan menanggapi anomali sikap politik Ahmad.

Ahmad lahir di Jakarta 1 Februari 1943 dan meninggal Jumat dini hari di Rumah Sakit Sekarwangi Sukabumi pada usia 69 tahun.(Ant/RIZ)

Ahmad Sumargono, Pembela Islam Itu Punya Riwayat Penyakit Jantung

JAKARTA (VoA-Islam) – Sebelum ke Sukabumi, pihak keluarga meyakini sang ayah, Ahmad Sumargono dalam keadaan sehat wal’afiat. Namun, diakui puteranya Salman Al Farisi, ayah punya riwayat penyakit jantung. Jum’at (24/2) dinihari , Bang Gogon (begitu ia akrab disapa) anfal alias kambuh. Takdirpun berkata, nyawa Ahmad Sumargono tak tertolong, kendati sempat dilarikan ke Rumah Sakit Sekarwangi di Cibadak, Sukabumi.
Menurut Salman Al-Farisi, anak kedua dari Ahmad Sumargono kepada Voa-islam mengatakan, sebetulnya saat ke Sukabumi, ayahnya dalam keadaan sehat wal’afiat.  “Pada pukul 01.00 dinihari, Jum’at (24/2), sopir ayah menelpon kami (keluarga) dan memberitahukan bahwa dada ayah terasa sesak. Saat dibawa RS. Sekarwangi, Cibadak, Sukabumi, dokter sempat memompa jantung ayah dengan menggunakan alat pacu kejut, namun nyawa ayah sudah tak tertolong. Akhirnya, sekitar pukul 1.30 WIB ayah sudah tiada,” kata Salman.
Sebelum berangkat ke Sukabumi, Bang Gogon (begitu Ahmad Sumargono akrab disapa) sempat shalat Subuh di masjid. Selesai shalat, ayah sudah merasakan gelap pada penglihatannya. “Ayah sempat berpegangan, tapi beliau terus berjalan. Kami yakin, saat itu ayah dalam keadaan sehat wal’afiat. Di Sukabumi, ayah sempat muntah-muntah dan pingsan,” kata Salman.
Bagi Salman, sosok Ahmad Sumargono, bukan hanya sebagai sosok bapak, tapi juga guru bagi keluarga yang memberi motivasi dan mendidik anak-anaknya dengan wawasan keislaman. Sebagai anak, Salman berjani akan melanjutkan cita-cita, misi-visi dan perjuangan sang ayah.
Ba’da Jum’at, almarhum dishalatkan di Masjid Uswatun Hasanah, tak jauh dari rumah duka di Jl. H. Baping Ciracas Susukan, Jakarta Timur. Kegiatan terakhir Ahmad Sumargono, dikatakan Salman, menjadi staf pengajar di STIAMI, aktif di Forum Umat Islam (FUI) pimpinan KH. Muhammad Al-Khaththath, juga menjabat sebagai Ketua Umum Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI).
Terbetik kabar, Sumargono meninggalkan partainya yang lama (Partai Bulan Bintang), lalu pindah ke Partai Persatuan Pembangunan (PBB), dimana beliau duduk sebagai Dewan Pertimbangan PPP. Salman ingat pesan ayahnya yang menginginkan umat Islam bersatu dan terus melahirkan generasi muda Islam .
KH. Didin Hafidhuddin (Ketua Baznas) yang merupakan sahabat almarhum, menilai sosok Sumargono sebagai sosok pejuang yang istiqamah dan lurus yang bercita-cita memperbaiki umat. “Beliau adalah tokoh Islam pertama yang membuka kajian ekonomi syariah di Universitas Trisakti, Jakarta. Sedangkan di  DDII, beliau aktif menarik anak-anak muda untuk didaurah.
Sedangkan Wakil Ketua Umum PBB, Sahar L Hasan yang sempat satu atap dengan almarhum, menilai sosok Sumargono sebagai tokoh pejuang Islam. Tahun 1985-1987,  Sahar L Hasan pernah bekersama dengan Sumargono mengelola  PT. Fumara, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang garmen, dimana Bang Gogon duduk sebagai general manajer. Saat itu, almarhum bekerja dengan amanah. “Saya ingat sewatu di PB HMI, pandangannya selalu hal-hal yang berkaitan dengan keislaman, bahkan rumah beliau kerap dijadikan training anak-anak muda untuk mendapatkan wawasan keislaman,” kata Sahar.  
Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin usai menyalatkan jenazah di Masjid Uswatun Hasanah mengatakan, sosok Ahmad Sumargono adalah seorang tokoh Islam yang mengisi hidupnya, berjuang di jalan Fisabilillah. “Saat ini kita beri kesaksian, almarhum Ahmad Sumargono wafat dalam keadaan khusnul khatimah.”
Din teringat pesan almarhum saat ia mendapat kunjungan di PP Muhammadiyah. Walau sebentar, ia terkesan dengan cita-cita Ahmad Sumargono yang menghendaki umat Islam agar bersatu padu dalam memperjuangkan Islam. “Saya berharap, kita yang masih hidup meneruskan cita-cita beliau. Semoga, lahir Sumargono-sumargono baru. Dan semoga Allah mengampuni segala dosa, menerima amal kebaikan, dan memasukkannya ke dalam surge. Amin,” kata Din terbata-bata. Desastian

Politikus PBB Ahmad Sumargono Berpulang  

TEMPO.CO, Jakarta - Salah seorang deklarator Partai Bulan Bintang, Ahmad Sumargono, meninggal dunia. Menurut Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang M.S. Kaban, Sumargono meninggal karena terkena serangan jantung.

"Kami tadi malam sudah ke rumah duka. Beliau meninggal di Sukabumi, malam sekitar pukul 01.30 karena serangan jantung," ujarnya kepada Tempo, Jumat, 24 Februari 2012.

Menurut Kaban, Ahmad Sumargono dikenal sebagai salah seorang tokoh cendekiawan muslim yang cukup keras. Pria kelahiran Jakarta, 1 Februari 1943 ini bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Indonesia saat kuliah di Universitas Indonesia.

Ia mengatakan, baik saat masih kuliah maupun saat sudah menjadi praktisi partai politik, Sumargono dikenal sebagai salah seorang orator ulung. "Dia kalau berpidato itu dia selalu menggunakan ayat Al-Quran sehingga seakan-akan dia keras," ujarnya.

Namun Kaban, yang mengaku berteman dengan Sumargono sejak era 1980-an, mengaku mengenal temannya ini sebagai seseorang yang cukup moderat. Meskipun teguh memegang nilai-nilai Islam, menurut dia, Sumargono cukup bisa berdialog dengan nilai-nilai di luar Islam.

"Buktinya saat dia menjadi anggota DPR periode lalu, kan dia bisa berdialog dengan teman-teman yang memegang prinsip yang berbeda," ujarnya.

Ia mengatakan, dalam ingatannya, Sumargono adalah orang yang konsisten terhadap perjuangan. Ketua DPD PBB Jakarta ini bahkan pernah dipenjara oleh Presiden Soeharto tanpa alasan yang jelas. Ia pun sempat mengalami masa pahit ketika tak dapat melihat anaknya yang meninggal ketika ia masih di dalam penjara. "Saat dia keluar dari penjara, kami berbincang. Dia bilang bahwa saat kematian anaknya itu adalah saat paling berat dalam hidupnya," ujarnya.

Konsistensi Sumargono, menurut Kaban, bahkan masih terlihat di akhir hayatnya. Meskipun kerap sakit, Sumargono masih rajin menyumbangkan pemikirannya kepada partai. "Memang semenjak sakit ia jadi jarang ke partai. Tetapi, kalau ada diskusi soal bangsa dan umat, dia pasti selalu hadir. Bagi saya, dia seperti seorang kakak untuk berkonsultasi," katanya.
Di eramuslim terdapat keterangan lagi:
    Kabar wafatnya Ahmad Sumargono mengejutkan beberapa pihak. Tokoh KISDI ini memiliki catatan sejarah yang membuat namanya dikenal sebagai tokoh umat. Secara blak-blakan, Gogon, panggilan akrab Ahmad Sumargono, pernah menyatakan dirinya seorang fundamentalis. "Yes, I am a fundamentalist," ujarnya di tahun 2004 dalam launching buku biografinya Ahmad Sumargono, Dai & Aktifis Pergerakan Islam yang Mengakar di Hati Umat.
Dia mengakui, pencapan fundamentalis itu menyebabkan dirinya dinilai sebagai "orang paling berbahaya" sekaligus membuat namanya menonjol di pentas politik nasional. Gogon memang tidak malu-malu bahkan ciut untuk mengakui dirinya sebagai Tokoh gerakan yang menyuarakan secara lantang penegakkan Syariat Islam. Ia berani maju kedepan dalam menggenggam identitas seorang muslim ideologis mesti ditengah-tengah kaum sekuler dan kuffar.
Hal ini memang sudah dilakoni Gogon ketika kuliah. Ia terkenal sebagai mahasiswa muslim yang tegas dan tawadhu. Akibat aktivitas mengajinya, Gogon dianggap oleh pihak keamanan sebagai mengganggu keamanan negara. Kemudian ia harus mengalami penderitaan sebagai cobaan hidup, yaitu selama enam bulan berada di tahanan Guntur tanpa ada proses pengadilan.
Nama Gogon kemudian kian tenar saat menduduki posisi di Komite Solidaritas Untuk Dunia Islam (KISDI). Saat itu Ahmad Sumargono menjadi bintangnya. Nuim Hidayat salah satu tokoh yang banyak menelitik KISDI mengatakan bahwa mesti kemampuan 'intelektual” Gogon biasa saja, ia adalah seorang aktivis yang pintar mengadakan hubungan dengan banyak fihak. Riwayat hidupnya yang pernah menjadi aktivis gerakan NII hingga Tarbiyah dan akhirnya PBB, menjadikan dirinya 'cukup matang' dalam mengadakan hubungan dengan banyak orang. Gogon punya lobi-lobi politik yang cukup bagus ke banyak kalangan, baik militer, pejabat maupun ormas-ormas Islam.

Karena itu di bawah kepemimpinannya, lanjut Nuim, KISDI mengadakan berbagai 'syiar-syiar Islam politik' yang mengejutkan banyak fihak. Mulai menghimpun sukarelawan mujahidin Palestina, sukarelawan mujahidin Bosnia, sukarelawan perang Sabilillah Maluku dan lain-lain. Kisdi juga aktif dalam merespon peristiwa-peristiwa nasional dan internasional, mulai dari sikap para militer abangan yang 'memusuhi' militer santri, perubahan Soeharto ke Habibie, dukungan ke Habibie (hingga 'pengerahan massa' ke gedung MPR/DPR untuk mengusir kelompok kiri dkk), kritikan keras ke Gus Dur, pembelaan ke masalah-masalah internasional seperti penindasan Islam di Kashmir, Moro, Aljazair dan lain-lain. Dan yang paling melelahkan dan mengesankan adalah perlawanan KISDI ke koran terbesar di tanah air, Kompas.
KISDI mempersoalkan Tajuk Rencana Kompas tentang kasus Aljazair yang dianggap KISDI telah mendeskreditkan umat Islam. Isu ini dilansir KISDI justru ketika media massa di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sedang marak berita soal kematian Lady Di.
Ketika masa reformasi, Gogon melabuhkan pendaratan politiknya di Partai Bulan Bintang, namun Wakil Ketua Umum DPP PBB yang juga wakil ketua fraksi PBB di DPR itu secara resmi mengundurkan diri dari keanggotaan PBB. Pasalnya Gogon memiliki perbedaan yang sangat tajam dengan Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra terutama menyangkut dukungan partai terhadap Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla yang menurut Ahmad Sumargono bertentangan dengan hasil munas dan aturan partai.
Sumargono menambahkan dirinya lebih baik mundur dari partai dari pada terjadi perpecahan di tubuh PBB. Sumargono akhirnya meneruskan perjuangannya di luar parlemen dalam Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia yang telah lama dirintisnya. Dari situlah, Gogon melakukan gerakan-gerakan dakwah yang selalu istiqomah lantang menyuarakan tegaknya Syariat Islam. Pendirian politik yang memang dari dahulu terus diembannya dan tidak pernah berubah: “Yes I am a fundamentalist.”. (Pz)
Komentarku ( Mahrus ali ):
  Sayang sekali, bpk. Ahmad Sumargono masuk ke partai  sampai menjadi ketua fraksinya.  Sebab, berpartai adalah larangan Islam dlm ayat:
وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَلاَ تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ(31)مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ(32)
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.  Ruum 31-32.

Di ayat lain , Allah mengingatkan kepada Nabi   jangan sampai ikut kepada  golongan sbb :
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُوْنَ
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.

    Berpartai dengan niat memperjuangkan Islam adalah kedustaan belaka bukan kejujuran. Muslim berpartai berarti memecah belah  umat bukan mempersatukannya, melemahkan umat Islam bukan menguatkannya, membikin kaum muslimin loyo bukan memperjuangkan Islam.

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan